Quantcast
Channel: Masjid Salman ITB
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2618

Muslim Proaktif, Ogah Provokatif (2): Bijak dalam Bermedia Sosial

$
0
0
macbook-606763_1920

Ilustrasi: pixabay.com

Islam difitnah. Banyak kaum muslim yang langsung meresponnya dengan cara men-share berbagai informasi pembelaan di dunia maya. Tak jarang perang opini pun berlangsung di media sosial (medsos). Tak jarang kata-kata hujatan, bahkan bahasa-bahasa yang provokatif keluar dari peryataan orang-orang yang mengaku sebagai muslim. Apakah seperti itu cara membela dan menunjukkan Islam sebagai agama yang mengajarkan kebaikan?

“Cobalah perlihatkan hal yang lebih etis,” ujar Alfathri Adlin, Jumat (4/12), kala di wawancarai Salman Media di ruang Rumah Alumni Salman ITB.

Menurutnya, sebagai muslim sepatutnya kita bersikap lebih baik dalam berprilaku di medsos. Kita dituntut kritis ketika berhadapan dengan suatu informasi di media, terutama medsos.

“Medsos itu anonim, nggak bisa konfirmasi. Ia adalah sebuah realitas semu atau hiperrealitas,” ujar pimpinan redaksi Penerbit Pustaka Matahari yang aktif di medsos Facebook tersebut.

Tipikal media online yang terlalu banyak informasi tersebar dan berceceran berimbas banyak pula informasi tidak jelas. Hal tersebut menuntut penggunanya kritis dan membutuhkan rujukan otoritatif yang dapat dipertanggungjawabkan. Alfathri menyampaikan, semestinya sebagai seorang muslim, kita jangan melupakan budaya literasi.

“Bacalah buku karena lebih punya rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan daripada sebuah blog yang entah siapa yang nulis,” ujar Kang Al, sapaan akrabnya.

Selain itu, Alfatri menegaskan agar jangan terlalu reaktif dalam menanggapi suatu informasi. Misalnya, menggunakan kata-kata provokatif, mengatakan kafir kepada sesama muslim, dan sebagainya. Belajarlah bahwa kita bukan orang yang sempurna dan janganlah merasa paling benar. Marilah mencoba untuk lebih terbuka.

 

Jadilah Bijak dan Manfaatkan Momen

Karakteristik orang sekarang umumnya tak suka digurui. Lakunya buku tentang kisah-kisah inspiratif merupakan salah satu buktinya. Menurut Alfathri, orang-orang tak selalu setuju dengan apa yang kita jika diungkapkan secara langsung. Memberikan contoh dengan sikap dan perilaku cenderung lebih efektif.

Misalnya, ketika ada sebuah posting-an yang tendensius di medsos, janganlah terburu-buru untuk berkomentar. Bisa jadi malah terprovokasi oleh komentar-komentar lainnya yang ada di sana. Alfathri menganjurkan agar kita menuliskan tulisan tanggapan di beranda sendiri dan tidak memprovokasi. Bijak dalam menanggapi sesuatu adalah sikap yang harus kita pegang.

“Kemarin aku begitu cerdas, maka aku ingin mengubah dunia. Hari ini, aku menjadi bijak, maka aku mengubah diriku sendiri,” ujarnya mengutip perkataan penyair sufistik, Jalaluddin Rumi.

Selain itu, kita juga dapat memanfaatkan momen ketika pihak yang provokatif menyerang Islam. Buktikan bahwa Islam tidak seperti apa yang dituduhkan. Salah satunya dengan kita membuka pintu untuk mereka mengenal Islam secara lebih utuh dan mendalam.

“Banyak kejadian para pembenci Islam justru malah masuk Islam setelah mereka mempelajari Islam dengan serius. Akhirnya mereka menyadari bahwa ketakutan dan kebencian mereka terhadap Islam bukanlah suatu yang berdasar, melainkan permainan media saja,” papar Irfan Habibie Martanegara, mahasiswa doktoral Universitas Ibnu Khaldun ini saat diwawancarai Salman Media via pesan singkat, Senin (7/11). (Ed: EA)


Viewing all articles
Browse latest Browse all 2618

Trending Articles