Quantcast
Channel: Masjid Salman ITB
Viewing all 2618 articles
Browse latest View live

INSIGHT : Membangkitkan Kreatifitas Otak

$
0
0

(Gambar: brainbrilliance.org)

Terkadang kita membaca ratusan buku tapi tidak mendapatkan apa-apa. Kita pun dapat mengalami kesulitan membuat proposal, presentasi, atau kurikulum. Merasa kering ide padahal bekerja di industri kreatif. Masalah-masalah ini coba diatasi dalam INSIGHT; inspire ideas, grow habit of thinking. Pembicara  seorang ideator, konseptor, dan sistemator alumnus Psikologi Universitas Indonesia, Adriano Rusfi.

Sabtu (10/11), training INSIGHT pertemuan kedua berlangsung di Salman Reading Corner. Belasan peserta training nampak khusu mengikuti kegiatan ini. Mereka datang dari berbagai kalangan dan usia. Training INSIGHT digagas oleh Bidang Pengkajian dan Penerbitan Salman ITB. Tujuannya, membantu peserta untuk meningkatkan kemampuan dalam berpikir, menemukan ide-ide dan solusi masalah.

Menurut Adriano, untuk membangkitkan kreatifitas butuh tiga kunci. Kunci pertama, dengan memerdekakan diri. Kunci kedua, jadikan otak sebagai laboratorium. Dan kunci ketiga, sok tahulah, karena kita memang tahu. Memerdekakan diri disini berdasarkan aqidah islamiah. Pikiran yang terpenjara membuat manusia menjadi kerdil. Tapi tak perlu menjadi liberal untuk menjadi pemikir merdeka. Jadilah manusia progesif yang saleh. Akhlak terpuji akan menjadi sumber kreatifitas.

Untuk menjadikan otak sebagai laboratorium dimulai dengan pertanyaan, lalu cari informasi yang dibutuhkan. Simpan setiap informasi dalam orbit-orbit kecil yang bergerak dalam otak. Hidupkan informasi tersebut dengan memberikan ruh dan energi. Jadikan setiap informasi memiliki nilai dan bermakna.

Buatlah pikiran terobsesi dengan masalah, agar informasi saling bergerak mencari jawaban. Liarkan pikiran, jadiakan dia memberontak karena iman bukan karena ragu. Keraguan hanya sebagai metoda, bukan prinsip dalam berpikir.

“Sok tahulah, karena kita tahu. Kita tahu lebih banyak dari yang kita kira. Bantulah memecahkan masalah oarg lain, umat, bangsa dan kemanusiaan. Jika anda kepepet dengan masalah, anda akan tahu kalau anda sangat cerdas.” Ajak Adriano.

Muhammad Nurul Fahmi, salah seorang peserta training, mengaku kegiatan ini sangat bermanfaat baginya dan berbeda dari kegiatan lainnya.
“Kegiatan ini membantu saya melatih cara berpikir dalam hal apapun”, tambah Fahmi saat ditemui usai training.


Le Grand Voyage: Memudarkan Keterasingan dalam Perjalanan Mega

$
0
0

Foto: filmmovement.com

Reda senewen bukan main. Saat itu ialah kesempatan terakhirnya mengikuti sebuah tes akademik. Alih-alih mendukung, sang ayah malah menyuruhnya untuk mengantarkan beliau berhaji. Bukan sekadar mengantar sampai bandara, namun mengantar sampai Mekkah dengan bermobil! Sadar betul akan budaya keluarganya yang masih memegang teguh norma hierarki—Reda menyanggupi walau setengah hati.

Paragraf di atas merupakan latar belakang dari keseluruhan sebuah film tempaan Ismaël Ferroukhi. Sesuai dengan judul filmnya, “Perjalanan yang Besar”—perjalanan yang ditempuh Reda dan ayahnya (selanjutnya disebut Le Pere)  ini menghadiahi pelajaran kehidupan yang besar bagi keduanya.

Perjalanan membentang dari Prancis, Italia,  Slovenia, Kroasia, Serbia, Bulgaria, Turki, Suriah, Yordan, hingga Arab Saudi.

Tidak ada pihak yang mendapatkan pelajaran  kehidupan yang lebih banyak—misalkan Reda saja karena dia seorang anak yang cenderung “tidak menaati agama”. Namun Le Pere yang religius pun terkadang diingatkan Reda mengenai jati diri keagamaannya.

Alur cerita—pada awalnya dibumbui oleh nilai-nilai berbeda yang seolah memisahkan mereka jauh walau berhari-hari duduk berdekatan. Ferroukhi sang sutradara mendeskripsikan film ini sebagai a father and son who live under the same roof but don’t speak the same language, or know each other”.

 

“I have to pray.”
“Now?”
“Park over there.”
“Hold on. We’re on customs”

“So what?”
“It’s no place to pray”
“Do you believe in God?”

 

Reda geleng-geleng kepala ketika di perbatasan Prancis dan Italia, ayahnya memaksakan diri untuk salat di samping jalan. Reda adalah sosok remaja yang sudah tidak mengindahkan ajaran Islam dalam jiwanya. Ia tidak pernah terlihat salat. Kekasihnya berasal dari kalangan non-muslim. Kontras dengan Reda, Le Pere adalah sosok yang berupaya memegang teguh nilai-nilai Islam. Tak pernah ia khilaf untuk salat dimanapun ia berada.

Le Pere seolah menampilkan dirinya sebagai sosok “kolot” yang selama ini dikenal. Ia teguh beragama dan tak peduli jika keteguhannya tersebut tidak rasional bagi sang anak. Fenomena ini mulai menjangkiti masyarakat secara global. Baik sadar maupun tidak, sosok-sosok beragama dianggap sebagai pribadi yang ribet dan tidak logis.

Asumsi saya ini berasal dari sebuah page di facebook bernama Rationalist. Rationalist adalah page yang secara rutin memposting ilustrasi-ilustrasi berteks tendesius. Beberapa ilustrasi yang Rationalist posting memang bermanfaat untuk menstimulasi sifat kritis dalam diri. Namun, tak jarang, terdapat ilustrasi yang menyiratkan si pemilik page merupakan orang yang anti agama.

Jeffrey Lang dalam bukunya, Even Angel Asks, memaparkan kisah dari Muhammad (40 tahun), seorang imam di San Francisco. Muhammad mengatakan ia telah “kehilangan” anaknya. Muhammmad adalah seorang muslim Aljazair yang betul-betul taat.  Tetapi anaknya bukan lagi orang Aljazair. Ia benar-benar orang Amerika. Anak Muhammad pun tidak mengindahkan ajaran Islam lagi. Kisah ini mirip dengan Reda yang berkomunikasi dengan ayahnya menggunakan bahasa Prancis—sedang ayahnya konsisten menggunakan bahasa Arab Maroko. Reda yang ogah beragama, dan Le Pere yang religius.

Lang dalam bukunya bertanya, apakah anak-anak muslim Amerika mengalami banyak kesulitan untuk secara logis menerima perspektif dan tradisi masjid seperti yang orangtua mereka lakukan? Ini menjadi pertanyaan yang sama bagi saya. Apakah orang tua membesarkan mereka dengan cara yang salah?

 

“You are stubborn,  but I’m the one who decides here!”

“This is the right way”
“How do you know? You can’t even read!”

Dua penggal dialog di atas mengisyaratkan otoritas Le Pere, sebagai ayah, yang merasa lebih “berkuasa” dibanding anaknya. Sang ayah, melihat kondisi anaknya yang terkantuk-kantuk menyetir mobil, dengan paksa menepikan mobil mereka ke pinggir jalan. Sontak, Reda marah dan sempat memaki ayahnya. Namun dengan mantap, Le Pere malah berkata “You are stubborn, but I’m the one who decides here.”

Otoritas ayah yang terlampau meraja terulang kembali ketika mereka berdua sedang ada di persimpangan jalan. Reda bersusah payah membaca peta untuk mengetahui jalan mana yang harusnya mereka tuju. Ayahnya dengan santai, tanpa memperhatikan peta—berkata “This is the right way…” Refleks, Reda, membalas “How do you know? You can’t even read!”

Terlepas dari benar tidaknya jalan yang akhirnya mereka tempuh—saya menyorot gaya komunikasi yang Le Pere lakukan pada Reda. Sebagai ayah, ia merasa dirinyalah “sumber kebenaran”—meskipun pada adegan akhir sifat itu perlahan terkikis. Orangtua acapkali merasa dirinya lebih benar dan lebih tahu dibanding anaknya. Bahkan, “penyakit” itu kadang kambuh di saat anaknya ternyata lebih memiliki kemampuan expert dibanding orangtua.

Dalam sebuah notes facebook mengenai parenting, saya belajar satu hal. Sang penulis, Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari mengatakan “Berikan kepercayaan kepadanya untuk bersama-sama mencari solusi atas permasalahan yang ia hadapi.” Dengan ini, anak-anak dilatih untuk menjadi ‘problem solver’ minimum untuk dirinya sendiri. Atau setidaknya jika kita pun menawarkan bantuan, ia sendiri yang memutuskan di bagian manakah orangtuanya dapat membantu dirinya. Selain itu, dengan memberikan kepercayaan, anak akan merasa dihargai.

Ali bin Abi Thalib berkata, “Terimalah kebenaran, walau datangnya dari anak kecil.” Segala masukkan dari orang-orang yang selintas tingkatannya berada di bawah kita—tentu tidak boleh kita tepis secara dini.

 

“The ocean waters evaporate as they rise to the clouds. And as they evaporate they become fresh. That’s why it’s better to go on your pilgrimage on foot than on horseback, better on horseback than by car, better by car than by boat, better by boat than by plane.”

 

Jika tadi saya membahas miskomunikasi anak-orangtua dari sudut pandang kesalahan orangtua, kini saya menelaahnya dari sudut pandang anak. Sekadar sharing, sebagai seorang anak—saya seringkali merasa lebih logis dibandingkan orang tua saya. Saya merasa saya lebih menimba banyak pengalaman serta lebih dekat hidup di dunia yang lebih kekinian dibanding orangtua. Ketika orang tua saya berpendapat, saya cenderung menimbangnya dengan otak—bukan dengan hati.

Begitu pun Reda. Pada awalnya, ia tidak habis pikir tentang kelakuan ayahnya yang bisa-bisanya salat di pinggir jalan. Atau, ketika ayahnya memutuskan untuk mempersilakan seorang wanita tua menumpang mobil mereka.

Ketika rehat di tepi jalan yang bersalju,  Reda menanyakan keheranannya mengapa sang ayah lebih memilih menggunakan mobil dibanding terbang ke Mekkah memakai pesawat. “It’s a lot simpler,” pikir Reda—dengan rasio yang ia miliki.

Namun ayahnya memiliki rasio tersendiri. Le Pere berkata saat air laut naik ke langit, rasa asinnya hilang dan murni kembali. Air laut menguap naik ke awan. Saat menguap, ia menjadi tawar. Itulah sebabnya lebih baik naik haji berjalan kaki daripada naik kuda. Lebih baik naik kuda daripada naik mobil. Lebih baik naik mobil daripada naik kapal laut. Lebih baik naik kapal laut daripada naik pesawat.

“Ketika Ayah kecil, almarhum kakekmu berangkat naik keledai. Ayah tak pernah melupakan hari itu. Kakekmu lelaki pemberani. Tiap hari Ayah naik ke atas bukit, disana Ayah bisa lihat cakrawala. Ayah ingin jadi orang pertama yang melihatnya kembali….”

Untuk merasakan lemak manis kalimat ini, tentu bukan logika semata yang kita gunakan. Melainkan hati. Reda—alih-alih defensif menanggapi pernyataan sang ayahnya yang spiritualis—malah tersenyum menyimak perkataan ayahnya. Dinginnya cuaca yang melingkupi dirinya tak menghambat lumernya hati Reda yang sempat beku.

Terlepas dari diutamakan atau tidaknya pergi berhaji menggunakan mobil dibanding pesawat, saya menangkap bahwa Reda akhirnya menyadari satu kebaikan dari sikap ayahnya. Adalah, ketulusan sang ayah dalam berislam. Masalah cara— terlepas logis dan tidaknya—atau shahih dan tidaknya– merupakan wilayah urusan yang lain lagi.

 

“F**k. Don’t they practice forgiveness in your religion?”

Le Pere tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Suara Reda yang berisik mengusiknya. Ternyata anaknya kedapatan sedang bermesraan dengan seorang gadis bar malam. Marah bukan kepalang, akhirnya ia membanting pintu kamar hotelnya. Keesokan hari, ia nekat jalan kaki ke Mekkah—sementara Reda mengejarnya menggunakan mobil sembari meminta maaf. Le Pere tidak mengindahkan permintaan maaf Reda. Akhirnya Reda pun kesal dan mengumpat, “F**k. Don’t they practice forgiveness in your religion?”

Sang ayah, sadar akan kesalahan sikapnya—akhirnya kembali melanjutkan perjalanan dengan anaknya.

Menanggapi pernyataan Reda, memori dalam otak saya menghadirkan beberapa orang yang cenderung ogah beragama karena perlakuan buruk orang “yang-ngakunya-beragama-baik”. Tak usah jauh-jauh membahas masalah terorisme. Contohlah saja masalah speaker masjid. Kita tentu masih ingat menyoal Boediono yang mempersoalkan azan masjid dekat rumahnya yang menurutnya terlalu memekakkan telinga. Mungkin tempat ditaruhnya speaker masjid yang salah menyebabkan suara azan tidak enak terdengar. Ini jelas bisa meruntuhkan citra Islam yang mengajarkan keindahan.

Oleh karena itu, kendati sudah berkomitmen untuk menempuh jalan kebenaran—yang namanya memperbaiki diri tentu harus terus berjalan. Bahkan, jika proses memperbaiki diri tersebut ditempuh melalui kritikan dari orang yang notabene-nya tidak beragama dengan baik.

 

“I learned a lot on this trip.”
“So did I.”

 

Reda tersenyum melihat ayahnya hendak salat. Menjelang akhir perjalanan, meski belum mengimani betul, ia sudah mulai menyadari keindahan akan keimanan ayahnya. Akhirnya, dua sosok berbeda dunia ini saling menautkan pemahamannya masing-masing.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, tidak ada pihak yang lebih diberi “pelajaran kehidupan” dibanding yang lainnya. Baik Reda maupun Le Pere sama-sama mendapatkan porsi pelajaran yang sama—dengan cara yang berbeda. Mutual understanding yang baru terbangun di akhir perjalanan mereka dapatkan dengan kelapangdadaan menerima perspektif baru.

Seolah menjawab pertanyaan Jeffrey Lang– untuk mewariskan nilai yang luhur pada kaum muda— para “orangtua” (pengajar/pendakwah) butuh evaluasi diri pula. Butuh kelapangdadaan yang membuat mereka menyadari bahwa selama ini mungkin cara mereka salah. Sehingga, antara “orangtua” dan “anak” tidak perlu terpisah lagi oleh keterasingan. Wallahu’alam Bish Shawab. 

Syukuran Wisuda ITB-Salman: Sekali Menjadi Alumni Terus Berbakti

$
0
0

(Foto: sangterasing.wordpress.com)

Dengan mengusung tema “Tatap Masa Depan Gapai Ridha Allah”, syukuran wisuda diselenggarakan di Ruang Utama Masjid Salman ITB, Ahad (21/10). Syukuran  ini dihadiri puluhan wisudawan dari berbagai jurusan. Hadir sebagai pembicara Dr. Ir. Syamsu Alam ( Dirut PT Pertamina EP Tbk.) dan Ir. Priyantono yang mewakili Dirut PT Telkom, Ir. Arief Yahya M.Sc.

Dalam sambutannya ketua pengurus YPM salman Dr. Ir. Syarif  Hidayat mengucapkan selamat atas kepada para mahasiswa yang telah menyelesaikan tugas akademiknya.

“Mungkin diantara wisudawan ada yang karena terpaksa lulus atau dipaksa lulus oleh orang tua,” celetuk Syarif.

Mohammad Riyan Kamil, salah seorang wisudawan mengatakan wisuda bukanlah akhir dari segalanya. “Hari ini bukanlah hari terakhir mimpi kita. Apapun profesi yang akan kita geluti nanti, berilah kontribusi sepenuhnya. Kita adalah pemain utama dari masa depan,” ujar Kamil yang dinobatkan sebagai perwakilan dari mahasiswa pada saat itu.

Syamsu Alam, salah seorang pembicara mengatakan,  nasib mahasiswa setelah lulus tergantung dari usaha kita sendiri. Dulu, dirinya ingin kerja di perusahan perminyakan karena background saya geologi. Padahal dulu dirinya sempat sangat benci pertamina.

Dikatakannya pula ketika memasuki dunia yang nyata  kita tidak selalu dapat mencapai apa yang kita inginkan. Tergantung proses dan respon kita dalam menghadapi masalah.  Banyak kawan-kawan yang tidak punya passion sehingga cenderung ciut menghadapi masalah.

“Masalah jangan dianggap sebagai halangan. Jadikan itu sebagai tantangan” kata Syamsu Alam yang merupakan alumni angkatan 1988.

“Di kepala saya semuanya bisa. Saran saya kawan kawan harus bangun profesionalisme. Kemampuan kawan-kawan mesti diasah,” imbuh  Syamsu yang masuk Pertamina tahun 1989 itu.

Para wisudawan juga diingatkan ketika sudah lulus sudah tahu semua kecakapan yang dibutuhkan. Masa depan bagi  Syamsu tidak hanya  ditatap tapi juga dijalani. Untuk itu para wisudawan harus punya potensi.

“Kalau sudah memilih pekerjaan jangan setengah-setengah dalam bekerja,” ujarnya.

Sementara itu Priyantono mengatakan perlunya  melakukan perencanaan. “Tantangan pertama adalah tantangan dunia nyata. Kalau di kampus masih ada toleransi bagi sesuatu yg tidak sesuai,” kata  Pri yang merupakan alumni tahun 1989.

Mas Pri mengatakan sukses yang sesuai dengan ajaran Nabi SAW adalah bermanfaat bagi orang lain. “Yang membedakan alumni dengan alumni yang lain adalah keputusannya untuk hidup di atas nilai yang dihayatinya,” pungkas Pri. [Tr]

Salat Jumat, Jangan Tidur!

$
0
0
Suasana di Ruang Utama Masjid Salman ITB menjelang Shalat Jumat. Ruang Utama Masjid Salman ITB selalu penuh disesaki jamaah setiap penyelenggaraan Shalat Jumat. (Foto: Yudha PS)

Suasana di Ruang Utama Masjid Salman ITB menjelang Shalat Jumat. (Foto: Yudha PS)

Oleh: Bustomi


Salat Jumat adalah amal ibadah yang khusus dan istimewa di hari Jumat. Barang siapa yang melaksanakan salat Jumat sesuai dengan syarat-syaratnya, tata tertibnya, dan sunah-sunahnya, maka dia akan memperoleh banyak pahala serta keutamaan dari salat Jumat tersebut yang sangatlah besar.

“Hai orang-orang beriman, bilamana kamu diserukan untuk salat pada hari Jumat, maka hendaklah kamu pergi mengingat Allah (salat Jumat) dan tinggalkanlah jual beli.” [QS. Al Jumu'ah (62):9]

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai umat Islam harus melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Jadi, kita sebagai umat Islam khususnya bagai kaum laki-laki seharusnya melakukan salat Jumat pada waktunya. Bila kita melakukan salat Jumat sebagaimana mestinya maka kita akan mendapatkan pahala dan keutamaan pada hari Jumat tersebut.

Akan tetapi, nilai pahala tersebut bisa saja hilang, lantaran kita lalai menyimak khutbah. Jangankan mengobrol atau bersenda gurau, menegur orang lain untuk diam saja dapat menghilangkan seluruh pahala salat Jumat kita. Hal tersebut sesuai dengan hadis berikut yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

“Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jumat, “diamlah!”, sewaktu imam berkhutbah, berarti kamu telah berbuat sia-sia.”(HR. Muslim)

Begitupun saat kita tertidur padahal khatib sedang berkhutbah. Maka, keutamaan salat Jumat gagal kita dapatkan. Alsannya sama, karena kita lalai menyimak khutbah.

Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya melaksanakan ibadah dengan sebaik mungkin. Jangan sampai hal-hal yang sering dianggap kecil dan remeh bisa menghilangkan kesempatan mendapat kesempurnaan pahala salat Jumat. Begitupun dengan ibadah-ibadah lain.***

Raih Penghargaan dari PMI, Salman ITB Tingkatkan Pelayanan

$
0
0

Syamsu Rijal (kiri) menerima piagam penghargaan dari PMI. Penghargaan ini memicunya untuk terus meningkatkan pelayanan. (Foto: Fery AP)

Kegiatan donor darah di Salman yang diprakarsai oleh Rumah Amal Salman ITB (RASI) mendapat apresiasi dari PMI. Salman ITB meraih penghargaan sebagai penyumbang darah terbanyak kedua untuk kategori DKM, Pondok Pesantren, dan Majelis Taklim. Sepanjang 2011 Salman menyumbang 537 kantong darah untuk PMI.

Penghargaan tersebut diumumkan pada perayaan HUT PMI ke-67 yang diadakan Kamis lalu (11/10). Korps Relawan Salwan (KORSA) ITB, sebagai pelaksana harian kegiatan donor darah, mewakili Salman dalam acara tersebut. Secara simbolis penghargaan diberikan keesokan harinya, di sela-sela kegiatan donor darah di Komplek Masjid Salman ITB.

Mendapat penghargaan, Syamsu Rijal, Direktur Eksekutif Rumah Amal Salman ITB, mengaku bangga. Ia merasa hasil tersebut tak lepas dari peran serta para pendonor. “Kami ucapkan terima kasih pada para pendonor,” ungkapnya.

Ia juga tertantang untuk meningkatkan pelayanan khususnya di bidang donor darah. Pasalnya, bukan hanya PMI yang membutuhkan darah, para pendonor pun merasa perlu menyumbangkan darah mereka. Maka, untuk tahun 2012 ini frekuensi kegiatan donor darah di Salman ditingkatkan. Jika pada 2011 donor darah dilaksanakan sebulan sekali, maka sepanjang 2012 donor darah diadakan dua kali per bulan.***

Pengumuman Hasil Try Out I Beasiswa Perintis III

$
0
0

Pengumuman Hasil Try Out  I Beasiswa Perintis III dapat diunduh di sini atau melihatnya secara online di sini.

Informasi Pengumuman Try Out ke-2 Beasiswa Perintis 3, sebagai berikut:

  1. Try Out 2 Beasiswa Perintis 3 dilaksanakan tanggal 25 November 2012 pukul 08.00 WIB.
  2. Daftar Ulang dimulai pukul 07.15 WIB.
  3. Untuk Peserta dari Bandung Raya TO-2 dilaksanakan di Ruang Utama Masjid Salman ITB.
  4. Untuk Peserta dari wilayah Garut dan sekitarnya TO-2 dilaksanakan di SMAN 2 Garut.
  5. Peserta memakai Seragam/Batik Sekolah masing-masing.
  6. Peserta membawa peralatan seperti pulpen, pensil, penghapus, penggaris, dan sebagainya.
  7. Materi soal TO terdiri dari TPA, B.Indonesia, B.Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi.

Demikian pengumuman ini di buat, informasi lebih lanjut bisa langsung menghubungi LPP Salman ITB.

Ayo Sama-sama Jaga Kebersihan Toilet Masjid Salman

$
0
0

Buhori tengah membersihkan toilet bagian depan. Pekerjaan ini ia lakoni selama berjam-jam setiap harinya. (Foto: Fery AP)

Oleh: Eko Apriansyah

Pernah membayangkan diri anda menyikat toilet tiga kali sehari? Atau memantaunya 2-3 jam sekali? Itulah yang dilakukan Buhori hampir setiap hari, demi menjaga kebersihan toilet Masjid Salman ITB. Tujuannya, agar toilet selalu nyaman ketika dipakai para jamaahnya.

Lelaki kelahiran Tangerang, 23 tahun  lalu ini adalah salah satu dari sosok di balik kebersihan Masjid Salman, khususnya pada toilet. Toilet yang notabene bagi kebanyakan orang merupakan tempat kotor dan jorok dan hanya dipakai apabila ada ‘keperluan’ saja, baginya telah menjadi tempat berkhidmat sehari-hari. Dengan tekun ia membersihkan setiap jengkal bagian toilet.

Menjaga kebersihan toilet bukanlah perkara mudah. Terkadang, Buhori kadang baru bisa membersihkan toilet setelah empat jam. “Saya kadang membersihkan toilet mulai dari jam enam sampai jam sepuluh apabila toiletnya lagi kotor banget. Terutama selepas hari Minggu,” ujarnya ketika diwawancarai oleh tim salmanitb.com (18/10).

“Untuk membersihkan toilet, saya sih standar saja. Pertama, toilet disiram dulu, terus disikat dengan sebelumnya dikasih cairan pembersih, terakhir disiram lagi.” Pria dengan nama legkap Buhori Muslim ini juga mengatakan apabila toilet tersebut tidak dibersihkan rutin sehari saja, niscaya kotoran-kotoran akan membekas di keramik, membuat toilet bau dan tidak nyaman digunakan.

Buhori mengaku tak ada yang istimewa dari pekerjaannya membersihkan toilet, selain nilai ibadah dalam kerjanya. “Ga ada yang indah di toilet, mah. Tapi semuanya dibawa enak saja. Apalagi ini di masjid, tempat ibadah. Jadi niatnya ibadah aja,” tuturnya sembari tersenyum.

Sama halnya dengan Buhori,  Idar Darningsih, perempuan separuh baya yang bertugas membersihkan toilet Masjid Salman bagian akhwat. Beliau telah bekerja membersihkan toilet masjid Salman sejak Februari 2004. Pengalamannya tak jauh berbeda dengan yang dialami Buhori. Semula, tak terpikir dalam benaknya menjadi seorang pembersih toilet. Namun, saat mendengar kabar kalau ada tawaran bekerja di Salman dari suaminya yang juga bekerja sebagai satpam di Salman, beliau langsung mengiyakan walaupun ‘hanya’ sebagai petugas kebersihan masjid.

Banyak hal yang dialami Idar selama bekerja, ia dahulu sering sekali menemukan barang-barang yang tak seharusnya dibuang di toilet. Toilet pun tersumbat dibuatnya. Hal tersebut membuatnya tak habis pikir. “Kadang ibu bingung mengapa banyak anak-anak yang harusnya sudah dewasa tapi malah membuang sampah-sampah sembarangan. Tapi, alhamdulillah sekarang sudah jarang karena sudah ada tempat sampah di dalam toilet.”

Senada dengan Buhori. Idar juga mengungkapkan bahwa menjadi petugas kebersihan toilet bukanah profesi yang membanggakan, tapi merupakan ladang amal yang bisa ia lakukan. “Semuanya tak jadi masalah, asalkan untuk ibadah,” pungkasnya.

***

Cerita dari kedua sosok ini harusnya membuat kita bercermin tentang pentingnya kebersihan dalam Islam dan terus istiqamah untuk menjaganya. Salah satunya dalam menjaga kebersihan masjid.

Dari Aisyah r.a. : Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kami untuk membangun masjid di tempat-tempat tinggal dan agar selalu dibersihkan serta diberi wangi-wangian. (HR Ahmad, Tirmidzi, lbn Majah dan Abu Dawud)

Hadis di atas merupakan perintah Rasulullah agar kita dapat menjaga kebersihan masjid, dan hal ini sebenarnya bukan hanya tugas orang-orang yang menjadi petugas pembersih masjid saja, tapi juga tugas kita sebagai jamaah masjid untuk menjaga diri kita agar tidak mengotori masjid. Bagaimanapun juga, jamaah pula yang merasa rugi apabila masjid yang kita gunakan kotor.

Kebersihan merupakan salah satu hal yang dipandang penting dalam Islam, bahkan dalam salah satu hadis yang disabdakan Rasulullah dinyatakan kalau Allah itu menyukai kebersihan. Jadi sudah sepatutnya kita sebagai seorang muslim menjadikan aspek kebersihan menjadi komponen penting dalam ibadah kita. Jangan sampai kita malah menjadi orang-orang sebaliknya yang tidak mempedulikan kebersihan atau menganggap remeh hal tersebut.

Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan. (HR.At-Tirmidzi)***

Serba-Serbi Khilafah

$
0
0

Gambar dari: latahzan.tumblr.com

 

“Pemerintahan Islam adalah satu pemerintahan yang khas. Salah satu yang membedakannya dijadikannya Alquran dan As-Sunnah sebagai asas. Segala sesuatu sudah diatur dengan indah oleh Islam,” ujar Indira S. Rahmawaty, pembina Lembaga Studi Politik Islam (LSPI).

Pagi Selasa (6/11) itu kami berbincang dengan Indira di teras Masjid Universitas Islam Negeri Bandung. Meskipun masih sepi, perbincangan dengan Indira tentang khilafah tetap hangat. Sesekali gelak tawa menyelip di sela-sela perbincangan.

Sebelum lebih lanjut membahas pemerintahan Islam, gambaran, dan strukturnya seperti apa. Kita harus memahami dulu dan sepakat bahwa Islam memang mengatur pemerintahan. Kalau menyamakan sistem Islam dengan sistem pemerintahan yang ada sekarang akan sulit dan menjadi rancu.

“Ada beberapa tokoh-tokoh yang berpandangan kalau Islam tidak mengatur pemerintahan atau politik,” katanya dengan nada serius.

Indira yang lulusan ilmu pemerintahan ini mengatakan pemerintahan Islam berbeda dengan pemerintahan saat ini. Walaupun orang melihat ada aspek-aspek yang sama, tapi bangunan dasar dan potensinya sangat berbeda. Perbedaan yang paling utama adalah semuanya dilandaskan pada tuntunan Alquran dan As-Sunnah.

“Islam sebagai agama yang komprehensif dan kaffah (menyeluruh.red). Kalau begitu Islam mengatur pemerintahan. Kalau tidak mengatur pemerintahan letak kaffah-nya dimana?” ujarnya

Negara Islam tidak boleh terpisah. Tidak boleh menjadi negara-negara kecil seperti Amerika Serikat. Itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Tentang khilafah sendiri ditunjukan dalam hadis yang berbunyi, “Penuhilah oleh kalian baiat yang pertama jangan yang kedua.” Artinya Islam hanya mengenal satu kepala negara.

“Berbicara khilafah berarti berbicara pemerintahan. Bicara pemerintahan Islam sama halnya membicarakan penunaian hukum Islam. Sekarang ini banyak hukum-hukum Islam yang tidak bisa ditunaikan karena tidak ada pemerintahan Islam,” kata Ibu yang juga aktif sebagai muslimah Hizbut Tahrir Indonesia ini.

Perbedaan pandangan perlu tidaknya khilafah kembali ditegakan bisa dipahami. Namun, kalaupun khilafah benar-benar bangkit lagi, Islam sudah siap dengan perbedaan yang ada di dalamnya. Kafir dzimmi, kafir hadli, jizyah adalah beberapa istilah dalam Islam untuk menggambarkan perbedaan muslim dan non-muslim.

“Islam siap dengan keberagaman dan perbedaan,” pungkas Indira.

Khilafah dalam bentuk keluarga

Setiap kali beberapa kelompok dalam Islam memperjuangkan tegaknya khilafah. Ingatkah kita bahwa setiap individu dilahirkan ke dunia untuk menjadi khalifah?

Khilafah itu ada kaitannya dengan khalifah. Sederhana saja,” kata ustad Yayat Supriatna pengajar tafsir di Masjid Salman ITB. Sebagai khalifah Allah SWT seharusnya manusia berakhlak sebagaimana akhlak Allah SWT menjaga bumi dan segenap isinya.

Menurutnya penegakan khilafah adalah kewajiban setiap muslim. “Khilafah suatu keharusan. Manusia diciptakan untuk menjadi pengayom. Bagaimana kita mau menegakan khilafah kalau tidak memperhatikan hal, tindakan kita yang kecil dan sederhana dulu,” imbuh ustad Yayat.

Hal yang sederhana itu, menurut ustad Yayat, diawali dengan menegakan khilafah di tengah-tengah keluarga. Memperkuat keimanan dalam diri. Menunaikan kewajiban-kewajiban kepada Allah SWT yang kadang terlewatkan oleh kita adalah benih-benih khilafah.

“Kalau pribadi-pribadinya rapuh, bagaimana khilafah bisa ditegakan? Tidak wajar kalau seorang muslim tidak mau hukum Allah ditegakan. Namun, yang mesti diperhatikan bagaimana cara menegakannya. Ya, kita mulai dari diri (keluarga), masyarakat, kemudian negara,” ungkap ustad Yayat.


Tinjauan Salat dari Dua Disiplin Ilmu

$
0
0

Gambar dari: http://sal.am/magazine/

Tahukah Anda, jika salat bila dilakukan dengan baik dan benar akan sangat berpengaruh pada kesehatan? Bahkan, sebagian ada yang mengatakan salat sebagai media olahraga. Olahraga di sini dapat bersifat jasmani dan rohani.

Ternyata manfaat-manfaat kesehatan dari salat telah diteliti oleh seorang dokter muslim, A. Saboe. Dokter A. Saboe melakukan penelitian secara mendalam gerakan dalam salat mulai dari awal sampai akhir. Penelitiannya berkaitan dengan salat dan kondisi fisik manusia.

Kesimpulan penelitian dokter A. Saboe sangat luar biasa. Menurut hasil penelitiannya, rukuk dengan posisi benar akan menjaga melekatkan tulang tungging (tulang terbawah dari tulang punggung) dengan tulang belakang sehingga persendian menjadi licin. Bagi wanita hamil memperbaiki letak bayi yang kurang baik, sehingga pada saat melahirkan tidak mengalami patah tulang tunggingnya.

Gerakan lainnya adalah sujud. Pengaruh positifnya bagi otot. Otot menjadi kuat, limpa terpijit sehingga aliran darah menjadi lancar. Berkembangnya otot dada bagi wanita, sehingga menghasilkan buah dada yang montok dan bagus bentuknya.

Selanjutnya duduk tahiyat dengan posisi yang benar mengandung banyak manfaat: Bagi Wanita,duduk tahiyat yang benar akan memperkuat bagian-bagian kemaluan, sehingga di saat melahirkan tidak mudah terjadi kerobekan. Dengan demikian juga terjaganya tiga lubang yang sangat berdekatan.

Sementara bagi laki-laki, posisi duduk tahiyat yang benar adalah kaki yang memijit kemaluan.  Pijatan ini akan mengakibatkan lancarnya air seni. Zakar (penis) pun dapat ereksi dengan baik.  Hal ini merangsang testis untuk dapat memproduksi sperma lebih banyak dan sehat serta hidup.

Turun untuk sujud dan bangkit dari sujud yang baik dan benar akan memperkuat otot kaki, baik untuk laki-laki maupun untuk perempuan.
Ketika hendak sujud, bagian tubuh yang pertama kali menyetuh tempat sujud adalah kedua lutut, kemudian kedua telapak tangan dan akhinya barulah muka. Selanjutnya jika bangun dari sujud bagian yang pertama kali diangkat adalah muka, kemudian kedua telapak tangan dan akhirnya barulah kedua lutut.

Apabila salat dilakukan dengan benar dan penuh kekhusyukan, maka khasiatnya akan menjadi sarana pembinaan mental dan psikis yang  jitu. Salat mendidik manusia agar taat kepada pimpinan yang memberi komando. Selain itu, salat juga mendidik manusia agar memiliki kedislipinan yang tinggi dalam melaksanakan tugas yang dipikulkan kepadanya.

Tinjauan Fisika

Bagaimana jika salat ditinjau dari aspek Fisika? Mitra Djamal, guru besar Fisika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan bahwa salat merupakan bukti kepatuhan manusia terhadap Sang Pencipta.

“Fisika itu kan alam. Pertama, kita mesti lihat dulu positioning salat itu dimana. Kembali lagi ke pertanyaan dasar kenapa manusia ada di bumi? Jawaban yang paling benar ada di alquran. Allah SWT hanya ingin tahu manusia itu patuh atau tidak , hanya itu.” kata Mitra saat ditemui Salman Media Jumat (16/11).

Kebutuhan manusia telah Allah SWT sudah disiapkan. Ikan, tumbuh-tumbuhan, emas, perak semua sudah ada di bumi. Ketika seorang muslim bekerja keras mencari rejeki, sebenarnya bukan itu esensi kehidupannya karena semua sudah tersedia.

“Esesnsi manusia ada di bumi adalah Allah ingin menguji kepatuhan kita. Nah, dikaitkan dengan Fisika – mengapa saya bilang gitu- semua sudah ada di bumi. Apa kebetulan manusia ada di bumi,” imbuh Mitra.

Apabila seorang manusia patuh, dia melihat apa yang harus dia patuhi.  Allah SWT telah menetapkan perintah dan larangan. Di dalam alquran, perintah yang paling prinsip sekali ada dalam al-Baqarah ayat 1-5.

“Kalau saya sebagai orang fisika, saya melihat perintah-perintah dalam Al-Baqarah ayat 1-5 itu sebagai level-level prioritas dalam hidup. ” terang Mitra.

Kita sebagai seorang muslim seharusnya komitmen pada level-level prioritas itu. Misalkan, kita sedang belajar, ada azan (dalam al-Baqoroh salat level kedua), apa kita salat dulu atau lanjut belajar? Kalau kita memilih belajar maka kita telah menggeser level salat dari tempatnya. Belajar lebih penting dari salat!

“Mendahulukan yang lain dari salat itu sudah merubah level prioritasnya. Kalau komputer misalnya bisa hang tidak dijalankan dengan benar, manusia sudah ketutup tidak salat. Fisika itu hukum alam, alam itu jujur. Kalau mau jujur tempatkan pada level prioritas sebenarnya,” kata Mitra.

Menempatkan salat pada bagian tetinggi dalam hidup akan membawa hidup kita lebih berkah. Memprioritaskan salat, bagi Mitra layaknya para ilmuwan yang melakukan penelitiian sesuai prioritas. Langkah-langkah prioritas tersebut tentu telah tersusun terlebih dahulu. Apapun yang kita lakukan sesuai prosedur akan lancar.

Dalam sebuah hadis dikatanan “Yang paling pertama dihisab tatkala manusia mati adalah salat.” Kalau salat kita sudah benar maka keseluruhan fisik dan psikis juga menjadi benar.

“Kalau kita jalankan seperti urutannya, akan benar. Jika sesuai melaksanakannya, itu namanya patuh. Kita saja terkadang suka membuat rumit, suka nawar-nawar,” jelas Mitra.

Sebagai umat Islam, salat adalah suatu kewajiban. Bagi mereka yang telah memenuhi syarat (mukallaf), tentu berdosa apabila meninggalkan salat. Salat merupakan pembeda antara seorang muslim dan non-muslim. Dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda “Perbedaan antara orang kafir (non muslim) dengan orang Islam adalah salat”.

Sikap Muslim dalam Menyikapi Musibah

$
0
0

Musibah apapun, menanggapinya mesti bijak. (Foto: Fery AP)

Musibah merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup manusia. Begitulah adanya musibah, dan begitulah sunnatullah yang berlaku. Bapak Mustafid Amna, Dosen Agama UNPAD, membagi musibah menjadi dua bagian. Yaitu musibah yang baik dan musibah yang buruk. Merujuk pada Firman Allah SWT dalam alquran:

“…dan kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)”, [QS. Al-A’raf (7):168].

Allah SWT menguji manusia terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan. Agar terlihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa.

Musibah yang baik seperti kekayaan, jabatan, kesuksesan dan kesenangan. Sedangkan musibah yang buruk seperti penyakit, ketakutan, kecelakaan, bangkrut dalam usaha dan lain-lain. Keduanya merupakan ujian yang diberikan Allah SWT kepada manusia.

Misalnya, peristiwa jatuhnya pesawat di Bandung Air Show beberapa waktu yang lalu, yang meninggalkan duka mendalam bagi dunia kedirgantaraan Indonesia, khususnya bagi keluarga korban. Kemudian,terpilihnya Jokowi menjadi gubernur Jakarta juga merupakan ujian. Ini semua harus disikapi dengan baik, terutama oleh muslim.

Nabi Sulaiman AS diberi musibah yang baik. Ia diuji dengan kekayaan melimpah, dengan mukzizat bisa berbicara dengan binatang, jin, dan burung. Dan ia bersyukur atas kenabian, keadilan, dan rahmat yang diberikan Allah kepadanya.

Sedangan Nabi Ayub AS pernah diuji dengan penyakit kulit yang dahsyat sehingga manusia-manusia enggan untuk mendekatinya. Namun Nabi Ayub adalah seseorang yang selalu kembali kepada Allah SWT dengan zikir, syukur, dan sabar. Kesabarannya menyebabkan beliau memperoleh keselamatan. Allah SWT telah memujinya dalam alquran yang berbunyi:

“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaih-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” [QS. Shad (38): 44].

Bahkan untuk menggambarkan sulitnya ujian dalam bentu kesenangan Umar bin Khatab pernah berkata; “Aku diuji dengan yang buruk, Aku bisa sabar. Tapi belum tentu jika diuji dengan yang baik kami mampu bersyukur”.

Menurut Mustafid, musibah bagi muslim itu maju kena, mundur kena. Dalam artian ketika diberi kenikmatan lalu syukur mendapat satu poin, dan ketika mendapat sesuatu yang tidak enak lalu sabar mendapat satu poin juga.***

Salman Home Tournament, Olahraga Sebagai Sarana Ukhuwah

$
0
0

Pembukaan Salman Home Tournament (Salto) oleh Agis, ketua pelaksana Salto, dan Wahyu, pembina DMK. (Foto: tim dokumentasi Salto)

Oleh: Isabella Juliana

“Alhamdulillah, Luar Biasa, Allahu Akbar!” suara kontingen Karisma lantang. Tak mau kalah, kakak-kakak PAS menyerukan jargon mereka “Kakak-kakak, siap! Siap! Allahu Akbar”. Teriakan-teriakan tersebut meramaikan area paving block Salman ITB Ahad siang itu (11/11).

Rupanya, siang itu merupakan pembukaan “olimpiade” internal Salman ITB, Salman Home Tournament (SALTO). Parade atlet pun dilakukan layaknya deville pada olimpiade. Satu demi satu rombongan atlet berjalan dengan panji tiap tim. SALTO diikuti oleh unit-unit yang ada di Salman, Asrama, Rumah Visi, serta Karyawan.

Penerbangan balon yang dilakukan oleh Wahyu, salah seorang pembina Bidang Kemahasiswaan dan Kaderisasi (BMK). Menurut Agis, ketua pelaksana, tujuan dari SALTO tidak lain adalah mempererat ukhuwah antar unit dan segenap massa Salman.

Permainan tradisional macam galasin, bebentengan, egrang, dan bakiak jadi pertandingan pembuka SALTO. Asrama Rumah Visi jadi pemenang di kategori ikhwan. Sementara kategori akhwat dimenangi kakak-kakak PAS ITB.

Selain olahraga tradisional, dipertandingkan pula olahraga-olahraga populer seperti futsal, renang, lari, badminton, dan tenis meja. Lomba masak akan dijadikan cabang penutup SALTO yang akan dihelat hingga Ahad, 2 Desember mendatang.

Sebelum penutupan acara pembukaan SALTO, para atlet mengucapkan janji atlet SALTO yang isinya berkisar perihal supportifitas dalam bertanding. Dari mata para atlet, terlihat kilau semangat untuk membawa kontingennya menjadi juara. Hm.. Kira-kira siapa yang berhasil mendapatkan piala bergilir SALTO tahun pertama ini ya?

“Alhamdulillah, Luar Biasa, Allahu Akbar!” suara kontingen Karisma lantang. Tak mau kalah, kakak-kakak PAS menyerukan jargon mereka “Kakak-kakak, siap! Siap! Allahu Akbar”. Teriakan-teriakan tersebut meramaikan area paving block Salman ITB Ahad siang itu (11/11).

Rupanya, siang itu merupakan pembukaan “olimpiade” internal Salman ITB, Salman Home Tournament (SALTO). Parade atlet pun dilakukan layaknya deville pada olimpiade. Satu demi satu rombongan atlet berjalan dengan panji tiap tim. SALTO diikuti oleh unit-unit yang ada di Salman, Asrama, Rumah Visi, serta Karyawan.

Penerbangan balon yang dilakukan oleh Wahyu, salah seorang pembina Bidang Kemahasiswaan dan Kaderisasi (BMK). Permainan tradisional macam galasin, bebentengan, egrang, dan bakiak jadi pertandingan pembuka SALTO. Asrama Rumah Visi jadi pemenang di kategori ikhwan. Sementara kategori akhwat dimenangi kakak-kakak PAS ITB.

Selain olahraga tradisional, dipertandingkan pula olahraga-olahraga populer seperti futsal, renang, lari, badminton, dan tenis meja. Lomba masak akan dijadikan cabang penutup SALTO yang akan dihelat hingga Ahad, 2 Desember mendatang.

Menurut Agis, ketua pelaksana, tujuan dari SALTO tidak lain adalah mempererat ukhuwah antar unit dan segenap massa Salman.

Sebelum penutupan acara pembukaan SALTO, para atlet mengucapkan janji atlet SALTO yang isinya berkisar perihal supportifitas dalam bertanding. Dari mata para atlet, terlihat kilau semangat untuk membawa kontingennya menjadi juara. Hm.. Kira-kira siapa yang berhasil mendapatkan piala bergilir SALTO tahun pertama ini ya?

Langka Perhatian, Bangun Posko di Dayeuhkolot

$
0
0

(Foto: Fery A. P.)

 

Menyikapi hujan lebat yang disusul bencana banjir dalam beberapa minggu terakhir, Korps Relawan Salman (Korsa) bersama-sama dengan Keluarga Mahasiswa ITB dan Voul-D (voulunteer docter) Unpad menggelar bakti sosial, Sabtu (25/11).

Bertempat di Dayeuhkolot, tim Korsa membuat posko kesehatan. Mereka akan mengadakan penyuluhan dan pelayanan kesehatan kepada warga di sekitar lokasi yang terkena bencana banjir. Tim Korsa juga menyediakan obat-obatan dan ambulan. Dua perangkat tersebut bisa digunakan warga bila sewaktu-waktu memerlukan.

“Dari Keluarga Mahasiswa ITB ada penyuluhan untuk anak-anak tentang sampah dan perilaku hidup sehat, ” kata Abduh, salah seorang penanggung jawab tim Korsa.

Menurut Abduh, saat ini di daerah terdampak banjir Dayeuhkolot, sanitasi menjadi faktor yang mengkhawatirkan. Sanitasi yang tidak baik menyebabkan munculnya berbagai penyakit seperti diare dan ispa. Utamanya, anak-anak menjadi sangat rentan dengan penyakit-penyakit tersebut.

“Kenapa kita fokus di Dayeuhkolot? Karena disana belum terlalu dapat perhatian.. Berbeda dengan di Soreang yang sudah banyak relawan dari berbagai organisasi masuk ke sana,” imbuh Abduh. Tim Korsa sendiri memberangkatkan 25 orang relawan.

Korsa juga tetap siaga selama bencana. Mereka menyediakan hotline bencana. Sampai hari ini kencleng Penggalangan Dana Siaga Bencana Bandung Raya Korps Relawan Salman terus disebar.

“Obat-obatan yang ada berasal dari donasi. Ada balai pengobatan selama sebulan dan gerakan air sehat juga,” ujar Abduh.

Posko kesehatan Korsa bertempat  di Pesantren Persis 102 dayehkolot. Pos kesehatan buka dari pukul 10.00 sampai dengan 15.00. [Tr]

Kuatkan Ukhuwah Antar Unit Salman Lewat “Salto”

$
0
0

Lomba permainan tradisional (galasin) ikhwan. (Foto: Aulia Mulya D.)

Salto seringkali dilakukan ketika pesepakbola berhasil mencetak gol. Namun apa jadinya jika salto terjadi di lingkungan Masjid Salman ITB? “Salto” disini bukan salto biasa. Salto, atau “Salman Home Tournament”, merupakan ajang antar unit-unit Salman untuk saling berkompetisi. Bukan hanya unit-unit Salman saja, karyawan Salman pun bisa mengikuti Salto ini.

Ada banyak unit di Salman. namun tak jarang, tidak semua anggota unit saling mengenal. Kebanyakan anggota unit hanya saling mengenal didalam satu unit saja. Oleh karena itu, BMK (Bidang Kemahasiswaan dan Kaderisasi) Salman mengadakan Salto. Salto merupakan salah satu gebrakan baru untuk memperkuat ukhuwah antar aktivis Salman.

“Semua aktivis unit bisa berperan aktif,” ungkap Arry Setya, Manajer DMK Salman.

Menurutnya Salto ini merupakan moment langka. Hal ini disebabkan karena selama ini acara kekeluargaan antar unit kurang terasa.

“Karena ukhuwah diawali dengan kenal nama dan wajah,” kata Agis Nurholis, Ketua Pelaksana Salto.

Ajangt ini ditujukan untuk seluruh aktivis salman yang terdiri dari unit, asrama, sampai karyawan. Unit-unit Salman yang mengikuti Salto ini adalah Aksara, Karisma (Keluarga Remaja Masjid Salman), Mata (Majelis Ta’lim Salman), Gamais (Keluarga Agama Islam ITB), PAS (Pembinaan Anak-anak Salman), Pustena, Korsa (Korps Relawan Salman), Asrama Salman, Rumah Visi, dan Karyawan Salman.

Salto bertujuan untuk menguatkan ukhuwah atau hubungan antar unit. Bukankah persaingan dapat menjadikan salah satu ajang untuk saling mengenal? Selain itu, Salto juga bertujuan sebagai ajang me-refresh diri. Salto juga menekankan akan pentingnya berolahraga.

Permainan tradisional menjadi pembuka pertandingan Salto Ahad, (11/11) lalu. Selain permainan tradisional, masih ada serangkaian perlombaan seperti, futsal, lari, bulu tangkis, tenis meja, renang, dan lomba masak. Perlombaan berlangsung selama tiga minggu.

Pada akhir Salto, akan diadakan LMD (Latihan Mujahid Dakwah). Harapannya, semua aktivis Salman bisa mengikuti LMD. Minimal, ada perwakilan “atlit” Salto di tiap unitnya. Hal ini dikarenakan LMD merupakan gerbang awal kaderisasi Salman yang akan diadakan pertengahan Desember mendatang.

Sistem perlombaan yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan poin. Siapa yang mengumpulkan poin terbanyak, maka akan mendapatkan piala bergilir Salman. Menurut Agis, akumulasi poin didapatkan dari setiap perlombaan.

Selain piala bergilir, terdapat penghargaan-penghargaan seperti supporter terheboh. Peserta yang mengikuti lomba dikenakan biaya sebesar lima ribu rupiah tiap lombanya. Hal tersebut untuk menjaga komitmen peserta dalam mengikuti lomba.

Sebelum lomba dimulai, ada technical meeting antar unit. Hal tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kematangan unit tatkala lomba akan dimulai. Ketika ada unit yang tidak mengikuti technical meeting, maka unit tersebut dianggap mengundurkan diri. Bukan hanya unit, panitia pun turut bertanding. Panitia Salto yang berjumlah 76 orang berlomba permainan tradisional ahad, (18/11) kemarin. Panitia tersebut berasal dari perwakilan unit. [Tr]

 

 

Lewat Sejarah, Mencari Tempat Berpulang

$
0
0

Oleh:  Anggrahita Bayu Sasmita*

Foto dari: ghiasi.org

Sembari me-review sedikit untuk persiapan presentasi mengenai arsitektur komputer, saya cukup takjub dengan bahasan-bahasan yangg saya ambil dari referensi. Tidak ada paparan mengenai teknologi yang sama sekali lepas dari sebuah vendor. Kebijakan dan pendekatan pengembangan yang dilakukan oleh pihak tersebut menjadi sebuah periwayatan sejarah tersendiri terhadap perjalanan berkembangnya pemikiran manusia pada satu teknologi.

Simply saying, ketika sejarah sosialisme berjalan seiring dengan berkembangnya mazhab marxisme, maka sejarah arsitektur prosesor komputer tidak lepas dari bagaimana perusahaan bernama Intel melakukan inovasi.

Bila artefak sejarah dipandang sebagai referensi perjalanan struktur nilai manusia, maka dapat kita lihat satu kenyataan. Pada ada zaman dahulu, manusia begitu bergantung pada eksistensi seorang raja dan negeri yang ia pimpin. Raja dan negeri berperan sebagai penentu struktur nilai yang manusia anut. Selalu kita lihat korelasi nilai yang muncul dari budaya-religi sebuah bangsa terhadap lokasi dan sistem politik nilai tersebut diterapkan.

Struktur nilai Ri-Yue yg diajarkan guru Kong Fu. Pun, struktur nilai Tao yg diajarkan guru Lao terwujud dalam sebuah lokasi geo-sosio-politik bernama Zhong Guo (Cina). Begitu pula struktur nilai ajaran Majusi yang konon bersumber dari Zarathustra. Struktur tersebut terwujud dalam lokasi geo-sosio-politik bernama Persia. Struktur nilai yang diwujudkan secara mistik lewat animisme, dinamisme, serta pandeisme selalu berikatan dengan bangsa dan sistem negara yang mengatur bangsa tersebut.

Hal ini barangkali sebuah pelajaran bagi umat muslim ketika mereka mengenal sebuah qashash (kisah-kisah) dalam kitabnya. Salah satu qashash tersebut ialah mengenai Bani Israil yang meminta diangkatnya seorang raja untuk memimpin mereka berperang. Diangkatnya Thalut diyakini sebagai orang yang mampu menimbulkan konsekuensi di kemudian hari secara ilmu dan jasmani. Konsekuensi tersebut berupa perubahan struktur sosial Bani Israil. Mereka bukan lagi kumpulan suku-suku yang tersebar di tanah Kanaan. Bani Israil bahkan berubah menjadi suatu masyarakat yang memiliki struktur sosio-politik sendiri.

Qashash terkait Bani Israil ialah mengenai kepemimpinan Dawud dan Sulayman. Kedua nabi tersebut memberikan nuansa berbeda terhadap mereka. Perbedaan nuansa tersebut adalah struktur nilai yang mereka anut dibandingkan sewaktu mereka digiring keluar oleh Musa dari kezhaliman Fir’awn. Mereka tidak lagi sekedar kesatuan etnis. Namun, mereka menjadi sebuah bangsa yang bernegara dengan raja dari kalangan mereka sendiri sebagai pemimpinnya. Tidak lagi kitab mereka berbicara mengenai ajaran-ajaran personal, tetapi bertambah pada hukum-hukum dalam menjalankan negara.

Kewajiban mereka berkembang dari bagaimana menyebut nama Yahwe tanpa kesia-siaan menjadi bagaimana menyucikan Haikal yang dibangun Sulayman. Mereka menyebutnya Kodesh ha-Kodashim, orang Arab menyebutnya Baytul Maqdis, umat Muslim menyebutnya Masjidil Aqsha; masjid nun jauh di ujung sana.

Apa boleh buat, kerajaan yang dibangun hingga berakhirnya masa Sulayman barangkali hanya dianggap sebagai kendaraan kepentingan politik di masa setelahnya. Bani Israil kemudian memecah kerajaan menjadi dua, Jerussalem dan Samaria. Perpecahan itu melemahkan mereka hingga di satu masa datanglah pasukan dari raja di Babylon menjajah mereka dan menghancurkan Baytul Maqdis hingga menjadi puing. Tak ayal kemudian mereka kebingungan bagaimana mempertahankan struktur nilai yang mereka yakini. Ritual sebagai simbol nilai religi tak dapat mereka lakukan tanpa adanya Haikal, apalagi mengambil ilham di balik syari’ah Allah tersebut.

Ada masanya catatan sejarah, sebagai periwayatan pemikiran manusia, dilakoni sebuah kerajaan sebagai pemeran utama yang menentukan nilai budaya.

Lama kemudian kisah tersebut sampai pada telinga umat Nabi Muhammad. Kebutuhan akan adanya struktur nilai tersebut mendorong pembangunan negeri Madinah dan pemerdekaan Makkah. Kondisi ini memicu terjadinya kedua Haramayn, dua kesucian, sebagai sentra nilai peradaban Islam yang muncul setelahnya. Struktur nilai yang dibangun sedikit berbeda dengan interpretasi pembangunan kerajaan sebagaimana permintaan Bani Israil bertahun-tahun silam. Laa ilaaha illa Allah menjadi prinsip yang betul-betul tegas dalam gerakan yang baru ini.

Ketika seseorang begitu miskin untuk mampu berpikir tentang nilai-nilai moral, maka umat (yang secara loyal telah terhimpun dalam kepemimpinan) bertanggung jawab memakmurkannya. Umat pun berkewajiban membawanya untuk turut serta berpikir tentang fitrahnya. Ketika masyarakat begitu lemah dan terdesak dalam melaksanakan kewajiban fitrahnya, maka mereka bertanggungjawab secara kolektif untuk memiliki kekuatan politik yang membebaskan keadaannya. Hal ini memicu masyarakat dapat melaksanakan kewajiban yang menjadi fitrah mereka. Keyakinan ber-ilah terwujud, dalam gerakan yang dibawa oleh Nabi Muhammad ini, sebagai aktualisasi kerja yang manusiawi dan nyata.

Tak lagi, agama dipandang sebagai sekedar transendensi. Tak pula lagi, kepemimpinan dipandang sebagai sebuah teokrasi yang nilainya tampak jauh melangit. Kepemimpinan bukan lagi milik pihak tertentu. Barangsiapa yang mau dan  tentu mampu bisa memiliki hak dalam menentukan kebijakan politik. Bahkan, wajib bila ia benar.

Ada masanya catatan sejarah– sebagai periwayatan pemikiran manusia– dilakoni manusia tanpa melihat latar belakangnya sebagai raja atau setengah dewa. Ada masanya sejarah melihat bahwa nilai moral begitu manusiawi dan inspirasi kebenaran muncul dari manusia yg kembali pada fitrahnya serta memaknai eksistensinya.

 

 

 

Hanya “Laa ilaah” 

Barangkali inilah yang dialami oleh negeri-negeri barat. Hingga kini, mereka menunjukkan diri sebagai aktor yang menorehkan sejarah dan perjalanan berpikir manusia. Era kebangkitan bernama Renaissance membawa mereka pada kebebasan dari doktrin beragama yang pasif menuju realisasi fitrah mereka: berpikir kritis. Hanya sayang, mereka kemudian mengkritisi fitrah mereka sendiri. Kapitalisme membawa mereka pada kebebasan untuk melaksanakan kegiatan ekonomi. Hanya sayang ketika kemakmuran mereka tidak menjadi kesejahteraan kolektif. Revolusi industri membawa mereka pada kebebasan inovasi. Hanya sayang ketika implementasinya terlalu fokus pada pemuasan ketamakan.

Memang, kebebasan-kebebasan itulah yang membawa manusia dalam pencarian jati dirinya. Hal itu dapat dipandang sebagai sebuah penolakan atas ikatan-ikatan yang mengungkung fitrah. Hanya saja, hasrat tersebut mungkin belum menuju pencapaian pada tempat pulang dari fitrah itu sendiri. “Laa ilaah” seakan terlaksana, tetapi “illa Allah” masih menjadi wacana.

Ah, saatnya kembali pada kisah di paragraf awal. Sains komputer tampak begitu menarik. Kita bisa melihat bahwa demi menyelesaikan sebuah masalah, teknologi memunculkan kompleksitas baru. Kompleksitas ini pun menciptakan kebutuhan atas penyelesaian masalah yang timbul karenanya. Itulah barangkali dinamika manusia. Sejarah hari ini, sebagai cerminan dinamika manusia itu sendiri, tampaknya hanya akan dilakoni oleh mereka yang sibuk mencari solusi atas permasalahan. Dengan kata lain, lakon sejarah adalah mereka yang bertanya “Bagaimana saya menyelesaikan persoalan ini?”

Dan mereka yang sibuk mencari solusi hanya akan terjebak pada lingkaran kompleksitas tadi. Kecuali, ia memahami konsep dasar yang memunculkan pertanyaan:

“Mengapa saya harus melakukan ini?”

Ada masanya catatan sejarah, sebagai periwayatan pemikiran manusia, dilakoni oleh manusia itu sendiri sebagai orang yang ingin mencari jati dirinya. Ada masanya sejarah akan melihat bahwa manusia mencari tempatnya untuk kembali pulang….

Sungguh, bagi orang beriman, ia akan menemukan Allah di ujung semua dialektika.***

 

 *Penulis adalah mahasiswa teknik pemerhati isu kemanusiaan

Perilaku Manusia Pengaruhi Banjir

$
0
0

Foto: beritaprima.com

 

Akhirnya musim hujan tiba. Tiap hari hujan turun dengan deras. Tak jarang, membuminya hujan diikuti oleh angin kencang yang menumbangkan pohon-pohon. Bahkan, di beberapa daerah hujan menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor.

“Banjir terjadi karena manusia dan tata ruang yang tidak seimbang. Disini manusia harus menyesuaikan diri,” kata Agung Wiyono ahli tata kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin (26/11) . Siang itu, Salman Media mewawancarai Agung di taman Ganesha dengan cuaca yang mendung.

Banjir merupakan salah satu kejadian alam. Saat banjir tiba, daratan terendam air yang berlebihan. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya. Seperti yang terjadi di Soreang dan Baleendah Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu.

Banjir, kata Agung lebih banyak diakibatkan oleh perilaku manusia. Misalnya, manusia mendirikan kota atau bangunan di daerah yang kemungkinan besar terkenan banjir. Pemukiman yang dibuat manusia telah menutup saluran yang seharusnya dilalui oleh sang air.

“Sekarang pahami subjeknya dulu. Yang teriak banjir itu manusia. Kalau tidak ada manusia tidak akan ada yang teriak banjir. Jadi, ada unsur manusianya,” papar Agung.

Agung bertanya balik, seandainya ada hujan deras di suatu pulau yang tidak ada manusianya, ada yang teriak banjir tidak? Ia menjawab tidak. Bahkan, ketika pulau itu tenggelam tidak akan ada yang mempermasalahkan kalau tidak ada manusianya.

Manusia dan tata ruang pemukimannya dianggap telah membawa dampak buruk. Saat Banjir tiba kita lebih sering menyalahkan alam, hujan deras tanpa bercermin pada perilaku diri sendiri. Dengan hujan, air yang meluap kita tidak ada masalah. Yang harus dibenahi adalah tata ruangnya. Jika tata ruang benar,  tidak akan ada banjir.

“Manusia juga harus mengatur diri. Pertama, dari institusinya (DPR, MPR, DPRD). Buatlah aturan perundang-undangan tentang tata ruang. Sehingga tidak ada manusia yang sampai pada level banjir itu,” ujar Agung.

Di Cina, ketika air meluap, dibuat daerah pengalihan banjir. Dengan air yang sebanyak itu, maka dibuatkan saluran (drainase) sebesar banyaknya air yang datang. Kawasan lintasan air itu adalah perdesaan yang sengaja ditenggelamkan ketika keadaan darurat. Hal itu dimaksudkan untuk melindungi wilayah perkotaan.

“Kalau difasilitasi, air tidak akan meluber kemana-mana. Air akan masuk ke drainase ,” tambah Agung.

Mengatasi masalah banjir tidaklah sederhana. Katakanlah Gubernur DKI Jakarta yang baru, Joko Widodo memunyai uang besar untuk mengatasi banjir Jakarta. Namun, bagi Agung hal tersebut tidak cukup. Menurut Agung cara utama mengentaskan banjir bukan dengan uang, tapi pembenahan manusia dan tata ruang.

“Drainase (saluran) air mesti dibenahi. PR saya kemudian tanyakan kepada ahli politik, ahli sosial-ekonomi, DPR, DPRD untuk membuat politik anggarannya.” kata Agung. “Berapa untuk drainase, berapa untuk membina karakter manusia.”

Intinya, Agung berpendapat jangan meletakkan manusia di daerah banjir. Jangan pula buat tata ruang di daerah banjir. Selesai! Wallahu a’lam bishawab.[Tr]

 


Pengumuman Hasil Try Out II Beasiswa Perintis III

$
0
0

Pengumuman hasil try out ke-2 Beasiswa Perintis III dapat diunduh di sini atau dilihat online di sini.

Berikut informasi Try Out ke-3:

  1. Peserta Yang Lulus Wajib mengikuti Try Out 3 Beasiswa Perintis pada tanggal 23 Desember 2012.
  2. Untuk wilayah Bandung Raya tes dilaksanakan di Salman ITB.
  3. Untuk Garut dsk. tes dilaksanakan di SMAN 2 Garut.
  4. Daftar Ulang Try Out 3 dimulai pukul 07.15 WIB.
  5. Peserta membawa perlengkapan try out masing-masing.
  6. Boleh mengenakan pakaian bebas.
  7. Materi tes adalah TPA, B. Indonesia, B. Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi.
  8. Informasi Hub Irfan (085222888950)

Makan Besar Trans7 Bersama PAS ITB

$
0
0

(Foto: http://pas.salmanitb.com)

PAS (Pembinaan Anak-anak Salman) ITB sudah sering tampil di layar kaca. Adik PAS tampil melalui video klip lagu “Dzikir Anak” bersama Sulis. Terakhir, mereka tampil pada konser amal Salman bersama Ebiet G. Ade. Ternyata bukan adik PAS saja, orang tua dan kakak-kakak PAS pun akhirnya tampil di layar kaca, tepatnya pada acara “Makan Besar” Trans7 kamis lalu (23/11).

Divisi Public Relation (PR) PAS ITB yang telah mengundang tim Makan Besar Trans7 untuk hadir di Salman. Undangan ini memang merupakan salah satu program kerja PR yang berelasi dengan eksternal Salman.

“Biar PAS itu dikenal oleh pihak luar,” ungkap Mahshuna Zahrotul Firdaus (Kak Nunin), ketua PR PAS ITB.

PR sengaja mengundang kakak-kakak, adik, dan orang tua adik karena memerlukan banyak tenaga untuk masak dalam jumlah besar. “Karena kan kita masaknya dalam jumlah besar dan pastikan hasilnya juga banyak, jadi kita ngerjain bareng-bareng,” tambah Kak Nunin.

Walaupun cuaca tampak mendung, namun acara tetap berlangsung di paving block timur masjid Salman ITB. Kakak-kakak dan orang tua adik tampak antusias mengikuti acara ini, apalagi akan masuk layar kaca. Hal tersebut terbukti. Sejak pukul sembilan pagi mereka sudah berkumpul untuk siap memasak membantu Chef Ragil.

“Saya dari jam sembilan pagi disini ikut acara ini (red: Acara Makan Besar Trans7),” kata Marliana Hafsoh, Orang tua adik PAS semester 57.

Kakak-kakak dan orang tua adik saling bekerja sama menyiapkan bahan-bahan untuk membuat Pasta raksasa. Ada yang memotong bumbu-bumbu, ada yang menyiapkan wajan penggorengan, ada pula yang asyik bermain bersama adik-adik. Tengah hari hujan turun mulai deras. Beberapa orangtua dan kakak-kakak masih melanjutkan pekerjaannya karena ada tenda besar yang melindungi dari hujan.

Hujan tidak menyurutkan semangat orang tua dan kakak-kakak bahu membahu membuat pasta raksasa. Hingga pukul empat sore, pasta sudah hampir siap untuk disajikan. Jamaah Salman pun semakin banyak yang berdatangan memenuhi area makan besar ini.

“Horeee…!” teriak adik, kakak, orangtua dan kru trans7 ketika hidangan pasta raksasa beserta minumannya selesai disajikan. “Rame banget, paling rame itu pasti selalu pas sorenya,” ujar Jimmy, Produser Acara Makan Besar Trans7.

Setelah pasta siap saji, kakak, adik, dan orang tua silih berganti mengambil bagian pasta untuk disantp bersama. Momen itu menghangatkan suasana pelataran Masjid Salman ITB yang pada saat itu masih turun hujan.[Tr]

Kesederhanaan Berislam di Kampung Adat Dukuh

$
0
0

Foto: Aulia Mulya Dewi

Ada yang menarik ketika datang ke Kampung Dukuh, Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut Selatan. Adalah suatu kampung adat yang kentara akan nilai-nilai islam. Kehidupan sehari-harinya yang penuh dengan kesederhanaan, baik itu dari segi rumah adat, pakaian, sampai bahasa dan perilakunya.

Tatkala hendak datang ke kampung adat tersebut, ada banyak pantangan yang tidak boleh dilakukan di Kampung Adat Dukuh. Pantangan tersebut diantaranya, antara perempuan dan laki-laki harus menjaga hijab (tidak boleh terlalu dekat) , tidak boleh selonjor kaki ke arah utara, tidak boleh berbicara ketika makan, tidak boleh menggunakan alat-alat elektronik, dan tidak diperkenankan memakai pakaian dalam ketika berziarah.

Warga Kampung Adat dukuh yang terdiri dari 42 susun rumah senantiasa mematuhi pantangan-pantangan tersebut. Pantangan antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahromnya harus menjaga hijab didasarkan karena dalam Islam sendiri tidak boleh seperti itu.

Pantangan selonjor kaki ke arah utara, hal tersebut dilakukan karena di arah selatan Kampung Dukuh terdapat sebuah makam karomah. Makam tersebut merupakan makam Syekh Abdul Jalil, sang juru kunci yang juga pendiri kampung dukuh. Pantangan tersebut sebagai tanda menghormati  makam Syekh Abdul Jalil. Ada pula makam Hasan Husein, makam-makam kuncen, dan pemakaman umum warga Kampung Dukuh.

Warga Kampung Dukuh rutin berziarah ke makam karomah setiap hari sabtu. Ziarah dipimpin oleh juru kunci (kuncen). Saat ziarah pun ada beberapa larangan . Larangan-larangan tersebut di antaranya adalah perempuan yang sedang datang bulan dilarang ziarah, tidak boleh memakai perhiasan, bahkan tidak diperkenankan memakai pakaian dalam. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kesederhanaan.

Warga Kampung Dukuh sederhana dalam berpakaian, tidak berlebihan namun tetap menutup aurat. Di Kampung Dukuh pun tidak ada alat-alat elektronik, bahkan untuk penerangan pada malam hari saja masih menggunakan lampu cempor.

Salat lima waktu di Kampung dukuh pun memiliki keunikan tersendiri. Tatkala tiba waktu salat, akan ada panggilan kepada seluruh warga Kampung Dukuh melalui sebuah bedug besar yang ada di masjid Kampung Dukuh.

Adzan teu ngangge pengeras suara, cuma ngangge tradisional, takol bedug,” ujar Mbah Jumjum, penari adat Tebang Sajak khas Kampung Dukuh. (Red: Adzan tidak memakai pengeras suara, hanya memakai cara tradisional, menabuh bedug)

Pukulan pertama bedug ditabuh satu kali menandakan seluruh warga siap-siap datang ke masjid. Pukulan kedua, bedug ditabuh dua kali menandakan jamaah yang telah berda di masjid untuk melakukan salat sunnah. Pukulan ketiga, bedug ditabuh tiga kali menandakan siap untuk salat berjamaah.

Layaknya rumah warga, bangunan masjid pun dibuat dari bambu dan atap ijuk, alang-alang atau tepus. Bedanya, ukuran masjid lebih besar dari pada rumah warga. Ada pun yang lebih besar dari Masjid yaitu Bale Adat. Di sanalah kediaman kuncen Kampung Dukuh. Bale Adat biasanya digunakan untuk mengaji anak-anak pada siang hari setelah salat dzuhur.

Selain Masjid dan Bale Adat ada toilet umum. Toiletnya pun sangat sederhana, terbuat dari bambu dan terdapat sebuah pancuran. Di bawah toilet tersebut ada sebuah kolam besaryang ada ikannya. Guna ikan-ikan tersebut adalah sebagai pengurai kotoran manusia yang dibuang langsung kedalam kolam.

Kesantunan, keramahtamahan, dan perilaku sederhana dari warga kampung Dukuh sebenarnya mencerminkan kearifan lokal budaya Sunda yang ramah kepada sesama. Warga Kampung Dukuh berupaya menyelaraskan kehidupan sosial dan budayanya dengan perilaku menghormati alam.  Dua hal itu adalah hal yang harus ditiru oleh masyarakat perkotaan.

Tidak semua kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh warga Kampung Dukuh dapat diterapkan. Pada perkembangannya Islam itu memeang sederhana, namun senantiasa berkembang seiring perkembangan teknologi yang ada. Ada nilai-nilai yang bisa diterapkan ada pula yang tidak. [Tr]

Mentoring PAS ITB Penuh Percobaan!

$
0
0

(Foto: Aulia Mulya Dewi)

“Adik-adik ayo berkumpul kesini!” ajak Rizka DN (Kak DN) dan Febrilliawan (Kak Awan).

Kak DN mengajak adik-adik TK PAS (Pembinaan Anak-anak Salman) untuk menyaksikan pertunjukan api dan air Ahad, (2/11). Kak DN dan kak Awan  telah menyiapkan satu set percobaan air dan api di paving block Masjid Salman ITB.

Keduanya membuka percobaan dengan sebuah dongeng. Kak DN membawa sebuah boneka tangan bernama “Froggy”. Sedangkan Kak Awan membawa sebuah boneka tangan bernama “Chiripa”. “Froggy” berperan sebagai tokoh baik yang cinta lingkungan bersih. Sedangkan Chiripa berperan sebagai tokoh jahat yang senang merusak dan mencemari lingkungan.

Tatkala Kak DN dan Kak Awan bertanya kepada adik-adik “Siapa yang ingin seperti Chiripa?” maka tidak ada satupun adik yang mengangkat tangan. Ketika bertanya “Siapa yang ingin seperti Froggy?” semua adik mengangkat tangan. Artinya adik-adik telah paham mana tokoh yang baik dan mana tokoh yang jahat.

Percobaan selanjutnya adalah air dan api, namun tanpa di irinngi sebuah dongeng. Air dimasukkan kedalam piring, di tengah piring ada sebuah lilin yang menyala. Kemudian botol menutupi lilin, maka air yang berada dalam piring masuk ke dalam botol. Adik-adik bersorak kemudian melakukan percobaan tersebut di tikarnya masing-masing.

Bukan hanya adik TK, adik SD PAS pun melakukan sebuah percobaan. Percobaan yang mereka lakukan adalah membuat gunung meletus.

“Jadi setiap kelompok melakukan sebuah percobaan tentang proses meletusnya gunung,” kata Aini Yurisa (Kak Aini). Bahan dan alat  yang digunakan antara lain adalah tanah, deterjen, cuka, pewarna, baking powder, botol bekas, koran bekas, air.

Semua bahan dimasukkan kedalam botol bekas yang telah dibenamkan dalam tanah. Bahan-bahan dimasukkan secara berurut adalah air, deterjen, pewarna, baking powder, dan cuka. Setelah cuka dimasukkan kemudian gunung meletus mengeluarkan sebuah lava berwarna merah.

Sebelum percobaan dilakukan, seperti biasanya adik SD belajar baca Al-Quran (BBAQ) menggunakan metode Audio Visual Kinestetik (AVK). Ayat Al-quran yang dibahas pun berkaitan dengan tema mentoring kali ini.

Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (QS. Luqman: 10)

Setelah mentoring kolosai usai, maka adik-adik SD menuju club nya masing-masing. Sedangkan adik-adik TK pulang. [Tr]

 

 

Gentle Birth, Proses Panjang Melahirkan Buah Hati

$
0
0

Foto: life.viva.co.id

Bayangkan. Seorang Ibu terkapar di ranjang persalinan. Staf bersalin mengelilingi sang ibu dengan tensi menegangkan. Dokter yang membantu persalinan beberapa kali menyerukan instruksi “Induksi!”, “Lakukan pendorongan janin!”, “Suntikkan obat pemercepat pembukaan”. Pun, cahaya lampu yang menyorot menambah suasana tegang itu. Raut muka sanak famili yang turut menyaksikan menampakkan kekhawatiran.

Sosok makhluk kecil yang disinyalir 1000 kali lebih sensitif dari orang dewasa itu lantas lahir dalam atmosfer serba “nggak nyantai”. Padahal, proses kelahiran yang traumatik bisa terekam dalam pikiran bawah sadar kita dan mempengaruhi perilaku. Hasilnya, mungkin sang bayi menjadi pribadi yang mudah cemas, mudah marah, mudah tersinggung, atau mudah mendendam.

Fenomena di atas kemudian memacu beberapa orang untuk mengembalikan persalinan ke “fitrah” awalnya. Adalah gentle birth. Dalam gentle birth, proses kelahiran alami bayi dianggap sebagai sesuatu yang sakral dan patut dihormati. Dokter atau bidan hanya mendukung selama proses persalinan berlangsung dan membantu jika diperlukan. Dengan kata lain, ahli medis tidak menginterupsi ritme alami tubuh si ibu saat persalinan.

Pada dasarnya proses kelahiran alami bayi dapat dilakukan di rumah, di klinik kebidanan atau bersalin, atau di mana saja. Yang penting adalah si calon ibu merasa nyaman dan terdukung secara fisik dan mental.

Metode persalinan alami sudah jauh berbeda dengan persalinan modern yang kita kenal sekarang, khususnya mengenai posisi bersalin. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa posisi berjongkok, setengah berjongkok, berdiri, atau merangkak dengan tangan bertumpu pada pegangan saat bersalin adalah posisi yang paling sesuai dengan mekanisme alamiah tubuh. Hukum gravitasi sangat berlaku dalam posisi-posisi ini, sehingga membantu mempermudah janin melalui jalan lahirnya.

Bersalin—menurut gentle birth adalah seni, bukan ilmu. Kelahiran dipercaya sebagai sebuah prosesnya harus dibiarkan berjalan dengan sendirinya dengan bantuan hormon alami, yaitu cinta itu sendiri. Untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi saat bersalin, calon ibu harus mempersiapkan diri dengan nutrisi yang baik dan sesuai selama hamil.

Gentle birth tidak terbatas pada hari-H pesalinan. Gentle birth adalah perjalanan panjang yang saling berkaitan– dimulai dari seks yang sadar dan sakral, kehamilan yang alami, persalinan yang ramah jiwa, hingga pengasuhan anak yang penuh kesadaran.

Bagi Anda yang ingin melaksanakan gentle birth, Anda dihimbau untuk membiarkan hati dan pikiran Anda terbuka. Anda juga perlu memerhatikan asupan nutrisi yang sesuai sejak sebelum kehamilan dan menjaga kesehatan fisik dan mental.

Lebih penting lagi, Anda harus menghindari stres. Bumil yang stres dan sering tidak bisa mengontrol emosi akan melepaskan hormon kortisol yang tinggi dalam aliran darahnya. Hormon ini akan menghambat perkembangan otak janin. Jadi, jelas konsep happy mums intelligent babies memang terbukti.

Sementara itu suami, anggota keluarga, dan pihak-pihak yang membantu proses persalinan, harus cukup memberi dukungan dengan rasa percaya dan keyakinan bahwa si calon ibu dapat bersalin dengan alami.

 

 

Yang paling bertanggung jawab: ayah!

Fa’aqim wajhaka liddini haniifa, fitrathallahillatii fatharannasa ‘alaihaa. Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Potongan sabda Ar-Rum ayat 30 inilah yang menjadi rujukan bagi Ustad Yajid Kalam mengutamakan persalinan natural.

“Agama yang lurus itu sesuai dengan fitrahnya manusia. Jadi kalau tanya mana yang sesuai dengan islam, yang sesuai dengan fitrahnya manusia,” simpul Yajid.

Manajer Divisi Pelayanan dan Dakwah (DPD) tersebut memaklumi jika persalinan konvensional—bahkan operasi caesar dilakukan. Namun ia menyarankan lebih baik tidak dilakukan jika tidak dalam kondisi darurat. Apalagi jika didasarkan pada keinginan yang tidak berdasar.

“Kalau ditanya apakah boleh persalinan konvensional? Ya, boleh. Tapi, kalau ditanya apakah baik, ya nggak,” ujar pria kelahiran Tasikmalaya ini.

Dalam mempersiapkan sosok calon pribadi insan kamil sedari janin, Yajid  menganjurkan bumil untuk memerkuat ruhani di samping fisik. Itulah hal pertama yang harus diperhatikan. Kondisi psikis bumil sangat memengaruhi keadaan janin.

“Nah, kondisi psikisnya itu tidak hanya berhubungan dengan psikisnya si janin, tapi juga berkaitan dengan fisiknya. Stres seorang ibu mungkin membuat janin tidak akan berkembang baik,” tutur Yajid.

Namun di sisi lain, Yajid justru melihat calon ayahlah yang lebih diutamakan dalam mencetak calon insan kamil. Dalam syari’at Islam, yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan nasib anggota keluarganya adalah sang ayah. Jika istri stres, yang pertama disalahkan itu suaminya

“Yang harus memastikan istri sehat dan bahagia itu kewajiban suami. Maka perhatian pertama dalam proses kehamilan dipegang oleh suami, sedangkan kedua baru istri,” papar  Yajid.

Menurut Yajid, terkadang kita salah kaprah. Istri disuruh mengaji sering-sering, suaminya malah tidak. Seolah semuanya fokus hanya pada istri. Padahal, keduanya harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi calon bayi.

Kemudian, Yajid menceritakan hal yang menarik mengenai persalinan. Adalah Amien Rais. Ketika menghadiri kelahiran anaknya di rumah sakit, ia menggunakan pakaian sangat resmi lengkap berdasi. Sontak, orang-orang heran dengan kelakuannya. Dengan santai, ia menjawab keheranan tersebut.

“Saya berpakaian resmi seperti ini karena sedang diwisuda sama Allah. Dapat gelar jadi ayah lagi.”

 

*Sebagian dicatut dari http://www.gentlebirthindonesia.com/  

Viewing all 2618 articles
Browse latest View live