Subhanallah, hari itu, tepatnya tanggal 14 Nopember 2011, masih di semester pertama, ada ayat Alquran di slide kuliah seorang profesor. Beliau adalah salah satu profesor paling pintar yang saya temui di kampus. Di usianya yang belum tua, dia sudah meraih gelar profesor dan sederet penghargaan internasional. Namanya Prof. Dahdouh-Guebas, seorang muslim Belgia. Beliau adalah ahli di bidang pengelolaan pesisir menggunakan Mangrove.
Di mata kuliah Manajemen Terpadu Wilayah Pesisir (Integrated Coastal Zone Management) yang dia ajarkan, kami belajar pengelolaan Mangrove sebagai salah satu solusi untuk menjaga keutuhan ekosistem laut dan pesisir. Mangrove memiliki potensi besar untuk menahan sedimentasi dari daratan menuju laut, sehingga mampu mempertahankan keseimbangan ekosistem laut.
Ada yang menarik. Selain dengan mengelola Mangrove, masih ada banyak cara lain untuk mempertahankan ekosistem laut. Salah satunya melalui pendekatan agama. Profesor memberi studi kasus pada agama Hindu dan Islam.
Di agama Hindu, ada kepercayaan masyarakat India bahwa sapi adalah hewan yang suci. Pemerintah India menganggap kerbau air (semacam sapi) sebagai hewan yang mengganggu karena sering menginvasi hutan bakau dan mengonsumsi pucuk-pucuk mudanya. Padahal, setelah diteliti, ternyata kerbau air ini justru membantu pertumbuhan bakau karena dia juga memotong dahan-dahan lain yang akhirnya justru menumbuhkan pucuk-pucuk baru dari dahan-dahan Mangrove tersebut.
Pada contoh agama Islam, kaum nelayan muslim Zanzibar di Tanzania tidak memakai bom dinamit untuk mengambil ikan di laut sebagaimana kaum nelayan lainnya. Karena mereka memegang teguh ayat Alquran Surah Al A’raf ayat 31 tentang larangan bersikap berlebihan.
“O children of Adam, take your adornment, and eat and drink, but be not excessive. Indeed, He likes not those who commit excess.”
Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu, dan makan dan minum, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melakukan aksi berlebih-lebihan.
Kaum nelayan muslim Zanzibar tidak menggunakan bom dinamit karena bisa membunuh ikan-ikan kecil yg sebenarnya tidak perlu dipanen. Dengan ayat tersebut, mereka melarang penggunaan bom ikan karena dianggap sebagai perilaku yg berlebihan.
Selain ayat Alquran yang saya lihat di slide, ada juga bahan kuliah (notes) yang merupakan suplemen dari slide kuliah. Beliau lebih menjelaskan detil tentang peranan agama dalam konservasi lingkungan. Ini kutipan tulisannya:
Muhammad and the River
“One day, according to the Hadith (a book of traditional and authenticated accounts of the words and actions of the Prophet Muhammad p.b.u.h.), the Prophet was travelling from one town to the next with his followers. They were just crossing a river when it became time for prayers.
Naturally they used the river to perform the ritual ablutions required before prayer. However, the followers of the prophet were astonished to see him enter the river with a little bowl. This he filled with water and it was this water with which he performed the ablutions.
When asked why, surrounded by a whole river, he took so little water to use, he said that just because there is plenty this does not give us the right to waste or to take more than we really need (Ibn Maja, Sunan Ibn Maja, ed. F. ‘Abd al-Baqi, 1972, 1, 146)”.
Suatu hari, menurut Hadits (sebuah buku klasik dan otentik mengenai kata-kata dan tindakan Nabi Muhammad), Nabi sedang melakukan perjalanan dari satu kota ke kota berikutnya bersama para sahabatnya. Mereka baru saja menyebrangi sungai ketika waktu shalat tiba.
Tentu mereka menggunakan sungai untuk berwudhu sebelum shalat. Namun, para sahabat heran melihat beliau masuk ke sungai dengan mangkuk kecil. Mangkuk tersebut diisi air dan dengan air inilah yang beliau berwudhu.
Ketika ditanya mengapa, walau dikelilingi sungai, beliau mengambil air begitu sedikit untuk berwudhu. Beliau mengatakan bahwa hanya karena ada banyak air, tidak (serta merta) memberi kita hak untuk menyia-nyiakan atau mengambil lebih dari yang benar-benar kita butuhkan (HR Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, ed. Fuad ‘Abd al-Baqi, 1972, 1, 146).
Dalam kuliah ini, saya belajar bahwa pengelolaan lingkungan tidak hanya terpatok pada satu cara saja, dalam kasus ini dengan mengelola Mangrove. Masih ada cara lain yang efektif bahkan lebih sederhana dan low-cost (biayanya rendah). Meskipun negara-negara di Eropa dikenal sebagai negara-negara dengan teknologi tinggi, tetapi mereka banyak mempelajari pengelolaan dengan cara-cara sederhana. Dalam ilmu ekologi ada cabang ilmu etnobiologi, jadi sisi sosio-kultural-agama bisa masuk pertimbangan dalam strategi konservasi lingkungan.
Saya pernah berbincang tentang pengelolaan mangrove di Indonesia terkait bencana tsunami. Beliau membandingkan strategi pengelolaan ekosistem pesisir di Indonesia dan India sewaktu bencana tsunami melanda tahun 2004. Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia langsung memerintahkan untuk menanam Mangrove di seluruh pesisir, sedangkan pemerintah India hanya menanam Mangrove di beberapa wilayah pesisirnya. Menurut beliau, masih ada banyak cara untuk mitigasi tsunami, karena ekosistem Mangrove biasanya hanya ditemukan di pesisir yang landai.
Kuliah di Eropa juga membuka mata saya bahwa ada banyak cara untuk mencapai sesuatu, baik dalam hal mengelola lingkungan seperti yang saya ceritakan di atas, atau dalam hal cara berdakwah. Profesor muslim yang saya temui ini berdakwah dengan pendekatan ilmiah dan menurut saya hal ini jauh lebih baik daripada berdemo atas nama Allah. Menyampaikan ilmu itu hukumnya wajib dan begitu juga dengan berdakwah. Tentu lebih baik apabila keduanya saling bersinergis dan menginspirasi kaum pelajar muda untuk lebih memperdalam Islam.
* Penulis adalah alumni Biologi ITB angkatan 2004, sedang menempuh pendidikan S2 di jurusan Biologi di Vrije Universiteit Brussel.
Catatan dari Eropa: Belajar Pengelolaan Lingkungan Berbasis Agama from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami