Benar Bung Karno adalah Pahlawan. Benar Bung Hatta pun pahlawan. Pahlawan bisa seorang pemimpin atau hanya orang biasa. Tapi di era teknologi yang terus bertransformasi ini seperti apa sosok pahlawan itu?
Pada tahun 2011 silam, dunia dikejutkan dengan merebaknya aksi demonstrasi di sejumlah negara arab dan afrika. Para demonstran menuntut penguasa turun dari kursi kekuasaan yang telah diduduki selama puluhan tahun. Kita kemudian mengenalnya dengan “revolusi musim semi arab”
Revolusi pertama-tama muncul di Tunisia. Aksi bakar diri seorang pemuda, Mohammed Bouazizi yang kecewa atas kesewenang-wenangan pemerintah, telah membakar juga amarah rakyat Tunisia. Tak jauh dari tempat Bouazizi melakukan bakar diri, para pemuda berkumpul setiap hari. Di sana mereka mengekspresikan pandangan pada siapa saja yang mengeluarkan notebook.
Abrakadabra! Aksi para pemuda di Tunisia sontak menjalar ke negara-negara lain. Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, dan Suriah pun terjangkiti virus revolusi. Disinilah kita akan mengenal “pahlawan” sekaligus media yang disebut-sebut sebagai biang merebaknya revolusi musim semi arab: Sosial Media.
Seorang aktivis media Mesir mengatakan bahwa para pemuda memanfaatkan dengan baik situs-situs jejaring sosial untuk menyebarkan peristiwa yang pada girlirannya membantu penyebaran aksi pemberontakan. Banyak kalangan menyebut revolusi musim semi ini sebagai revolusi twitter pertama di dunia.
Hanan Solayman, seorang jurnalis lepas di Kairo menyebut sosial media memang telah memainkan peranan besar dalam memobilisasi massa selama revolusi. Namun, revolusi bukan soal twitter dan facebook. Media-media ini hanyalah alat untuk menggulirkan perjuangan bersama.
Lain lagi dengan Larnia Makkadam. Wartawan radio Netherland ini online hingga jam 2 pagi saat revolusi di tanah kelahirannya terjadi. Dari facebook ia mendapat banyak informasi tentang berbagai hal yang terjadi di sana.
Dalam perubahan sosial dengan media sosial, Roby Muhamad menulis adalah berlebihan jika kita mengatakan bahwa sosial media adalah “yang utama” dalam revolusi di arab. Namun, salah juga jika sosial media hanya berdampak kecil dalam revolusi tersebut. Sosial media teleh membentuk yang disebut dengan “identitas kolektif”.
Identitas kolektif ini terbangun justru oleh sosial media yang bersifat maya. Karena sifatnya yang maya, perbedaan-perbedaan sosial yang sebenarnya begitu besar di antara bangsa-bangsa –Arab dan Afrika- tersebut menjadi teredusir. Kemudian digantikan oleh perasaan senasib di antara mereka.***
The post Pahlawanku Adalah Sosial Media appeared first on Masjid Salman ITB.