
Komalasari (35), berfoto bersama dengan murid di PAUD Kuncup Mekar, Jum’at (25/4) lalu. (Foto: Nenden J.)
Dahulu, di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Lalu Khalifah Umar bin Khathab memberikan gaji kepada mereka sebesar 15 dinar setiap bulan. 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jika dikalikan maka dalam sebulan guru itu menerima gaji 63,75 gram emas.
Jika dianalogikan dengan kondisi Indonesia saat ini. Harga 1 gram emas yang 18 karat senilai 500ribu rupiah/gram, maka 63,75 gram senilai dengan Rp. 31.875.000. Kisah ini dipaparkan Ad Damsyiqy dari Al Wadliyah bin Atha.
“Orang-orang saat ini kehilangan jejak historis. Sejarah sudah membuktikan best practice di bidang kesejahteraan guru adalah pada periode kekhalifahan Umar Bin Khatab,” ungkap Ketua jurusan Manajamen Pendidikan Islam (MPI), UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dr. Badrudin, M.Ag kepada Salman Media (02/05).
Syekh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’lim mengatakan, mengajar satu huruf dihargai 1000 dirham. 1 dirham sama dengan 2,975 gram perak. Berarti mengajarkan satu huruf dihargai 2.975 gram perak. Berapa huruf dalam sehari yang diajarkan guru kepada murid-muridnya.
“Huruf membentuk suku kata, membentuk kata, membentuk kalimat, membentuk paragraf, hingga membentuk wacana. Dalam sehari berapa pesan yang disampaikan guru? Bisa tak terhingga,” ungkap Badrudin.
Sehingga dalam praktek ini, menurut Syekh Az-Zarnuji kekufuran manusia karena melaksanakan kemaksiatan dan termasuk kekufuran bila meninggalkan penghormatan terhadap guru.
“Di sini menunjukkan, guru adalah sosok yang patut dihormati. Guru dalam Islam sama derajatnya dengan ulama karena memiliki ilmu pengetahuan,” tegas Badrudin.
Badrudin menjelaskan, penghargaan islam terhadap profesi Guru ini bisa kita lihat dengan beberapa pendekatan. Pertama pendekatan normatif dengan merujuk pada Alquran, Hadist dan pendapat ulama.
Kedua dengan pendekatan historis, dimana praktik apreasiasi atau penghargaan terhadap guru dalam islam sudah lama dilakukan. Kemudian melalui pendekatan politik atau kebijakan, beberapa khalifah telah melakukan praktik terbaik dalam rangka menghormati praktisi pendidik.
“Jadi dengan melakukan pendekatan normatif terhadap teks, kemudian pendekatan historis, dan pendekatan politik atau kebijakan, terbukti Islam sudah punya best practice dan nilai bagaimana menghargai para pendidik atau guru,” ungkap Badrudin.
Guru tak boleh menuntut upah, negara wajib bayar upah pendidik
Hal senada juga diungkapkan M. Yajid Kalam, Manajer Bidang Dakwah Masjid Salman ITB, kalau masalah kesejahteraan, islam mengatakan semua harus diperhatikan kesejahteraannya. Islam tidak melihat perbedaan, apakah dia buruh, pengusaha, guru dan yang layak harus diperhatikan kesejahteraannya.
Nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan, “Orang yang sebetulnya paling berjak menerima upah adalah pengajar Al-Quran.” Menurut Yajid, Alquran di sini bisa dimaknai dalam arti sempit, yaitu Alquran yang umat islam baca. Alquran ini juga bisa dimaknai lebih luas, dalam arti pengajar Alquran ini adalah guru.
“Guru mengajarkan kebaikan, etika, sopan santun, akhlak, dan disiplin ilmu tertentu,” ungkap Yajid saat diwawancarai Salman Media.
Namun Yajid mengatakan, sebagian ulama seperti Imam Ghazali mengharamkan orang-orang yang memiliki ilmu mensyaratkan upah tertentu untuk kesediannya mengajar. Bagi sang imam, mengajar itu kewajiban keagamaan. Orang yang mempunyai ilmu tidak boleh menyembunyikan ilmunya.
“Orang yang memiliki ilmu tidak boleh menyatakan: Saya baru mau mengajar jika dibayar sekian, kalau nggak dibayar sekian, saya nggak mau,” tutur Yajid.
Kendati demikian, negara harus mahir mengatur kesejahteraan rakyatnya, termasuk guru. Ulama-ulama yang mengharamkan guru meminta gaji pun mengatakan ia harus tetap diperhatikan kesejahteraannya. Guru harus diperhatikan kesejahteraannya supaya ia tidak meminta-minta.
“Ketika guru sudah meminta-minta untuk kesejahteraannya, maka itu akan menimbulkan pergeseran nilai: dari pendidikan ke transaksi industri,” tegas Yajid. Ketika sudah ada sistem penggajiannya, maka guru berhak menerima sesuai dengan kebutuhannya.
Yajid melanjutkan, kesejahteraan guru ini tanggung jawab penuntut ilmu. Kalau penuntut ilmu ini tidak memiliki kecukupan atau masih kecil, maka yang bertanggung jawab adalah walinya. Kalau walinya tidak mampu, maka yang bertanggung jawab adalah tetangga dan kerabatnya. “Kalau tetangga dan kerabatnya tidak mampu, maka ini menjadi tanggung jawab negaranya.”
Menyitir Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Ahkaam, Yajid mengatakan seorang imam atau kepala negara berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan termasuk kesejahteraan guru. “Diwajibkan atas seorang imam untuk menangani masalah itu dan menggaji orang-orang tertentu untuk mendidik masyarakat,” ungkapnya.