Tak hanya manusia yang perlu kesejahteraan dari hidup hingga meninggalnya. Hewan pun sama. Untuk memenuhi hak-hak kesejahteraan hewan atau animal welfare, berbagai peraturan telah diresmikan. Di Indonesia, UU No. 18 Tahun 2009 menjelaskan bahwa animal welfare adalah segala yang berhubung dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alaminya. Manusia wajib melindungi, terutama hewan-hewan yang dimanfaatkan secara langsung oleh manusia, seperti hewan kurban. Bahkan, Rasulullah mengajarkan langsung bagaimana cara memperlakukan hewan kurban dengan baik.
“Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan pada segala sesuatu. Maka jika kamu membunuh, lakukanlah dengan cara terbaik (ihsan); jika kamu menyembelih binatang, sembelihlah dengan cara terbaik (ihsan), tajamkanlah pisaunya dan senangkanlah dia.” (H.R. Muslim)
Petunjuk dalam hadis tersebut sangat mempedulikan kondisi hewan kurban. Begitu pula beberapa hal lainnya dalam syariat penyembelihan hewan kurban, banyak yang senada dengan konsep animal welfare. Dwi Cipto Budinuryanto, Kepala Laboratorium Riset dan Pengujian Bioteknologi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad), mengamini hal tersebut. Menurutnya, aturan penyembelihan ala Islam memang sesuai dengan konsep yang beberapa dekade terakhir ini digagas masyarakat Barat tersebut.
“Dalam Islam, ternak sebelum dipotong harus dalam kondisi nyaman,” ujarnya saat diwawancarai Salman Media di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Peternakan Unpad, Jumat (11/9).
Menempatkan hewan kurban di tempat yang layak serta diberi minum merupakan cara agar hewan kurban merasa nyaman. Pisau yang dipakai untuk menyembelih tak boleh diperlihatkan. Lalu ketika menyembelih, pisau pun harus ditajamkan agar mudah memutus tiga saluran yang ada di leher; kerongkongan, tenggorokan dan dua pembuluh darah kanan-kiri. Dengan begitu, darah akan keluar secara maksimal.
“Semakin banyak dan cepat darah keluar, maka semakin cepat hewan tersebut mati dan semakin sedikit rasa sakit yang dialaminya,” papar dosen yang juga dokter hewan ini.
Dibandingkan dengan pemotongan hewan ala Barat, penyembelihan ala Islam tentu lebih baik. Di sana, terdapat proses stunning (pemingsanan). Menurut Dwi, keadaan pingsan tersebut membuat batasan tak jelas antara kondisi hidup dan matinya hewan. Jika kemudian hewan itu dipotong, darah akan keluar tak semaksimal ketika dalam keadaan sadar.
Selain itu, teknik itu lebih menyakitkan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian ilmiah Prof. Dr. Schultz dan Dr. Hazim dari Hannover University, Jerman. Dilansir dari chickoorganic.com, penelitian tersebut menyatakan bahwa rasa sakit pada sapi yang pingsan ketika dipotong lebih tinggi dibanding ketikasadar. Hal ini tercatat pada rekaman Electro Cardiograph (ECG) yang dipasang pada permukaan otak sapi.
Ternyata, gerakan sapi yang meronta-ronta bukanlah ekspresi kesakitan, tetapi keterkejutan otot saraf ketika darah mengalir deras. Berbeda dengan sapi yang dipotong saat pingsan.Rasa sakit telah dirasakannya sedari proses pemingsanan dan semakin menjadi ketika dipotong. Meski di sisi lain, sapi itu seperti tidak terlihat kesakitan karena sedang pingsan.
“Daging sapi yang dipotong melalui proses pemingsanan cenderung tidak bagus. Darahnya yang keluar tidak maksimal membuat bakteri cepat berkembang sehingga umur daging jadi pendek dan gampang busuk. Selain itu, daging tersebut kurang sehat untuk dikonsumsi,” jelas lelaki yang pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kemakmuran Masjid An-Nahl Fakultas Peternakan Unpad tahun 1999-2003 ini.
Perhatikan Hewan Kurban
Terkait pengelolaan hewan kurban di masyarakat, Dwi berpesan agar para pihak yang terkait memerhatikan keadaan hewan yang dikurbankan. Tak sedikit ia temui masyarakat yang belum melakukan hal tersebut. Mulai dari lingkungan tempat penginapan dan pemotongan hewan kurban yang kurang bersih, jenis pisau yang dipakai dalam penyembelihan dan pemotongan daging yang kurang tepat, dan sebagainya.
“Kalau di perkotaan seperti Bandung, pengelolaannya sudah baik. Namun, di perkampungan yang berada di luar kota cenderung agak kurang,” ujar Dwi yang kerap menjadi penyuluh tentang pengelolaan hewan kurban di area Jawa Barat.
Menurutnya, menyosialisasikan cara berkurban dengan benar merupakan salah satu solusi yang mesti digencarkan lagi. Selain itu, pengadaan tenaga ahli dalam pemeriksaan kelayakan hewan kurban dan pemotongannya juga diperlukan. Tentunya agar hewan yang akan dikurbankan mendapat hak kesejahteraannya.***