
Salah satu adegan dalam film “Langka Receh” (2005), sebuah film yang bertemakan praktik korupsi. (Foto: jkfb.wordpress.com)
Maraknya kecurangan yang dilakukan oknum pemerintah, mulai dari tingkat desa hingga negara, tak hanya menggerakan hati para aktivis jalanan untuk berontak. Nyatanya, Salman melalui Salman Film beranjak melakukan aksi untuk mengikis korupsi.
Festival Film Salman, gelaran yang pertama kali digelar pada tahun 2013 ini, dibuka selama dua hari dan menyuguhkan beragam kegiatan seperti pemutaran film, workshop video, dan juga talkshow dengan tema “Film dan Budaya Anti Korupsi” pada hari sabtu (30/08) hingga ahad (31/08) 2014.
“Salman mengapresiasi film-film anti korupsi. Konten film sendiri cukup kuat dan cocok untuk dipahami oleh seluruh elemen masyarakat,” ujar Iqbal Al-Farizi selaku penanggungjawab Festival Film Salman.
Ia menambahkan, potensi film sebagai media bisa dimanfaatkan sebagai “perangat” untuk mengubah budaya manusia. “Budaya korupsi, harus dikendalikan sejak dini” imbuhnya.
Lebih jauh lagi, Iqbal berharap agar peserta tak berhenti mempelajari film dan bahaya korupsi seiring dengan berakhirnya festival film salman 2014, ia berharap peserta dapat turut aktif dalam pembuatan film endek, khususnya mengenai korupsi, dan turut ambil dalam kompetisi film yang digelar oleh KPK. Info mengenai kompetisi film yang masih terus dibuka hingga tanggal 31 Oktober 2014 ini, dapat diakses langsung di www.acffest.org .
Korupsi bukan budaya, tapi penyakit
Diskusi mengenai film dan korupsi yang dilaksanakan di GSG Salman, Minggu (31/08). Diskusi ini menghadirkan Ir. Budiyati Abiyoga (produser film senior), Dr. Yasraf Amir Piliang (Pakar Budaya Visual ITB), dan Oentarto Wibowo (Kepala Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai) sebagai pemateri.
Dalam diskusinya, Budiyati menerangkat bahwa korupsi bukanlah budaya. Ia menuturkan, bahwa budaya adalah sesuatu yang memiliki nilai positif. “Budaya adalah sesuatu yang dilakukan sehari-hari yang memiliki value, dan korupsi tidak memberikan value, jadi itu adalah penyakit,” paparnya.
Diskusi yang dilaksanakan seusai istirahat zuhur itu, diakhiri dengan pembagian merchandise kepada para peserta yang turut aktif selama diskusi.
Salah satu peserta yang mendapatkan merchandise adalah Gigih Agung P, mahasiswa SITH angkatan 2014 ini. Ia mengaku senang mengikuti Festival Salman Film. Menurutnya kegiatan diskusi ini mampu membuka pikirannya, dan menambah wawasan. “Setelah mengikuti diskusi ini, pikiran saya jadi terbuka. Saya jadi berminat di bidang perfilman,” tutup pemuda yang tertarik untuk menjadi seorang scriptwriter ini.***