Quantcast
Channel: Masjid Salman ITB
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2618

Catatan Sang Kepala Sekolah: Jebakan Berkah di Cimenyan

$
0
0

Anak-anak SD IT Rabbani memanjat pohon usai sekolah. (Foto oleh Hesty Ambarwati)

Oleh Hesty Ambarwati

Apa yang membuat saya berada di SD IT Rabbani? Jawabannya adalah jebakan berkah dari Allah Swt. Bukan meneruskan sekolah yang sudah terakreditasi dengan kondisi siswa serba berlebih. Kami harus membangun sekolah yang mewariskan dua hal: bangunan dan anak-anak didik. Anak-anak didik yang jika kalian mendengar kisahnya, pasti tergerak hatinya untuk memerintahkan otak menitikkan air mata. Atau tergerak untuk menyelamatkan hidup mereka.

SD IT Rabbani, hanya 45 menit dari Geger Kalong Girang –tempat saya kost– jika naik motor dengan kecepatan 60 km/jam dan kondisi jalan yang tidak macet. Dekat dengan Saung Angklung Udjo jika naik mobil F-1. Jalannya menanjak curam, delapan tanjakan yang harus dilalui untuk sampai di SD IT Rabbani. Setelahnya saya harus masuk ke dalam hutan dengan jalan bertanah liat yang hanya muat dilewati satu mobil saja.

Hujan terkadang menjadi hal yang tidak kami harapkan disana. Jika hujan datang tanahnya berubah menjadi kubangan, berkuah dan licin. Sesekali saya hampir terjatuh, atau slip ban. Kaos kaki kotor, begitupun dengan alas kaki.  Itulah SD IT Rabbani yang terletak di Republik Rakyat Cimenyan (RRC). Mengapa demikian? Karena itulah kondisi sebuah desa bernama Cimenyan. Dekat dengan kota, dekat dengan pusat pemerintahan provinsi, namun masih sangat terbelakang. Ia seperti negara yang berdiri sendiri, belum merdeka.

Memang tidak setragis kisah Laskar Pelangi, kisah jembatan “Indonesiana Jones” di Lebak, ataupun kisah para Pengajar Muda di Indonesia Mengajar. Namun, ia memiliki kisahnya sendiri, warnanya sendiri. Ia membuat saya tidak perlu berbondong-bondong bersama 10 ribu pemuda lainnya mengikuti seleksi Indonesia Mengajar, apalagi seleksi Girl Band. Karena semangat Indonesia Mengajar (mendidik) telah lebih dulu hadir di Cimenyan.

Di sebuah bangunan yang juga tidak reot. Saya mendapati 31 anak dengan keunikannya masing-masing, dengan latar belakangnya masing-masing, dengan keperihan hidupnya masing-masing. 31 anak yang sangat senang bermain, berlebihan tenaga, terkadang jahil, namun sangat peduli pada teman dan adiknya. Cinta sekolahnya namun tidak betah belajar. 31 anak yang tidak tahu dunia luar, terisolir di negaranya sendiri, RRC.

31 anak dari keluarga yang tidak peduli pada kehadirannya. Bahkan satu anak yang tidak tahu siapa orangtuanya. Ada satu anak yang ditinggal pergi ayahnya dan tak kunjung kembali. Ada satu anak yang akan dijual oleh ibunya. 31 anak yang pemikirannya tidak semaju anak-anak kota di sekolah-sekolah favorit.

31 anak yang bingung memikirkan cita-cita. 31 anak yang belum memiliki ketertarikan pada ilmu dan mencari ilmunya sendiri. 31 anak yang masih bingung memahami maksud bacaan. 31 anak yang sulit berbahasa Indonesia. 31 anak dengan tawanya yang riang , dengan celetukan-celetukannya yang ringan, dengan kecerdasan alami yang menawan. 31 anak yang datang ke sekolah dengan sandal.

Jika pada suatu kesempatan ada seseorang bertanya, “apa goalnya sekolah ini?” Saya pun ingin tersenyum simpul. Saya hanya ingin mereka merdeka. Saya hanya ingin mereka menemukan dirinya yang ternyata luar biasa. Saya ingin membuat mereka mencintai ilmu dan menjadi pembelajar sejati.

Saya hanya ingin mereka sejahtera. Saya hanya ingin mereka menjadi bermanfaat bagi orang lain bagi bangsa. Saya hanya ingin mereka menjadi pemimpin. Saya hanya ingin mereka teguh memegang agamanya. Saya hanya ingin mereka menjadi teladan dan inspirasi. Saya hanya ingin tetap bersama mereka selalu. Seperti sekarang ini, menjadi guru juga murid bagi mereka. Maafkan Ibu belum sempurna berarti bagi diri kalian. Ibu harus tetap berusaha.

Ada yang bilang, “kok mau-maunya?”Saya pun ingin tersenyum simpul. Kerja yang mapan, hidup mewah serba berkecukupan hanya batu-batu loncatan saja, untuk lebih bermanfaat bagi mereka. Saya hanya ingin menyalakan sebuah lilin di tengah gelapnya negeri ini. Saya hanya ingin berkontribusi walau sedikit untuk memenuhi janji kemerdekaan. Agar Ibu saya bangga masih melahirkan pejuang. Saya hanya sedang melakukan investasi untuk negeri ini, melalui pendidikan. Sebelum pada akhirnya raga tidak lagi mampu melakukannya karena terjebak pada kedalaman tanah.

Hai Pak Oemar Bakri… Apa kabar ?

Penulis adalah mahasiswi Jurusan Tata Boga Universitas Pendidikan Indonesia yang juga merupakan Kepala SD IT Rabbani.

Catatan Sang Kepala Sekolah: Jebakan Berkah di Cimenyan from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami


Viewing all articles
Browse latest Browse all 2618