Quantcast
Channel: Masjid Salman ITB
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2618

Balada Tati Sang Penyanyi Keliling

$
0
0
Tati Karyati, penyanyi dangdut keliling yang gigih. (Foto: M. Ambang)

Tati Karyati, penyanyi dangdut keliling yang gigih. (Foto: M. Ambang)

Oleh: Mochamad Ambang FH

Terik matahari dan cuaca panas tak meyurutkan semangat Tati. Ia tak letih berjalan menelusuri panjangnya jalur perkotaan. Trotoar, gang-gang kecil menjadi lapaknya meraup rizki. Sebuah pemutar musik, lengkap dengan pengeras suaranya menjadi teman sehari-hari.

Bukan tanpa tujuan, wanita bernama lengkap Tati Karyati ini berjalan jauh tak lain demi menghidupi hajat keluarganya. Dengan peralatan yang sederhana, Tati bernyanyi mendendangkan lagu dangdut dari satu tempat ke lokasi lainnya.

Meski begitu, katanya, ia tak pernah malu melakukan hal demikian. “Kalau tidak melakukan hal ini (mengamen-red.), gimana nasib anak saya di rumah,” tuturnya dengan yakin, setelah ia menghabiskan perjalanan dari Terminal Cicaheum, Rabu (26/2).

Tati menjalani profesi sebagai penyanyi orkes dangdut lebih dari tiga tahun. Selain di Kota Bandung, wanita berumur 41 tahun ini pernah juga mengamen di Pelabuhan Ratu, Sukabumi.

Berbicara penghasilan, itu tak pernah menentu. Pendapatannya tak pernah sampai Rp 100.000 perhari. Paling besar, penghasilannya hanya sampai Rp 70.000 saja. Uang sebesar itu ia dapatkan memang  ketika banyak orang menyisihkan sebagian uang kepadanya.

Namun, Tati pernah mendapatkan uang hanya Rp 10.000 dalam sehari, sampai-sampai ia dan anaknya tak makan. “Waktu itu, sampai-sampai saya dan anak saya menahan perut. Uang tersebut mesti disisihkan untuk membayar kontrakan sebesar sepuluh ribu perharinya.” Bila dihitung-hitung, wanita ini menyisihkan uang untuk makan dirinya dan anaknya, ongkos naik angkot, bayar kontrakan, dan biaya tak terduga lainnya.

Menjalani profesinya sebagai penyanyi orkes dangdut, Tati tidak sendiri. Ia tergabung bersama kurang lebih sepuluh orang lainnya. Katanya, ia dimodali peralatan menyanyi oleh seorang bos yang bertempat di dekat rumahnya, daerah Pasirkoja. Perharinya, setoran Rp 20.000 adalah wajib. Tati menjadi sangat bingung ketika ia tak mendapatkan uang.

Ketika ditanya mengapa ia memilih profesi sebagai penyanyi orkes dangdut, barangkali ia memang tak punya alasan lain selain untuk memenuhi hajat hidup diri dan keluarganya. Suami yang bekerja di Jakarta sebagai buruh bangunan hanya mampu memberikan modal kehidupannya sebesar Rp 400.000 perbulan. Itu tak cukup bila disandingkan dengan kebutuhan sehari-harinya.

Beruntung mungkin saat ini, dengan suami yang sekarang, anaknya masih balita. Dengan suami yang pertama, Tati sudah memiliki lima orang anak. Meski sayang, mereka menghilang setelah mereka menikah. Sudah sekitar tiga tahun Tati berpisah dengan kelima anaknya.

Sempat ia berpikir untuk menjajaki dunia usaha dagang. Namun apa daya, modal usaha menjadi penghalang untuknya melakukan hal tersebut. Tati mengatakan bahwa ia bangga dengan profesinya saat ini. Disinggung tentang bagaimana pandangannya tentang pengemis, “Saya belum pernah menjadi seorang baramaen. Yang seperti itu mah terlalu hina. Dengan begini kan saya berdagang suara, tak sekedar bertumpu pada orang lain.”

 

Bersabar dalam menghadapi perlakuan tak baik

Begitupun, pernah beberapa kali wanita paruh baya ini mendapat sambutan kurang hangat dari warga. Tidak jarang pemberian seratus, dua ratus perak masih ia dapatkan saat ini. Tapi baginya, itu lebih baik daripada para koruptor. Meskipun uang yang didapatkan besar, itu tidak halal. Bahkan pernah juga Tati diusir satpam dan diseret-seret keluar. Tapi itu tak membuat dahinya mengkerut untuk mengakhiri profesi sebagai penyanyi orkes dangdut.

Ketika ada razia dari Satpol PP, ia lebih memilih untuk bersembunyi. Papinter-pinter, katanya. Meski dikira razia tersebut memang perlu dilakukan, tapi ia lebih memberanikan diri untuk menjalani pekerjaannya. Karena, bila tak demikian, mau bagaimana ia memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. “Kegiatan Satpol PP merazia memang perlu dilakukan, da harus bersih. Tapi mau gimana lagi?” ungkapnya.

Dalam beberapa waktu, Tati bersyukur masih ada yang begitu peduli pada nasib orang dengan profesi sepertinya. Meski jarang, tetapi terkadang ia mendapat santunan dari para pemuka agama. Bahkan pernah seperti ini kejadiannya, ada mahasiswa yang memang dengan sangat berniat untuk bersedekah, mengejar Tati yang sudah berlalu. “Dia (mahasiswa-red.) datang menemui saya mengasihi uang sambil bilang: Bu, ini untuk membeli susu buat anaknya,” kenangnya sembari bersyukur.

Tati memang tak pernah ragu dan malu menjalani profesi sebagai penyanyi dangdut keliling. Bersyukurlah, ketika Tuhan memberikan hal yang lebih baik kepada kita untuk menjalani hidup ini.***

The post Balada Tati Sang Penyanyi Keliling appeared first on Masjid Salman ITB.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 2618

Trending Articles