Banjir saat ini tidak hanya melanda Jakarta. Kota-kota besar lain di luar jawa pun kini mulai dilanda bencana tersebut. Ini menunjukan frekuensi banjir bertambah dan wilayah cakupannya meluas.
Salah satu bencana yang perlu kita cermati yaitu banjir bandang yang melanda kota Manado, ibu kota Provinsi Sulawesi Utara kemarin. Luapan sungai Tondano yang tak terkendali menyebabkan wilyah-wilayah yang ada di kota Manado terendam air 2 sampai 4 meter. Tak ayal Manado pun lumpuh.
Banjir juga melanda wilayah-wilayah lain seperti Bandung, Makasar, Semarang, Cirebon, dan Jambi. Bencana banjir yang melanda wilayah-wilayah di Indonesia ini bukan datang tanpa sebab.
Armi Susandi, Ketua Program Studi Meteorologi ITB menyatakan, awan di Indonesia tumbuh sangat cepat akhir-akhir ini. Adanya fenomena tekanan rendah di utara Indonesia dipadukan dengan angin yang membawa uap air dari laut cina selatan menyebabkan pertumbuhan awan yang hebat. Hal ini mengakibatkan curah hujan di wilayah-wilayah Indonesia menjadi tinggi.
“Fenomena ini disebut upaya alam menyesuaikan diri dan menjaga keseimbangan,” tutur Armi saat diwawancara Salman Media di ruang kantornya (16/01).
Ia melanjutkan, selain faktor cuaca, banjir ini diakibatkan daya dukung insfratuktur di Indonesia tidak bagus. Lahan yang tadinya menjadi daerah resahan air telah banyak yang hilang. Kemudian saluran air dan sungai juga tidak terawat, sehingga air yang datang pun tidak lagi tertampung.
“Kalau kita bandingkan mana yang paling dominan? Bukan hujan. Hujan itu hanya penambah saja, Ini karena total air di dunia ini tetap, tetapi persedian lahan kan tidak tetap,” ungkap Armi.
Perubahan Iklim
Armi yang juga Wakil ketua Pokja Adaptasi DNPI (Dewan Nasional Perubahan Iklim) menjelaskan, iklim di dunia ini cenderung mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena alam merespon pengaruh aktivitas manusia.
Menurut Armi, manusialah yang menyebabkan semua perubahan ini. Manusia menguluarkan gas karbondioksida dari aktvitasnya, misalnya melalui kendaraan bermotor. Karbondioksida ini menyebabkan gradasi matahari yang dipantulkan ke permukaan bumi tidak bisa memantul lagi karena tertahan. Ini disebut efek rumah kaca.
“Pemanasan global ini menyebabkan alam tidak seimbang,” ungkap Armi, lulusan Max Planck Institute for Meteorology, Jerman. Pemanasan global ini mengakibatkan bencana yang semakin intensif.
Armi menuturkan, intensitas ini tidak akan berkurang selama tiga hal terus bertambah. Pertama, jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan produksi karbondioksida juga bertambah. Kedua, pembangunan bertambah, produksi karbondioksida juga bertambah. Dan ketiga, teknologi yang makin maju menyebabkan konsumsi energi makin tinggi, dan jejak karbon makin besar.
Perlu Peran Semua Pihak
Armi melihat, masalah lingkungan ini menjadi masalah penting dalam pembangunan. Fakta-fakta di lapangan sudah diketahu bersama. Para ahli sering memeberikan rekomendasi untuk mencegah dan mengatasi bencana ini.
Namun Armi menilai, dalam menelurkan kebijakan, pertimbangan politik dan ekonomi lebih menonjol. Faktor lingkungan seringkali dikesampingkan. “Pemerintah harus memimpin upaya penanggulangan bencana ini, yaitu dengan upaya struktural bukan hanya himbauan,” ungkap Armi.
Armi menjelaskan, fenomena ini harus kita sikapi sesuai porsi peran masing-masing. Masyarakat harus disiplin, salah satunya tidak membuang sampah sembarangan. Sedangkan porsi kelompok masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah memberikan bantuan dan melindungi kepentingan masyarakat.***
The post Semua Punya Peran Atasi Banjir appeared first on Masjid Salman ITB.