Setiap tahun ada saja tayangan televisi yang mengundang reaksi keras masyarakat. Kali ini protes keras tersebut santer dilayangkan pada program ‘Yuk Keep Smile’ di Trans TV.
Beberapa pihak menilai program tersebut mengandung unsur-unsur tidak pantas. Misalnya pada segmen di mana penonton, pengisi acara, sekaligus kru berjoget diiringi lagu dan lirik yang juga dianggap tidak senonoh.
Menanggapi tak bermutunya YKS, Rifqi Alfian dari Gresik membuat petisi di Change.org. Petisi itu mengumpulkan dukungan untuk membuat Trans TV menghentikan program YKS.
Menurut Ketua Unit Salman Film Salman ITB Iqbal Alfajri, media itu kompleks. Banyak pemain di dalamnya. Tayangan tak baik harus dihadapi dengan sesuatu yang kompleks juga, bukan sekadar membuat petisi.
“Kita harus memikirkan jawabannya untuk media, pemerintah, dan masyarakat. Kalau untuk semua lembaga yang terkait televisi ada solusinya, kita akan dianggap serius,” tutup Iqbal.
Bagi Iqbal, fenomena macam itu jangan hanya ditanggapi dari satu sisi. Media berada dalam sistem yang kompleks, di mana banyak ‘pemain’ di dalamnya. Masalah konten media juga harus dilihat dari segi budaya.
“Itu akumulasi kenapa sampai ada konten seperti itu. Nggak bisa kita lihat dari satu sisi saja. Ini hanya puncak gunung es, hanya dampak. Tapi kalau kita lihat, hulunya dari mana saja? Dari lembaga pendidikannya, lembaga pemerintahnya, pebisnisnya?” tuturnya di Sekretariat Salman Film, Senin (13/1).
Solusi paling efektif ialah mengetatkan dan menegaskan regulasi konten. Salah satu cara yang efektif, menurut Iqbal ialah sistem rating.
Masalahnya, belum ada aturan yang benar-benar mengikat secara jelas batas-batas rating suatu acara televisi. Masyarakat yang belum mengenal literasi media jadi korban. Akibat buramnya sistem rating, banyak tayangan yang tidak pantas ditonton anak-anak, misalnya, malah ditayangkan di jam sibuk (prime time)
“Kalau saya lihat di luar negeri program yang lebih hancur banyak, tapi ratingnya jelas. Jadi biarlah YKS tayang, tapi jangan di Prime Time,” tegas salah satu penggagas Media Watch di Masjid Salman.
Mesti Berkelanjutan
Konten-konten tak mendidik di media merupakan hasil dari ‘semangat bisnis’ para penguasa media. Idealisme pun merupakan hal yang dilematis karena pemilik media dihadapkan pada resiko merugi. Iqbal beropini, sebaiknya pemerhati media tak hanya melempar kritik, tapi memberikan solusi.
“Sekarang saya tanya, ada tidak orang atau lembaga yang memikirkan dengan serius masyarakat mau dihibur dengan formula apa? Baru sebatas reaksi, tapi tidak ada yang bisa ditawarkan,” ujarnya.
The post Petisi Tak Cukup Halau Bahaya TV appeared first on Masjid Salman ITB.