Mengapa banyak orang harus ribut-ribut soal kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM)? Apakah bila BBM murah, kita akan lebih baik? Atau malah dengan murahnya harga BBM, orang bebas menggunakan kendaraannya yang menyebabkan polusi udara meningkat? Bukankah itu lebih berbahaya lagi?
Saya pikir, keributan menyoal BBM karena kita, masyarakat Indonesia, yang terlalu percaya bahwa BBM adalah segalanya. BBM menyangkut transportasi, transportasi menyangkut distribusi pangan, dan pangan menyangkut perut. Transportasi juga menyangkut perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya. Semakin sering dan jauh perpindahannya, semakin banyak BBM yang diperlukan.
Semakin mahal biaya perut, identik dengan semakin sulitnya orang untuk hidup. Padahal, kita sendiri yang berangsur-angsur menutupi akses terhadap pangan ini. Kita sendiri yang memilih menjual tanah untuk berdirinya bangunan-bangunan beton. Kita sendiri yang memilih untuk menjauhkan akses pangan dari diri sendiri.
Padahal, dengan lahan pertanian, kita bisa menghasilkan sayuran, buah, dan padi untuk makan orang banyak. Dengan tanah, kita juga bisa memelihara domba dan sapi yang selalu siap dipotong bila sudah dewasa.
Dengan dekatnya sumber pangan, tak perlu lagi menggunakan alat transportasi untuk mengangkutnya. Bisa dengan sepeda, gerobak, delman, atau membawanya sendiri dengan berjalan kaki. Tidak menghasilkan polusi dan tidakperlu membeli BBM. Hidup murah dan lingkungan pun jadi sehat, bukan?
Begitu pula dengan tempat sekolah, bekerja, dan beraktivitas. Tak perlu mencari sekolah jauh-jauh. Toh, pengembangan diri itu ada di dalam. Lingkungan baik yang diyakini sebagai stimulus yang baik, mengapa juga harus dicari jauh-jauh? Mengapa tidak membangun lingkungan yang baik di rumah sendiri agar diri ini juga menjadi baik?
Juga tak perlu mencari pekerjaan jauh-jauh hingga harus pergi pagi pulang petang. Pekerjaan di tanah sendiri pun tak ada salahnya. Bukan pekerjaannya yang tidak berprestise dan menghasilkan pendapatan yang besar, tetapi diri kita lah yang tidak mau berusaha dan belajar untuk menjadi lebih baik. Atau kah kita tidak pernah mampu bersyukur sehingga selalu mengharapkan sesuatu yang lebih, lebih, dan lebih, tanpa pernah puas?
Keberjarakan kita dengan tanah, membuat kita juga berjarak pada kebijaksanaan dan kedaulatan. Tanah selalu identik dengan kebijaksanaan. Karena tanah selalu membawa orang pada bumi, pada kerendahan hati, dan pada kelapangan diri.
Tanah juga membawa kita menjadi daulat atas diri sendiri, atas kehendak kita, dan atas kebutuhan kita. Kehilangan tanah, membuat kita kehilangan kemampuan memproduksi pangan. Kehilangan daya produksi ini membawa kita pada kehilangan kedaulatan untuk mandiri. Karena pada akhirnya, kita menjadi bergantung kepada pihak yang memiliki “kunci” untuk kita memiliki akses terhadap pangan.
Tak heran bila orang-orang dulu memiliki wawasan yang bijak. Karena mereka menghargai bumi, mereka menghargai alam, dan mereka menghargai tanah. Tanah sebagai bahan kehidupan mereka, tanah sebagai tempat berpijak mereka, dan tanah sebagai tempat kembali jasad mereka.
BBM naik, kenapa harus bingung? Kenapa juga kita tidak meminta transportasi massal kepada pemerintah? Kenapa juga tidak menggunakan sepeda atau delman yang jelas-jelas tidak berpolusi dan tidak menggunakan BBM? Kenapa juga tidak meminta pemerintah mempertahankan lahan untuk kebun dan sawah?
Kalau pemerintah tidak mau menuruti, ya sudah, kita tidak usah membayar pajak lagi. Buat apa membayar pajak kalau pemerintah ternyata tidak mau bekerja untuk mensejahterakan rakyat?
BBM naik, saya setuju. Masyarakat berhemat, saya juga setuju. Masyarakat naik sepeda, juga saya setuju. Dan masyarakat menjadi bijak, pintar, cerdas, dan berdaulat, ini yang terbaik, dan saya sangat setuju.
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Naik? Saya Setuju! from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami