
Puluhan perwakilan guru honorer dari Taman Kanak-Kanak (TK) se-Bandung Raya mengumpulkan berkas untuk syarat penerima dana hibah di Gedung Indonesia Menggugat, Senin (28/4) lalu. (Foto: Nadhira R.)
Dalam Islam, kebahagaian hidup di dunia harus dicapai dengan ilmu. Kebahagiaan hidup di akhirat juga harus diraih dengan ilmu. Intinya, kebahagiaan hidup dunia akhirat harus dengan ilmu.
“Majunya suatu peradaban karena ilmu pengetahuan. Garda terdepan yang mengawal perkembangan peradaban adalah para pendidik,” tegas Badrudin, Ketua Jurusan Manajamen Pendidikan Islam (MPI), UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Penghormatan terhadap ilmuan ini dimulai dari janji Allah SWT dengan mengangkat derajat yang tinggi bagi para ilmuan. Bagi Badrudin, mereka adalah pendidik atau ulama. Hal ini dijelaskandalam Alquran surat Mujadilah ayat 11.
Ketika para pendidik atau ulama melakukan riset dalam mencari ilmu, malaikat pun meridhai langkah-langkah mereka dengan mengepakan sayap-sayapnya. “Bahkan ikan-ikan di air ikut mendoakan para pencari ilmu,” lanjut Badrudin.
Islam memiliki acuan nilai yang jelas bagaimana menghormati pendidik atau guru. Ini diimplementasikan dalam bentuk penghormatan dan pemberian kesejahteraan terhadap jasa-jasa mereka di bidang pendidikan. Badrudin berpendapat, Indonesia sudah saatnya mempertimbangkan acuan nilai islam yang menempatklan penghormatan yang tinggi terhadap pendidik dan ilmuan.
Badrudin menceritakan, di Indonesia penghargaan terhadap guru mengalami dinamika. Ia ingat tahun 1990 gaji guru itu 150 ribu untuk golongan 3A yang lulusan sarjana. Saat itu peternak bebek saja memiliki pengahasilan lebih besar dari gaji Guru.
“Ini sebuah fakta sosial yang menunjukan bahwa ada pemandangan yang begitu tidak elok bagaimana kita menghormati para pendidik,” tutur Badrudin.
Badrudin menimbang, dalam skala nasional nampaknya ini persoalan anggaran atau alokasi nilai. Namun dalam perspektif perencanaan pembangunan, kurangnya insentif kepada pendidik diakibatkan oleh mindetIndonesia sebagai negara berkembang.
“Walhasil, perencanaan pembangunan Indonesia punangin-anginan, tergantung selera dari pemangku politik atau kebijakan,” keluh Badrudin.
Menurut Badrudin penghargaan terhadap jasa guru honorer sangat tidak manusiawi. Ada sekolah yang membayar guru honorer satu bulan 300 ribu rupiah. Pemerintah harus membuka mata di sini.
“Bagaimana Indonesia mau maju? Indonesia akan maju jika melakukan gerakan evolusi melalui pendidikan. Berbicara pendidikan, maka harus ada perhatian terhadap para pendidik atau guru,” tegas Badrudin.
Ia menilai, pemerintah saat ini masih sepihak memandang para pendidik, baik guru Pgawai Negeri Sipil (PNS) maupun guru honorer. Harusnya pemerintah melihat secara makro. Baik guru honorer maupun PNS sama-sama berjuang di dunia pendidikan.
“Mereka sama-sama harus mendapat penghormatan dan apresiasi atas jasanya,” simpulnya.
Ia menuturkan, penghormatan secara manusiawi terhadap para pendidik ini harus menjadi perhatian besar pemerintah Indonesia. Pemerintah merasa sudah melaksanakan tugas dengan memberikan gaji terhadap PNS. Tapi untuk guru honorer masih belum ada penyelesaian yang menyeluruh.
“Dalam skala nasional, perlu ada kajian akademik dengan melibatkan pakar dari Perguruan Tinggi yang melakukan riset ulang tentang kesejahteraan guru atau pendidik, baik negeri atau swasta,” ungkap Badrudin.
Riset tersebut nantinya harus menjadi pertimbangan pemerintah. Badrudin menilai, penyelenggaraan pembangunan di Indonesia belum melibatkan perguruan tinggi sebagai mitra yang melakukan riset. “Pembangunan Indonesia untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan nasional harus dicapai dengan menghargai ilmuwan dan guru,” ujarnya.
Jangan lagi menafikan perbaikan kesejahteraan guru mentang-mentang ada pepatah jika guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah pahlawan yang jasa-jasanya harus dihargai.***