
Majelis Ilmu Salman bersama Ustaz Syamsuddin Arief (kiri), Ahad (25/10), di ruang utama Masjid Salman ITB dalam rangkaian acara Salman Days Out Picnic.
Oleh : Mohammad Hasan
“Masa muda adalah bagian dari pada masa kegilaan,” ujar Mustafa Debu kala diwawancari Salman Media, Kamis (27/8) lalu. Bagi vokalis grup musik yang kerap menyanyikan lagu-lagu islami ini, masa itu penuh dengan kegilaan. Kegilaan mencari jati diri. Kegilaan mencoba hal-hal baru untuk mendapatkan pengalaman lebih, dan lain-lainnya.
Satu sisi kegilaan ini adalah baik. Dengan semangat membara, seorang pemuda harus terus bergerak secara aktif untuk mengembangkan dirinya. Hal ini akan berguna untuk masa depannya, baik secara individu mau pun kelompok masyarakat.
Tetapi di sisi lain, kegilaan ini juga bisa berdampak negatif. Hal ini terjadi jika seorang pemuda tidak menyadari potensi besarnya. Energinya yang besar pun jadi tidak tersalurkan dengan benar. Dampaknya dia menjadi pasif dan lemah.
“Ada dua tipe pemuda,” kata Ustaz Syamsuddin Arif, “yang pertama pemuda yang mati padahal dia masih hidup dan yang kedua adalah pemuda yang masih hidup padahal dia sudah mati.”
Pada acara Majelis Ilmu Salman di ruang utama Masjid Salman, Ahad (25/10), Syamsuddin menjelaskan lebih rinci tentang kedua tipe tersebut. Tipe yang pertama adalah pemuda yang kurang bisa memanfaatkan kegilaannya dengan benar. Pemuda yang pasif dan lemah. Tidak mempunyai ilmu, tidak mencari ilmu, tidak mencintai ilmu, dan tidak mengamalkan ilmu. Hidupnya seperti hewan saja, hanya bisa makan dan minum.
Kemudian, pemuda tipe yang kedua adalah pemuda yang dapat menyalurkan kegilaannya untuk kegiatan yang positif. Pemuda yang mampu menghasilkan karya yang berguna untuk lingkungannya. Meskipun secara jasad sudah mati, tetapi jiwa pemuda itu akan tetap hidup melalui karyanya tersebut.
Alquran menyebutkan orang yang berjihad di jalan Allah kemudian dia gugur maka sesungguhnya dia tidak mati. Dia tetap hidup. Jihad di sini tidak melulu harus berperang melawan orang kafir. Melawan hawa nafsu pun termasuk jihad dan perang yang besar. Bersungguh-sungguh dalam menghasilakan karya yang bermanfaat untuk lingkungan juga termasuk jihad.
“Tantangan pemuda saat ini adalah larut dalam lingkungan atau mewarnai lingkungan?” ujar Syamsuddin.
Larut dalam lingkungan bukanlah pilihan yang bijak bagi seorang pemuda karena lingkungan sebenarnya adalah obyek yang mati. Tidak akan berubah kecuali dirubah sendiri orang manusia. Oleh sebab itu, tugas pemuda seharusnya adalah membuat perubahan yang baik untuk lingkungannya.
Perjuangan dakwah Rasulullah saw. adalah contoh nyata pemuda yang mewarnai lingkungan. Rasulullah saw. bisa saja memilih untuk tinggal di langit saja setelah peristiwa Isra Mikraj. Apalagi lingkungan kota Makkah saat itu sudah sedemikian rusak. Tetapi Rasulullah saw. memilih untuk kembali lagi ke bumi dan membenahi masyarakat yang sudah rusak tersebut.
“Pemuda mempunyai tiga potensi dalam dirinya yaitu kekuatan, keberanian, dan kreativitas,” ungkap Syamsuddin di majelis yang merupakan rangkaian acara Salman Days Out Picnic ini.
Ketiga potensi ini dapat dimanfaatkan oleh para pemuda untuk mewarnai lingkungannya. Kekuatan jelas adalah milik pemuda. Orang yang sudah tua kekuatannya sudah jauh berkurang akibat faktor fisik. Demikian juga anak-anak yang kekuatannya belum berkembang sebagaimana mestinya.
Orang yang sudah tua akan lebih banyak berpikir untuk melakukan sesuatu. Sebaliknya, anak-anak belum menggunakan pikirannya dalam melakukan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, faktor kegilaan diperlukan seorang pemuda untuk memaksimalkan tiga potensi ini. (Ed: EA)