Quantcast
Channel: Masjid Salman ITB
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2618

Iqra: Bacalah dengan Nama Allah

$
0
0

 

(Ilustrasi: pixabay.com)

(Ilustrasi: pixabay.com)

Mengapa bintang bersinar?

Mengapa air mengalir?

Mengapa dunia berputar?

Lihat segalanya lebih dekat,

dan kau akan mengerti.

Penggalan lirik lagu “Lihatlah Lebih Dekat” yang dinyanyikan penyanyi cilik Indonesia, Sherina Munaf tadi tentu akrab di telinga kita. Di luar kesuksesan single dan film musikal, “Petualangan Sherina” tersebut, lirik lagu ini memiliki makna yang dalam; bagaimana kita memaknai segala yang tampak begitu sulit dimengerti, begitu besar, sedang diri ini terasa begitu kecil?

Pencarian akan arti hidup dan fenomena alam memang telah berlangsung sejak manusia pertama turun ke bumi. Kebertahanan eksistensi umat manusia praktis bergantung pada hasil pencarian itu. Tak jarang, manusia akhirnya mengakui keberadaan Sang Pencipta walau Ia tak kasat mata. Manusia “melihat lebih dekat” –membaca fenomena alam. Dari sanalah, kita menemukan tanda-tanda kebesaran Allah Swt.

Berawal dari salat yang telah ditetapkan waktu-waktunya. Kaum Muslim kemudian melakukan pengamatan pada alam. Mereka membaca bayang-bayang benda yang terkena sinar matahari. Bayang-bayang tadi kemudian menjadi indikator waktu menyembah Allah.

Itulah bentuk iqra yang dilakukan kaum Muslim dahulu, disampaikan oleh Astronom ITB Moedji Raharto, Jumat (30/10). Moedji menjelaskan, ilmu astronomi Islam bermula dari kebutuhan akan ibadah. Dari sana lalu muncullah penemuan-penemuan seperti kalender Hijriah, cara menentukan arah kiblat, dan sebagainya.

“Sejak awal ajaran Islam mengajarkan zikir dan pikir yang berpadu. Tak ada dikotomis antara keduanya,” tutur peneliti di Observatorium Boscha tersebut.

Ia menegaskan, dalam melakukan iqra, faktor sains selalu berdampingan dengan faktor keimanan dan ibadah. Islam jadi tak sekadar mengajarkan hal-hal yang fisikal namun juga hal yang gaib. Inilah yang kemudian membuat metodologi tersendiri dalam pandangan ilmu pengetahuannya.

Begitu banyak peneliti yang menemukan tanda-tanda kebesaran Allah dari fenomena alam. Namun, banyak pula yang seolah tak acuh karena tiadanya iman. Misalnya, pada kasus Stephen Hawking, ilmuwan Barat yang terkenal dengan “The Theory of Everything”-nya. Menurut Moedji, Stephen tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang rahasia alam semesta seperti cara pandang Islam. Dalam Islam, kita percaya bahwa Allah-lah yang mengatur alam semesta.

“Hidayah itu haknya Allah. Bahkan Nabi saw. saja tak kuasa mengubah keimanan pamannya (Abu Thalib –Red.) ketika wafat,” ujarnya berkomentar.

Maka dari itu, diperlukan adanya keimanan dalam ber-iqra bagi seorang muslim. Bahkan, pada ayat pertama yang diturunkan Allah kepada Rasulullah, diperintahkan agar manusia membaca dengan asma Allah. Hal ini menandakan bahwa ketika melakukan iqra, kita harus selalu berharap bimbingan dari Allah. Jika Allah sudah menyertai, maka hidayah dan petunjuk akan diberikan-Nya.

“Makin kita pelajari, makin kita tahu keluarbiasaan penciptaan Allah. Kita cuma harus bisa mengerti dan berusaha mengenal-Nya,” ujar doktor yang pernah menjadi narasumber pembuatan buku Tafsir Salman ini.

Semua orang bisa “membaca”. Tidak hanya ilmuwan, bahkan seorang anak sekali pun. Misalnya kisah Konsultan SDM dan Pendidikan Adriano Rusfi, saat buah hatinya berusia sekitar 7 tahun. Sang ibu bertanya, tukang sayur sudah lewat atau belum? Ia pun menjawab yakin bahwa tukang sayur belum lewat. Alasannya sederhana; kucing di sekitar rumah belum berlarian karena mencium aroma ikan yang biasa dijajakan tukang sayur.

“Setiap peristiwa selalu didahului tanda-tanda, tinggal kita peka atau tidak untuk membacanya,” ungkapnya saat diwawancarai Salman Media, Sabtu (31/10) lalu.

Dengan iqra, kita dapat membangun keimanan. Dengan iman, kita dibantu untuk melakukan iqra. Keduanya dapat saling berkaitan. Walaupun di sisi lain, jika kita beriman terlebih dahulu, maka proses iqra akan berlangsung lebih cepat.

“Keimanan sangat membantu, karena kitabullah (Alquran.red) dan sunnatullah (alam.red) yang kita baca sumbernya dari Allah Swt.,” ujar pria yang akrab disapa Bang Aad itu.

Anggota Dewan Pakar Masjid Salman ITB ini juga menegaskan bahwa kemampuan Iqra perlu dilatih, karena ia merupakan suatu proses. Allah mengisyaratkannya lewat ucapan “Kun Fayakun!” yang berarti “Jadi, maka jadilah!”. Bukannya “Kun Fakanna!” yang berarti “Jadi, maka langsung jadi!” Kata “jadilah” melambangkan Allah menyampaikan adanya proses.

Proses tadi pun tidak hanya terjadi dalam diri seorang Muslim. Proses iqra berlangsung dalam diri semua orang. Seperti kisah mualaf bimbingan Ustadz Yayat Supriatna, Manajer Bidang Dakwah Salman. Dengan kritis, ia mempertanyakan konsep Trinitas yang dahulu ia imani. Yayat mengatakan, sebenarnya sang murid sudah memiliki keraguan akan prinsip agama lamanya. Ia juga terus merasa gelisah.

“Setelah beliau baca-baca tentang Islam, ditambah cara berpikir beliau seperti itu, ya akhirnya masuk Islam,” kisah Yayat lewat pesan elektronik, Senin (2/10).

Menurutnya, alasan tiap orang untuk masuk Islam sangat beragam. Hidayah datang pada siapa saja, bahkan kepada mereka yang dahulu begitu tekun menjalani agama asalnya. Status Muslim yang kemudian mereka raih pun tidak disia-siakan. Usai menemukan Allah lewat proses iqra, mereka tidak membuang-buang waktu dan menjalani hidupnya dengan beribadah.

Salman Academy Ajak Jemaah Baca Kebesaran Allah Lewat Film

Ada banyak cara untuk semakin menggugah diri dalam mentafakuri ciptaan-Nya. Salah satunya, lewat film. Dilandaskan pemikiran bahwa film dapat menjadi media perubahan sosial, Salman Academy bekerja sama dengan Pusat Pengembangan Film dan TV (P2FTV) pimpinan produser film senior Budiyati Abiyoga, memproduksi film anak bertajuk “Iqro’: Bacalah!”.

Film “Iqro’” bercerita soal seorang anak bernama Aqila yang mau belajar Alquran setelah diiming-imingi mencoba teropong besar Boscha oleh kakeknya. Anak yang sangat mencintai dunia sains ini kemudian belajar lewat metode Iqra yang menyenangkan dan dibawa secara ringan.

“Iqro’” sendiri akan diisi dengan aktor dan aktris kenamaan Indonesia, seperti Cok Simbara, Ray Sahetapy, Neno Warisman, Ine Febriyanti, dan Mike Lucock. Peran Aqila akan dimainkan oleh Aisha Nurra Datau. Film ini sendiri direncanakan mulai syuting pada Desember mendatang. Diharapkan “Iqro’” dapat mengajak penontonnya untuk “membaca”, sebagai pangkal kemajuan umat Islam dan bangsa.[Eko][Nadhira]


Viewing all articles
Browse latest Browse all 2618

Latest Images

Trending Articles