Gerhana merupakan peristiwa alam yang rutin terjadi. Dalam Islam, gerhana merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah terhadap peredaran bulan dan bumi. Ketika gerhana terjadi, umat Islam disunahkan untuk melakukan Shalat Gerhana. Lalu, seperti apakah shalat gerhana menurut imam dari 4 mazhab besar yang ada di dunia.
Untuk menjawab pertanyaan sederhana ini, saya menemui Muhammad Yajid Kalam, manajer Divisi Pelayanan dan Dakwah (DPD) YPM Salman ITB. Di temui di kantor DPD Salman ITB pada Kamis (08/12), Yajid menjelaskan bahwa terdapat berbagai pendapat dalam pelaksanaan shalat gerhana dipandang dari empat mazhab besar di dunia.
Tiga mazhab, yaitu Maliki, Hambali dan Syafi’i, sepakat bahwa shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dengan dua kali Alfatihah dan dua kali rukuk dalam setiap raka’atnya. Sementara menurut Mazhab Hanafi, shalat gerhana ini dilaksanakan tidak berbeda dengan shalat sunnah yang lain, yaitu satu kali membaca Alfatihah dan satu kali rukuk dalam setiap raka’atnya.
Sementara dari segi jumlah raka’at, Mazhab Hanafi mengatakan paling sedikit dua raka’at. Boleh lebih dari dua raka’at, hanya yang paling utama adalah 4 raka’at dilaksanakan dengan satu kali salam. Setelah shalat selesai, dilanjutkan dengan khutbah.
Shalat gerhana ini sebaiknya memang dilakukan secara berjama’ah. Namun jika tidak memungkinkan, tidak masalah dilakukan sendiri dan tidak perlu ada khutbah.
Dari segi bacaan, tiga mazhab tadi menganjurkan untuk membaca surat Al-Baqarah setelah Alfatihah yang pertama, surat Al-Imran setelah Al-Fatihah yang kedua, surat An-Nisa setelah Al-Fatihah yang ketiga, dan surat Al-Maidah setelah Al-Fatihah yang terakhir.
“Itu anjurannya. Kalau tidak mampu, yang kita mampu saja,” terang lulusan Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya ini. Karena shalat gerhana anjurannya memang dilaksanakan dengan shalat yang panjang. Bahkan kalau bisa, sampai gerhananya hilang.
Sementara Mazhab Hanafi menganjurkan untuk membaca surat Al-Baqarah pada raka’at pertama dan Al-Imran pada raka’at kedua. Untuk raka’at ketiga dan keempat, Yajid mengaku belum menemukan riwayatnya.
Untuk masalah rukuk dan sujud, juga disunnahkan panjang. Hanya saja ukurannya berbeda-beda. Pada Mazhab Hanafi, rukuk dan sujudnya disunnahkan panjang, meskipun tidak ada ukuran yang pasti dan tidak ada batasannya.
Pada Mazhab Hambali juga tidak ada batasannya. Hanya saja Mazhab Hambali menganjurkan bahwa rukuk yang pertama pada raka’at pertama kira-kira sama panjangnya dengan membaca seratus ayat Alquran dan di rukuk yang kedua panjangnya sama dengan membaca tujuh puluh ayat Alquran. Begitu pun pada rukuk di raka’at kedua.
Sementara itu Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa ukuran panjang rukuk yang pertama kira-kira sama dengan membaca seratus ayat dari surat Al-Baqarah, kemudian pada rukuk yang kedua ukurannya sama dengan delapan puluh ayat surat Al-Baqarah, di rukuk yang ketiga sama dengan tujuh puluh ayat surat Al-Baqarah, dan pada rukuk yang terakhir sama dengan lima puluh ayat surat Al-Baqarah.
Mazhab Maliki menganjurkan hal yang sedikit berbeda. Pada rukuk pertama, kira-kira ukurannya sepanjang membaca seluruh surat Al-Baqarah, rukuk yang kedua sepanjang membaca surat Al-Imran, rukuk yang ketiga sepanjang membaca surat An-Nisa, dan rukuk yang keempat sepanjang membaca surat Al-Maidah.
Meski keempat mazhab tersebut berbeda, prinsipnya tetap sama, yaitu bacaan sholat akan selalu lebih panjang dari yang berikutnya.
Sementara untuk pengamalan, di Indonesia sendiri, menurut Yajid yang lebih umum digunakan biasanya yang dua kali rukuk dan dua kali Al-Fatihah dalam satu raka’at. “Yang Mazhab Hanafi itu hampir tidak ada yang mengamalkan,” terangnya.
Ada satu hal penting yang saya pelajari tentang pengertian sunnah melalui Yazid, yaitu sunnah memang tidak berdosa jika ditinggalkan. Namun jika kita sangat mampu melakukannya tapi meninggalkannya, maka kita tercela.***
Shalat Gerhana Menurut Imam 4 Mazhab from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami