“Zizek ini punya tanda-tanda untuk menjadi filsuf besar, tetapi nyatanya, namanya tidak terlalu besar kini.”
Begitu papar Reverendus Dominus Thomas Kristiatmo mengenai Slavoj Zizek ketika mengisi Kuliah Pengantar Mengenal Pemikiran Slavoj Zizek, Sabtu (9/12/2011) lalu di Gedung Sayap Selatan Masjid Salman ITB. Slavoj Zizek tidaklah sementereng Immanuel Kant atau Hegel. Bahkan, jika dibandingkan dengan filsuf postmodern macam Foucault atau Heidegger, Zizek seolah tenggelam.
“Ini wajar, karena filsafat kontemporer hanya membongkar-pasang pemikiran. Tidak menghasilkan sesuatu yang sama sekali baru. Tidak ada yang seperti Kant– membahas filsafat secara keseluruhan,” papar pria yang menyandang gelar pastor ini.
Kemudian, Atmo, panggilan akrab sang pastor memaparkan karakter-karakter dari Slavoj Zizek secara garis besar.
Slavoj Zizek adalah orang yang dingin. Menurut Atmo, karakter too cool dari tempat kelahiran Zizek, Slovenia, merupakan sesuatu yang wajar.
Zizek bukanlah pembicara yang baik. Atmo menggambarkan Zizek sebagai orang yang gugup. Bahasa Inggrisnya pun tidak terlalu baik. Dalam tayangan video kuliah umumnya pun, terlihat Zizek sering memegang hidung. Penampilannya pun cenderung kumuh. Namun terlepas itu, pemikiran-pemikiran yang ia kemukakan tentu selalu menyaring penggemar tersendiri.
Seperti filsuf kontemporer lain, Zizek adalah seseorang yang tidak membedakan seni ke dalam dua bagian, high art dan low art. Atmo menjelaskan, high art adalah kesenian yang dianggap elit seperti wayang, tari-tarian, musik Baroque, dan semacamnya. Sedangkan low art adalah kesenian rakyat seperti tayub, kuda lumping, dan lagu-lagu rakyat.
“Pada tahun 1960-an, kebanyakan filsuf menganggap bahwa semua seni adalah sama-sama art,” jelas Atmo.
Kemudian, teks-teks yang ditulis oleh Zizek merupakan apa yang dikatakan Roland Barthes sebagai writerly text. Teks-teks yang Zizek tulis parsial, tidak utuh seperti filsuf-filsuf Yunani zaman dahulu. Teks jenis ini konon, ujar Atmo, mendorong pembacanya untuk menyelesaikan tulisan tersebut.
Satu lagi, Zizek adalah seorang filsuf yang anti-descriptivist atau obscurantist. Tidak seperti filsuf-filsuf yang memberikan pencerahan, justru Zizek adalah filsuf yang membuat suatu bahasan menjadi kabur. Ya, seperti filsuf post-mo pada umumnya!
“Pada zaman kita, batas-batas semakin menjadi kabur. Semakin susah mengatakan sesuatu itu benar atau tidak,“ tutur Atmo.
Zizek adalah filsuf yang menghargai manusia sebagai subjek. Tidak seperti Lacan dan Freud yang menganggap jika individu semata-mata terbentuk karena struktur. ***
Siapakah Slavoj Zizek? from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami