Pada 4 Januari 2011 saya diundang menjadi salah satu narasumber FGD (Focus Group Discussion) tentang zona waktu Indonesia. Saya menyatakan bahwa menjadikan Indonesia menjadi satu zona waktu, di samping berdampak positif mempersatukan, ada juga dampak negatif berupa potensi inefisiensi. Hal ini mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim yang harus melaksanakan kewajiban shalat dhuhur.
Dengan menerapkan zona waktu tunggal dengan rujukan UT + 8 jam dan waktu istirahat pukul 12.00 – 13.00, di Jawa bagian Barat dan Sumatera (dengan sebaran sekitar 40% penduduk Indonesia) pada akhir waktu istirahat pegawai Muslim masih melaksanakan shalat dhuhur. Artinya ada inefisiensi waktu dengan jeda untuk shalat, yang biasanya bersamaan dengan istirahat makan siang. Malaysia dan Singapura mengatur waktu istirahatnya pukul 13.00 – 14.00 agar waktu shalat dhuhur masuk pada jam istirahat itu. Tetapi kalau waktu istirahat di Indonesia diterapkan pukul 13.00 – 14.00, di Papua sudah jauh melewati tengah hari. Itu pun berpotensi inefisiensi karena banyak pegawai yang mengambil waktu makan siang sebelum waktu istirahat. Sebenarnya jam kerja di Singapura yang mulai pukul 09.00 dan istirahat pukul 13.00 – 14.00 setara dengan awal waktu kerja di Indonesia pukul 08.00 WIB dan istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB.
Berikut ini makalah pokok bahasan (Wilayah Waktu Indonesia-Revisi) dan ppt presentasi saya saat FGD dengan beberapa revisi:
T. Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi Astrofisika, LAPAN
Zona Tunggal Waktu Indonesia Mempersatukan, tetapi Berpotensi Menimbulkan Inefisiensi from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami