Halal Value Chain (HVC) merupakan upaya terintegrasi industri mulai dari input, produksi, distribusi, pemasaran, dan komsumsi.
Ini penting bagi kita ummat muslim untuk diketahui, karena bicara halal bukan hanya membahas industri hulu saja, atau industri hilir, halal value chain akan membahas bagaimana proses intregasi produk mulai dari sumbernya hingga disajikan dalam sebuah produk kepada konsumen akhir.
Materi Kuliah halal minggu ini akan membahas tentang Halal Value Chain, dengan Nara sumber Bapak Gentur Wibisono beliau adalah Deputi Direktur Bank Indonesia, serta yang akan menjadi moderator adalah Bapak Prof. Ir. Yazid Bindar. M.Sc. Ph.D sebagai Ketua Pusat Kajian Halal ITB
Wakaf Salman is inviting you to a scheduled Zoom meeting. Topic: Kuliah Halal Pertemuan 3.5: Strategy Bank Indonesia dalam Pengembangan Ekosistem HVC (Halal Value Chain) Time: Feb 12, 2021 08:00 AM Jakarta Join Zoom Meeting https://us02web.zoom.us/j/83528898982?pwd=VjM4MXZSeXBBUmpyQTFlVFYvVnJxdz09 Meeting ID: 835 2889 8982
Passcode: 701759
Wakaf & donasimu telah membantu keberjalanan kuliah halal ini. Yuk berdonasi sekarang juga!
Bank Syariah Indonesia: 700-100-1234 Bank Muamalat : 102-000-7543 𝐀𝐭𝐚𝐬 𝐧𝐚𝐦𝐚 𝐘𝐏𝐌 𝐒𝐚𝐥𝐦𝐚𝐧 𝐈𝐓𝐁 Info Lebih Lanjut dan Konfirmasi Donasi : Adah 0822-6087-8884 atau DM via @wakafsalman.itb
Alumni ITB angkatan 90 dan Wakaf Salman melaksanakan penyerahan bantuan untuk korban bencana melalui gerakan ‘Ganesha Peduli Bencana’ pada Rabu, (3/2/2021). (Foto: Tribun Jabar)
Alumni ITB angkatan 90 dan Wakaf Salman melaksanakan penyerahan bantuan untuk korban bencana melalui gerakan ‘Ganesha Peduli Bencana’ pada Rabu, (3/2/2021).
Bantuan untuk korban bencana tersebut berupa pengadaan 100 buah selimut, 100 buah handuk mandi, 143 buah sajadah dan 42 buah mukena untuk masyarakat terdampak gempa di Mamuju dan Majene Sulawesi Barat.
Ryan Faisal, Corporate Secretary Wakaf Salman ITB mengatakan, gerakan sosial yang diinisiasi oleh Alumni ITB angkatan 90 ini bekerja sama dengan Wakaf Salman dan akan disalurkan langsung oleh komunitas peduli sosial Gerak Bareng yang sebagian anggotanya telah berada di lokasi bencana tersebut.
“Wakaf Salman berharap ini menjadi gerakan awal untuk penggalangan donasi yang lebih besar yaitu Mobil Instalasi Pengelolaan Air bersih yang bisa nantinya dapat membantu daerah bencana dalam pengadaan darurat air bersih. Melalui kolaborasi, kita bersama sama membantu masyarakat dalam menghadapi kesulitan dalam kehidupannya,” katanya.
Di lokasi yang sama, Yani Karmilayanti, salah satu perwakilanm Alumni ITB Angkatan 90 mengatakan, pihaknya bersama sejumlah alumni 90 lainnya berinisiatif menggalang dana untuk berbuat sesuatu kepada para korban bencana.
Awalnya bantuan untuk korban bencana longsor di Sumedang namun karena bantuan sudah ditiadakan, maka pihkanya mengalihkan bantuan tersebut untuk korban bencana gempa di Mamuju dan Majene.
“Kami mendapat informasi bahwa korban bencana gempa membutuhkan selimut, handuk, dan keperluan sehari-hari lainnya, karena itu bantuan juga disesuaikan dengan kebutuhan korban bencana,” katanya.
Menurutnya, alumni angkutan 90 memiliki banyak kegiatan termasuk kegiatan sosial.[]
Pesan apa yang paling mudah ditangkap sekaligus paling jelas dari kondisi pandemi COVID-19 ini?
Saya memahaminya sebagai kondisi yang mengharuskan manusia membatasi kegiatan sosial, membatasi mobilitas dan menjalani sebagian besar, bahkan mungkin seluruh, kehidupannya di rumah. Pengertian rumah ini bisa dikhususkan menjadi rumah diri, bukan rumah berupa bangunan fisik. Kita khususkan pengertiannya menjadi rumah diri karena pada pandemi ini kita bahkan diminta melaksanakan ibadah sholat di rumah saja. Ibadah yang dalam keadaan normal diutamakan dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau di rumah Tuhan, namun pada masa pandemi ini dianjurkan dilaksanakan di rumah.
Dengan melaksanakan ibadah sholat di rumah seolah kita sedang digiring untuk menemukan Tuhan dalam rumah diri, dalam kesunyian yang hening. Rumah diri adalah tempat diri sejati atau jati diri kita. Dengan pandemi ini manusia seolah diingatkan bahwa selama ini sudah terlalu banyak berada di luar rumah diri, menempuh ruang. sehingga perlu dipaksa kembali memasuki rumah diri untuk menempuh waktu.
Pandemi ini mungkin cara Tuhan mengingatkan bahwa selama ini tanpa disadari kita terjebak dalam keriuhan kerumunan (crowd) bahkan dalam hubungan kita dengan Tuhan. Seperti kisah Nasrudin mencari kunci yang jatuh di dalam rumah, namun dia mencarinya di luar rumah hanya karena di luar keadaannya terang benderang, sedang di dalam rumah keadaannya temaram.
Mungkin begitulah kondisi sebagian besar manusia saat ini. Mencari kunci kehidupannya di tengah kemilau dunia, mencari makna kehadiran diri di tengah keramaian, mencari Tuhan di kerumunan. Padahal yang dicari ada di dalam diri, dalam sunyi, dalam kesendirian. Para sufi menyebutnya, “To be alone with The Alone.”
Kisah Nasrudin mencari kunci di luar rumah juga mirip dengan sikap kita dalam merespons pandemi ini. Agama mengajarkan tindakan karantina (lockdown), yaitu agar yang di dalam daerah yang dilanda wabah dilarang keluar, sedang yang dari luar dilarang masuk ke dalam daerah yang dilanda wabah. Namun demikian sebagian besar kita bersikeras mencari kunci solusi pandemi di luar rumah. Kita seperti enggan melaksanakan ajaran karantina tersebut sehingga mobilitas masyarakat tetap diijinkan walau dengan syarat seperti harus lulus uji kesehatan, pembatasan jumlah penumpang, dan sebagainya. Aktivitas ekonomi tetap diijinkan dengan syarat syarat tertentu.
Hasilnya? Orang lain mengatakan negeri kita mengalami gelombang pertama pandemi yang tak kunjung usai (endless first wave). Maksudnya adalah bahwa secara umum angka penularan dan kematian di negeri kita terus meningkat, belum ada penurunan. Coba bandingkan kondisi kita dengan kondisi negeri-negeri yang disiplin melakukan karantina atau lockdown.
Upaya mencari kunci di luar rumah juga tercermin dalam upaya menemukan vaksin dalam waktu sesingkat singkatnya, jauh lebih singkat dibanding penemuan penemuan vaksin sebelumnya. Mungkin dorongan ekonomi yang menyebabkan sikap ketergesa-gesaan demikian. Ternyata bukan hanya dorongan ekonomi yang menghalangi kita untuk kembali ke rumah diri –untuk mencari kunci di dalam rumah, di tempat sebenarnya kunci itu terjatuh– tapi, dorongan untuk tetap eksis, dorongan untuk menyampaikan pernyataan diri juga jadi penghalang. Alih-alih merespons situasi pandemi dengan lebih banyak melakukan refleksi dan introspeksi sebagian kita hanya sekedar memindahkan kegiatannya dari luring (offline) menjadi daring (online).
Media sosial semakin dipenuhi dengan unjuk kegiatan pribadi dan pencapaian diri seakan kita begitu memerlukan pengakuan orang lain. Kita seperti lupa bahwa Tuhan Maha Mendengar dan Maha Melihat serta Maha Mengetahui. Kita seperti lupa dengan ayat, “Cukuplah Allah SWT sebagai saksi.”
Berbagai forum daring diadakan untuk mensubstitusi kegiatan yang sebelumnya biasa dilaksanakan dengan keramaian. Padahal lebih banyak forum daring yang tak substansial melainkan hanya mengejar pengunjung (viewer) dengan motif komersial, atau motif pemenuhan dorongan psikologis untuk merasa tetap eksis. Sebagian pembicara (public speaker) kita seolah tak tahan berpisah dengan audiensnya sehingga membuat acara -acara daring agar bisa tetap melanjutkan kebiasaannya, tetap terkoneksi dengan pengikutnya, tetap eksis di tengah pengikutnya.
Tanpa disadari mereka juga mengulang kisah Nasrudin yang mencari kunci di luar rumah, padahal kuncinya jatuh di dalam rumah. Jarang yang berpikir untuk mengganti kegiatan public speaking-nya dengan menulis, misalnya. Padahal kita tahu menulis memerlukan renungan yang mendalam. Renungan yang memungkinkan kita memasuki relung-relung paling dalam dari kalbu dan pikiran. Selain itu menulis juga memerlukan pikiran yang tertata baik, pikiran yang sistematis dan terstruktur.
Momentum pandemi ini telah memberikan kemewahan kepada kita berupa ketiadaan waktu perjalanan ke tempat kerja. Waktu perjalanan yang di kota besar bisa menghabiskan 2-4 jam per hari untuk pergi pulang dari rumah ke kantor dan sebaliknya. Tapi, sebagian kita luput memanfaatkan tambahan waktu tersebut untuk lebih banyak mendalami agama, untuk lebih banyak membaca kitab suci dan untuk lebih banyak merenung. Jika kita bersungguh-sungguh (berjihad) dalam mengisi momen pandemi ini dengan merenung, insya Allah kita akan diberi petunjuk oleh Allah SWT. Baik yang sungguh-sungguh merenung untuk menemukan makna di balik realita pandemi ini, maupun yang sungguh-sungguh merenung untuk mengupayakan solusi dalam merespons realita berupa pandemi ini.
Apa yang dicapai oleh Masjid Salman ITB dengan inovasi ventilator Vent-I merupakan hasil dari kesungguhan renungan Dr. Syarif Hidayat dan timnya dalam mengupayakan solusi (amal shaleh) sebagai respons terhadap pandemi. Begitu juga dengan yang dilakukan Tim UGM dengan penemuan GeNose-nya.
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) di jalan Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta muhsinin (orang-orang yang berbuat baik).” (QS Al-Ankabut [25]: 69)
Sebagian kita berdalih bahwa aktifitas daringnya dilakukan untuk mengatasi kebosanan selama berdiam di rumah saja. Padahal kondisi bosan atau jenuh adalah satu-satunya kondisi yang bisa mengantarkan manusia untuk mendekat kepada Tuhan. Hanya kebosananlah yang akan mengantarkan manusia untuk meninggalkan kondisi yang ada demi mencari hal yang lebih tinggi, lebih mulia dan lebih bermakna. Tanpa rasa bosan manusia menjadi stagnan, berhenti pada urusan pemenuhan keperluan fisik dan psikologis.
Bosan yang dialami selama masa pandemi ini idealnya mengantarkan kita untuk menemukan hal-hal yang lebih tinggi, lebih mulia, lebih bermakna melalui renungan mendalam selama kita berdiam dalam rumah diri. Mengantarkan kita pada pemaknaan hidup, mengantarkan kepada makrifat ilahi yang memuaskan dahaga ruhani kita.
Kembali ke kisah Nasrudin tadi, jika kita masih mencari kunci di luar rumah diri –padahal kita tahu kuncinya jatuh di dalam rumah– yang merupakan tanda kita masih terperangkap dalam kemilau dunia luar, tanda bahwa kalbu kita masih dipenuhi dengan gejolak hasrat duniawi. Jika bosan dan jenuh kita gagal mengantarkan pada pencarian hal hal yang lebih tinggi, lebih mulia serta lebih bermakna maka bagaimana mungkin Tuhan hadir dalam kalbu? Bagaimana Tuhan akan menyapa dan menyambut? Padahal Dia menjanjikan jika kita datang dengan berjalan Dia akan menyambut dengan berlari.
Padahal Allah SWT berfirman, “Hanya dengan mengingat Allah-lah maka hati menjadi tenteram.” Dan, kepada jiwa yang telah tenang itulah Allah SWT memanggil untuk dimasukkan ke dalam surgaNya.[]
Media sosial sudah menjadi bagian dari keseharian manusia. Unggahan status yang menampilkan kehidupan pribadi banyak berseliweran di dalamnya. Beberapa bahkan berhasil mengundang perhatian dan menjadi viral. Karena seringkali isinya berasal dari cerita pribadi orang lain, tidak semua cerita tersebut memiliki konten yang positif. Bisa tentang pengalaman tidak menyenangkan, cerita patah hati, merasa kecewa, hingga pertikaian rumah tangga, yang seharusnya semua cerita itu tidak menjadi konsumsi publik.
Public figure terbiasa mengunggah aktivitas keseharian ke media sosial. Biasanya jumlah unggahan mereka cukup banyak dan cenderung personal, yang membuat mereka melakukan oversharing. Oversharing ialah situasi dimana orang membagikan info mengenai kehidupan pribadinya kepada publik secara berlebihan. Oversharing juga terjadi di kehidupan nyata, istilah ini sudah dikenal sebelum media sosial muncul. Namun bisa semakin banyak terjadi secara online di era informasi seperti sekarang.
Alasan Orang Melakukan Oversharing
Pada dasarnya setiap orang dalam kehidupan nyata senang membicarakan tentang dirinya sendiri. Dikutip dari kompas.com Manusia bisa menceritakan tentang dirinya 30 – 40 persen. Hal yang menarik adalah angkanya jadi meningkat ke 80 persen saat dilakukan di media sosial. Media sosial memberi orang kesempatan untuk mengatur apa yang ingin disampaikan, dengan memilah mana yang bagus, menonjolkan hal baik, hingga memulas kekurangan.
Lebih lanjut alasan mengapa orang melakukan oversharing, ternyata dipengaruhi beberapa penyebab. Ada beberapa faktor psikologis yang menjadi latar belakang mengapa orang berani melakukan oversharing di antaranya:
Anonimity. Orang dapat menyembunyikan identitas mereka, seolah memiliki persona yang berbeda dengan kehidupan nyata. Hal ini membuat mereka merasa lebih mudah untuk mengutarakan pendapatnya. Topik yang tidak bisa disampaikan saat berbicara langsung bisa diceritakan melalui tulisan status.
Loneliness. Oversharing bisa menjadi cara sederhana bagi mereka yang merasa kesepian untuk berhubungan dengan orang lain dan berharap bisa mendapatkan perhatian melalui like dan komen. Mereka berusaha menjalin interaksi secara virtual yang mana sulit bagi mereka untuk melakukannya di duni nyata. Entah karena kondisi geografis atau kemampuan bersosialisasi.
It’s not real. Dunia maya seperti tempat yang berbeda dan terpisah dengan dunia nyata. Meski kini segala hal telah menggunakan internet, tapi kenyataan bahwa internet bukan tempat yang nyata, membuat orang berani membagikan apapun dan mengenyampingkan akibat yang bisa terjadi setelahnya.
Low self Esteem. kepercayaan diri yang rendah terjadi ketika orang merasa dirinya kurang, tidak kompeten bahkan merasa tidak disukai. Jika orang melakukan kegiatan yang beragam hanya untuk mengunggahnya ke media sosial, kemungkinan ia melakukannya untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Delayed communication. Hampir seluruh komunikasi dalam dunia online tidak terjadi secara real time. Komunikasi yang delay membuat orang merasa nyaman sebab mereka tidak perlu langsung menghadapi respon. Orang bisa saja membuat status, lalu tidak membuka gawainya dalam beberapa waktu, baru kemudian membalas komentar.
Lack of authority. Orang akan menyaring apa yang bisa diceritakan dan apa yang tidak boleh disampaikan saat berada di hadapan publik. Khususnya di depan orang yang memiliki wewenang lebih seperti guru, dosen, bos, atau sosok lain yang berada di posisi tertentu. Namun dalam dunia maya kita tidak berhadapan secara langsung dengan mereka.
Akhirnya media sosial pun menjadi tempat yang normal bagi setiap orang berbagi cerita pribadi. Tapi saat orang berada dalam kondisi yang sulit, orang rentan membagikan permasalahannya. Mengungkapkan masalah memang lebih baik dibanding harus memendamnya sendiri. Namun perlu dilihat dulu pada siapa seharusnya orang bercerita, tentu media sosial bukanlah tempat yang tepat. Sebaiknya kita menceritakan masalah pribadi pada teman yang dapat menjaga rahasia, pada guru yang bisa memberikan tuntunan atau pakar yang memang memiliki ilmunya seperti para psikolog.
Melakukan oversharing tanpa menyaringnya terlebih dulu juga berpotensi membuat orang membagikan aibnya sendiri. Dalam islam mengumbar aib adalah hal yang dilarang. Selama ini Allah justru telah menutup aib manusia, malah manusia sendiri yang sengaja mengumbarkannya Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap ummatku akan mendapatkan ampunan dari Allah Azza Wa Jalla kecuali Al Mujaahiriin yaitu semisal ada seorang laki-laki yang mengerjakan sebuah perbuatan (buruk) pada malam hari kemudian ia menjumpai waktu subuh dan Allah telah menutupi aibnya. Lalu laki-laki tersebut mengatakan “Wahai Fulan, aku telah mengerjakan sebuah perbuatan buruk/jelek ini dan itu”. Maka itulah orang yang malamnya Allah telah menutup aibnya lalu ia membuka aibnya sendiri di waktu subuh (keesokan harinya)” (H.R Bukhari dan Muslim)
Walau penuh dengan resiko, media sosial sebenarnya terbukti secara empiris memiliki manfaat positif tersendiri. Menurut Pakar Komunikasi Iwan Awaluddin Yusuf dalam tulisannya di p2rmedia.or.id , media sosial juga merupakan suatu keniscayaan dari kemajuan zaman dan pergaulan global. Ia mengatakan, di sinilah pentingnya literasi. Pengguna dengan literasi yang cukup akan memiliki kesadaran, kendali, dan batasan jelas dalam berteknologi.
Dewasa ini, bijak bermedia sosial seharusnya tak sekadar pilihan. Tapi juga ibadah, dan ikhtiar kita dalam menjaga diri. Wallahu a’lam bisshawwab.(Nurul)
Di era digital, semua dapat mengakses informasi secara luas dan menyeluruh. Termasuk di sosial media. Kita tidak hanya bisa mengakses, tapi juga berbagi informasi, hingga kehidupan pribadi kita sendiri. Bagi para selebritas, update media sosial mereka selalu dinanti para followers. Pengikut-pengikutnya senantiasa mencari tahu tentang kegiatan yang sedang dilakukan, dan seperti apa kehidupan pribadi seleb tersebut.
Belakangan, kasus perceraian selebritas ramai jadi perbincangan. Pada kolom komentar di akun media sosialnya, banyak yang mengungkapkan kekecewaan atas perceraian tersebut. Hal itu karena selama ini si seleb dan mantan pasangannya dulu kerap memperlihatkan keromantisan. Walhasil, banyak followers yang menjadikan mereka pasangan idola, atau “teladan” dalam masalah percintaan. Merekalah yang banyak menyayangkan. Saking kecewanya, masalah tersebut jadi terbawa ke dalam kehidupan pribadi mereka sendiri. Banyak fans yang jadi takut, cemas, dan pesimis pada pernikahan mereka, hingga berkonflik dengan pasangannya.
Mengidolakan seseorang sebenarnya merupakan hal yang wajar, terlebih jika berada dalam rentang usia 13-18 tahun. Hal tersebut dikarenakan mereka berada dalam masa pencarian identitas diri. Mereka sedang meneguhkan konsep tentang dirinya, tujuan hidupnya, dan seringkali dipengaruhi oleh orang lain. Maka tak jarang jika pada usia ini, mereka ikut-ikutan value temannya atau memiliki idola dan ingin menjadi seperti idolanya itu.
Namun belakangan dalam beberapa jurnal, ditemukan ada pergeseran usia dalam mengidolakan seseorang. Dari yang harusnya berakhir di usia 18 tahun, menjadi melewati usia tesebut. Kini, rentang usianya melebar menjadi 18-40 tahun. Mereka yang berada dalam rentang usia tersebut masih dapat mengidolakan seseorang dengan begitu intens, hingga terinternalisasi ke dalam kehidupan pribadinya.
Apa pasal? Ternyata, hal itu terjadi akibat belum ajegnya identitas diri yang dimiliki individu tersebut. Adapula faktor merasa kesepian, serta ketidakmampuan individu yang bersangkutan dalam keterampilan sosial. Itulah yang membuat seseorang menjadi terobsesi pada idolanya, serta tidak dapat fokus pada kehidupan pribadinya sendiri.
Jika sudah begitu, apa yang perlu dilakukan?
1. Belajarlah mengenali diri sendiri.
Tak ada kata terlambat untuk mengenali diri lebih dalam; siapa saya, apa potensi dan kelebihan saya, apa yang saya inginkan, apa tujuan hidup saya, apa yang ingin saya capai dalam hidup, dan bagaimana saya mencapainya.
2. Bijak dalam bersosial media.
Dalam bersosial media, kita perlu menyadari beberapa hal. Pertama, bahwa apa yang kita lihat di sosial media selebritas itu hanyalah sebagian kecil kehidupan mereka yang mereka bagikan. Tidak berarti dengan melihatnya, membuat kita mengetahui seluruh kehidupan mereka. Apapun yang mereka lakukan, adalah bentuk tanggungjawab mereka atas keputusan yang mereka ambil sebagai orang dewasa. Kedua, menyadari apa yang ada dalam kontrol kita, dan apa yang ada di luar kontrol kita.
Apa yang ada dalam kontrol kita adalah, apa yang kita lihat, rasakan, dan pikirkan. Semua itu ada dalam kendali diri kita. Lalu, apa yang ada di luar kontrol kita adalah apa yang selebritas tersebut pilih, jalani, serta bagikan/post di akun media sosialnya. Artinya, diri kita sendirilah yang bisa mengendalikan apa saja yang perlu kita ambil dan tinggalkan dari informasi di media sosial itu.
3. Set boundaries.
Sadarilah bahwa kita punya hidup yang berbeda dengan kalangan selebritas. Ketika seseorang ter;alu terobsesi dalam mengidolakan selebritas, itu membuat perasaan dan pikirannya terbawa. Seolah apa yang terjadi pada selebritas tersebut, juga terjadi pada dirinya. Mengakibatkan ia menjadi panik, cemas, khawatir, takut, bahkan pesimis pada pernikahannya sendiri.
Maka, adakalanya kita perlu memberi “batasan” . Kita menikah dengan seseorang yang berbeda, maka tentu kehidupan pernikahan kita pun akan berbeda. Kecemasan yang berlebihan justru akan membuat perilaku kita tidak terkontrol dan cenderung berlebihan. Misalkan, kita tidak mau pasangan berpaling ke lain hati. Namun justu perilaku yang kita tampakkan malah terkesan over-possesive. Tentu itu akan membuat pasangan menjadi tidak nyaman.
4. Fokus pada kehidupan pernikahan sendiri.
Pelajari tentang pernikahan kita, mana saja yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Penting untuk membangun kedekatan dan kenyamanan dengan pasangan, membangun relasi dan komunikasi yang sehat, juga pengelolaan konflik yang baik. Fokus pada hal-hal tersebut tentu lebih bik daripasa terjebak terus-menerus dalam kepanikan.
5. Jangan berlebihan.
Segala sesuatu yang berlebihan tentu tidak baik, begitupun dalam mengidolakan seseorang. Berilah batasan. Ambil yang baiknya, dan tinggalkan buruknya.
Jika sensasi tidak menyenangkan itu semakin mengganggu, bahkan menghambat aktivitas sehari-hari, segera hubungi ahlinya. Jangan lupakan pula ikhtiar menjaga hubungan erat dengan Yang Maha Esa, karena Dia-lah Sang Maha Pembolak-Balik Hati. Mintalah setulus hati agar Ia menenangkan jiwa kita, dan menjaga kita dari prasangka buruk atas suratan takdir.[]
Suaka itu bernama media sosial. Bagi kebanyakan manusia di era modern kini, media sosial lebih dari sekadar media bertukar pesan. Ia pun wadah berekspresi, unjuk jati diri, dan juga –yang belakangan sedang tren, menumpahkan uneg-uneg. Mulai dari masalah dengan orangtua, masalah akademik, konflik dengan kawan, hingga pahitnya problem percintaan. Informasi yang dulunya tabu untuk diumbar, kini malah jadi konsumsi publik. Bahkan seringkali dikemas sedemikian rupa agar menarik banyak viewers dan followers.
Belakangan, media massa banyak mengangkat kasus perceraian beberapa public figure. Beberapa di antaranya memiliki jutaan followers di akun media sosial mereka. Sontak, kabar perceraian mereka pun menjadi sorotan publik. Banyak reaksi yang timbul. Ada yang merasa sedih, banyak pula yang mengaku tak peduli. Meski keputusan cerai seleb tersebut adalah haknya sebagai individu dewasa yang merdeka, keputusan mereka untuk mengumumkan perceraian lewat media sosial tetap menarik untuk ditelaah.
Perceraian: Patut atau Tidak Patut Dipublikasikan?
Dalam Islam, mengumumkan kabar pernikahan dua insan memiliki makna penting. Pertama, demi menjaga kesucian nasab. Kedua, sebagai pembeda antara hubungan yang sah dengan perzinahan. Ketiga, dalam rangka menjaga hak-hak pengantin. Terakhir, demi mencegah prasangka buruk di antara masyarakat.
Menurut Psikolog sekaligus Dewan Pakar Masjid Salman ITB Adriano Rusfi, kabar perceraian pun wajib disampaikan. Pasalnya, hal ini terkait dengan status marital seseorang. “Bagaimana seorang janda akan dilamar jika perceraiannya enggak diketahui?” katanya, Kamis (04/02/2021).
Meski begitu, publikasi perceraian tidak harus dilakukan dalam bentuk publikasi di media sosial atau media massa. Pengumuman itu bisa dilakukan dari mulut ke mulut. Misalnya, kata pria yang akrab disapa Bang Aad ini, mantan suami dapat menyampaikan kabar perceraiannya pada orang-orang terdekat. Paling lama, ketika masa iddah mantan istri telah berakhir.
Bagaimana dengan mantan istri? “Kalau mantan istri, tugas mengumumkan itu tanggungjawab walinya,” tuturnya.
Untuk batasan waktu pengumuman sendiri, tidak terlalu kaku. Bang Aad menjelaskan, jika talak satu, pengumuman cerai harus dilakukan setelah masa iddah berakhir. Untuk talak dua, talak tga, khulu’, fasakh dan istri yang belum digauli, pengumuman bisa dilakukan begitu cerai terucap.
Berbeda dengan status cerai, masalah rumah tangga sebaiknya tidak disebarluaskan pada orang lain. Apalagi. pada khalayak di dunia maya. Menurut Bang Aad, seharusnya kita mampu membangun benteng tebal yang tidak bisa diterobos, antara dunia privat dengan dunia publik, dunia domestik dengan dunia sosial, dan begitu seterusnya.
“Mempublikasi masalah privat pada dasarnya membuat ketahanan keluarga menjadi keropis. Rumah seolah menjadi “aquarium” dan terinfeksi,” ujarnya.
Di sisi lain, sebagai netizen atau pihak yang memperoleh kabar perceraian seseorang lewat media sosial, kita harus berhati-hati. Jangan sampai karena terlalu terbawa perasaan, kita jadi menghujat perceraian itu sendiri. Padahal, perceraian pun merupakan bagin dari syari’ah.
“Menghujat perceraian itu bisa menjatuhkan kita pada kekufuran,” terang Bang Aad. “Kenapa begitu negatifnya respons orang terhadap perceraian? Bisa jadi karena kita menistakan institusi perceraian itu sendiri.”
Di luar hiruk-pikuk kabar para selebritas, ada realita yang kian nampak. Bahwa kita –manusia, saling terhubung meski terpaut jarak dan waktu, status sosial, dan perbedaan pandangan hidup. Konten-konten yang kita bagikan maupun orang lain bagikan di media sosial sedikit demi sedikit akan mempengaruhi diri dan hidup kita sendiri.
Sekarang kita dihadapkan pada dua pilihan; akankah kita membiarkan diri tenggelam dalam masalah hidup orang lain? Atau kita ambil kendali, dan mulai menyaring linimasa media sosial kita?[]
(Rumah Amal Salman, Bandung) – Gempa bumi yang menimpa Sulawesi Barat akhir Januari 2021 lalu membuat sebagian daerah porak poranda. Gempa berkekuatan 6,2 Magnitudo tersebut menyebabkan sejumlah rumah warga roboh dan menelan korban jiwa sebanyak 91 orang. Ribuan warga lainnya harus mengungsi ke posko-posko pengungsian.
Menanggapi hal tersebut, Rumah Amal Salman langsung memberangkatkan tim kemanusiaan untuk membantu sekaligus melakukan survei kebutuhan yang sekiranya diperlukan oleh penyintas bencana. Bersama juga dengan LPPM ITB dan Universitas Tadulako, ketika itu tim gabungan membangun beberapa shelter. Shelter Rumah Amal Salman dibangun di Dusun Petakeang dan Dusun Dayangina, Kec. Tapalang, Kab. Mamuju.
Shelter tersebut merupakan salah satu produk teknologi dalam menanggulangi bencana.
“Kerangka yang tidak sederhana menunjukkan shelter yang dibangun telah melalui proses perenungan intelektual agar dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada para penyintas,” ucap Direktur Rumah Amal Salman, Muhammad Kamal Muzakki (15/2).
Hal ini dikarenakan tidak sedikit rumah warga, terutama yang bermaterial tembok semen, yang runtuh diguncang gempa dua pekan silam.
Akan tetapi, adanya perkembangan data pengungsi di lapangan, ternyata selain shelter dibutuhkan hunian sementara (huntara) yang digunakan sebagai transit pengungsi dari tenda sampai dengan hunian tetap dan relokasi permukiman selesai. Oleh karenanya, Rumah Amal Salman kembali mengembangkan produk keteknologian hunian sementara untuk para penyintas bencana bernama Huntara Minasa.
Huntara Minasa terbuat dari kayu yang dikombinasikan dengan ferrocement, memiliki luas sekitar 22 meter persegi, dan dilengkapi dengan mezzanine serta beberapa sekat ruang. Sama seperti shelter, kerangka Huntara Minasa telah melalui proses perenungan intelektual dari para ahli agar dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada para keluarga yang menghuninya.
Bencana yang menimpa Indonesia di awal tahun memang bisa menjadi sebuah peringatan ataupun teguran bagi kita semua. Dalam kondisi seperti ini, kita tidak bisa hanya menyerahkan segala urusan kepada pemerintah. Kita semua perlu bergerak bersama untuk menanggulangi isu ini. Rumah Amal Salman merupakan bagian dari masyarakat yang selalu ikut mendukung dan membantu pemerintah. ***
—
Rumah Amal Salman adalah lembaga pengelola zakat, infak, sedekah dan lainnya yang berfokus pada pendidikan dan teknologi.
Alamat: Jalan Gelap Nyawang nomor 4, Bandung | Call Center +62 811-2228-333 |www.rumahamal.org| instagram.com/rumahamalsalman/
(Alumni Keluarga Mahasiswa Islam (GAMAIS) ITB dan Unit Mata’ Salman)
Saya pertama kali membaca aturan dua menit ini dari bukunya David Allen yang berjudul Getting Things Done. Kemudian ketemu konsep yang serupa di beberapa buku lain. Aturan dua menit ini bermanfaat untuk mengatasi penundaan.
Aturannya sederhana:
1. Jika sesuatu bisa dituntaskan hanya dalam dua menit, segera kerjakan. Apa pekerjaan yang hanya memerlukan dua menit? Menjawab chat dari kolega? Membagikan artikel menarik untuk calon konsumen? Menuliskan ide-ide tema postingan? Jangan tunda dan tidak perlu masukkan ke to-do list Anda. Langsung kerjakan saja.
2. Jika sebuah pekerjaan sangat kompleks, mulailah dengan dua menit pertama dulu.Membayangkan diri kita mengerjakan tugas yang kompleks itu melelahkan dan membuat kita merasa malas mengerjakannya. Akhirnya kita menunda.
Maka, saat dihadapkan pekerjaan yang kompleks, tanyakan ke dalam diri: “Apa yang bisa saya lakukan dalam dua menit agar saya mengalami kemajuan?”(a) Mengerjakan laporan. Apa yang bisa saya lakukan dalam 2 menit ke depan? Oh, membuat kerangkanya. Kerjakan. (b) Membangun hubungan dengan reseller. Apa yang bisa saya lakukan 2 menit ke depan? Menyapa mereka. Lakukan. (c) Memasarkan produk baru. Apa yang bisa saya lakukan dalam 2 menit ke depan? Cari ide dengan searching promo produk sejenis. Lakukan.
3. Untuk membangun kebiasaan, mulailah dengan kebiasaan 2 menit. Apa kebiasaan ideal yang ingin Anda bentuk? Buat versi 2 menitnya. Ini akan memudahkan Anda. (a) Ingin berolahraga rutin? Mulailah dengan melakukan jumping jack selama 2 menit. (b) Ingin menulis 1000 kata setiap hari? Mulailah dengan menulis 50 kata terlebih dulu. (c) Ingin meditasi 30 menit? Mulailah dengan meditasi 2 menit. (d) Rutin membaca? Mulailah dengan membaca 1 halaman (hanya 2 menit).
Buat kebiasaan awal Anda sangat mudah dilakukan sehingga Anda tidak perlu menundanya.[]
Klaster keluarga menjadi salah satu penyumbang tertinggi peningkatan kasus penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 di Indonesia. Menurut Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 -dr. Dewi Nur Aisyah-, sekitar 40% dari kasus penularan COVID-19 di DKI Jakarta misalnya, terjadi antar anggota keluarga.
Di tengah penantian tercapainya target herd immunity lewat vaksinasi, kewaspadaan masyarakat terhadap penyebaran COVID-19 tampaknya semakin menurun. Terlebih lagi, pembatasan yang dilakukan pihak-pihak berwenang mulai melonggar.
Di tengah kondisi ini, Bagaimana mencegah terjadinya penularan COVID-19 antar anggota keluarga? Jika penularan sudah terjadi dalam keluarga; bagaimana strategi merawat anak, istri atau suami, dan anggota keluarga lainnya? Seperti apa kondisi rumah yang memungkinkan untuk dilakukan isolasi mandiri? Bagaimana mengakses fasilitas kesehatan untuk pasien bergejala ringan sedang hingga berat?
Temukan jawabannya dalam Kiswah ke-6 bersama: dr. Panji Fortuna Hadisoemarto (Ahli Epidemiologi Fak. Kedokteran Unpad dan Peneliti Senior SDGs Center Unpad)
Jumat, 26 Februari 2021 13.15-14.30 WIB
Terbatas untuk 100 orang, kajian ini dapat disimak secara daring melalui Zoom.
Silakan daftarkan diri Sahabat melalui tautan https://bit.ly/Kiswah6 agar dapat bergabung di grup WhatsApp dan mendapatkan akses Zoom kajian.
Kajian ini diselenggarakan oleh Studia Humanika Bidang Pengkajian & Penerbitan Salman ITB, dengan dukungan Rumah Amal Salman.
Menteri Pembangunan Nasional Indonesia Suharso Monoarfa (kiri) menyimak penjelasan inovator Ventilator Indonesia Syarif Hidayat (kanan), di Masjid Salman ITB Jumat (26/2) lalu.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia Dr. (H.C.) Ir. H. Suharso Monoarfa meninjau alat biomedik yang dikembangkan oleh ITB dan UNPAD, di Masjid Salman ITB Jumat (26/2) lalu. Alat biomedik tersebut ialah alat bantu pernapasan bagi pasien COVID-19 Ventilator Indonesia (Vent-I) yang pengembangannya diinisiasi oleh Ketua YPM Salman ITB Periode 2012-2017, Dr. Ir. Syarif Hidayat.
Kunjungan Suharso itu sekaligus bentuk kolaborasi pemerintah dengan Masjid Salman ITB, perihal penyelarasan program Masjid Salman dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini berkaitan erat dengan Indonesia sebagai salah satu negara yang menyepakati rencana aksi global tersebut, dalam upaya mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan serta melindungi lingkungan.
Pengembangan dan produksi Vent-I tak lepas dari dukungan jamaah dan masyarakat luas. Dukungan berupa donasi pun mengalir baik dari perorangan, komunitas, lembaga, hingga perusahaan besar. Setidaknya sebanyak 936 unit Vent-I dapat digunakan oleh 348 rumah sakit di 34 provinsi Indonesia. Inovasi ini pun dinilai sebagai salah satu keberhasilan anak bangsa dalam menanggulangi bencana pandemi dengan kekuatan sendiri, tanpa harus mengimpor dari luar negeri.
Kunjungan Suharso merupakan bagian dari agenda kunjungannya ke Kota Bandung. Selain meninjau Vent-I, ia juga meninjau produk-produk biomedik lain, seperti mesin ekstraksi RNA AutoMagER, medium penyimpanan dan transportasi sampel swab I-Blue, C-Transport, Vitpad, serta Salipad, yang dikembangkan oleh tim peneliti UNPAD.
Suharso pun sempat memberikan khutbah pada kegiatan shalat Jumat berjamaah di Masjid Salman ITB. Kedatangannya disambut oleh segenap pengurus Masjid Salman. Di antaranya yakni, Ketua Pengurus Masjid Salman ITB Prof. Dr. Ir. Suwarno, MT., Ketua Pembina YPM Salman Prof. H. Hermawan K. Dipojono, Ph.D., inovator Vent-I sekaligus Sekretaris Pembina YPM Salman Dr. Ir. H. Syarif Hidayat, serta Ketua Harian Wakaf Salman sekaligus Ketua Harian Rumah Amal Salman, Ir. Hari Utomo. Dalam kesempatan itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Ir. Sakti Wahyu Trenggono, MM. turut memberi kata sambutan lewat video untuk disaksikan para hadirin.[]
Seberapa dekat pembangunan nasional saat ini dengan cita-cita bangsa? Apa saja rencana dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam membangun? Tak kurang pentingnya, apa saja peran yang dapat diambil masjid dan umat Islam dalam mewujudkan visi bangsa?
Mari kita simak dan diskusikan jawabannya dalam Webinar Nasional bersama Dr.(H.C.)Ir. H. Suharso Monoarfa Menteri PPN & Kepala Bappenas RI. Webinar ini akan dipandu oleh Prof.Ir. Hermawan K. Dipojono, MSEE, Ph.D. selaku Ketua Umum Asosiasi Masjid Kampus Indonesia.
Acara insya Allah akan berlangsung pada Ahad, 07 Maret 2021 pkl. 10.00-12.00 WIB via Zoom
SIARAN PERS Menteri PPN/ Kepala Bappenas RI DR. (H.C.) Ir. H. Suharso Monoarfa menjadi pemicara dalam webinar bersama Asosiasi Masjid Kampus Indonesia, pada Minggu, 7 Maret 2021. Acara tersebut mengusung tema “Agenda Pembangunan Nasional: Masalah dan Tantangan dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045″. Di awal pemaparannya Menteri menjelaskan 5 urgensi agama dalam pembangunan.
Pertama, agama sebagai landasan spiritual dan moral untuk membangun masyarakat dan bangsa yang berkeadaban. Kedua, agama menjadi sumber nilai, basis etika dan moralitas untuk memandu bangsa dalam membangun tatanan kehidupan yang damai, adil, dan maslahat. Ketiga, agama menjadi sumber inspirasi dalam membangun harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dan memperkuat integrasi nasional. Keempat, agama menjadi kekuatan pendorong dan energi penggerak merealisasikan program pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Kelima, agama dan para pemuka agama berperan sentral dalam melaksanakan agenda pembangunan untuk mewujudkan bangsa yang bermartabat.
Selanjutnya, Menteri melanjutkan pemaparannya mengenai peran masjid kampus dalam mewujudkan Indonesia emas 2045. Pertama, masjid kampus sebagai pembangun karakter. “Masjid kampus berperan tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga ruang persemaian pendidikan dan pembinaan karakter mahasiswa, serta media penguatan jiwa nasionalisme dan cinta tanah air berlandaskan ajaran agama,” ujar Menteri.
Kedua, Menteri menjelaskan peran masjid kampus dan persemaian intelektual muslim. “Masjid kampus dan persemaian intelektual muslim saya kira itu penting, saya juga dulu di masjid kampus di salman, kami belajar banyak mengenai dakwah bil hal, dan saya kira itu sesuatu yang harus secara kontinyu dan konsisten dilakukan, dan bahkan harus memberikan satu penyegaran pemahaman agama yang lebih baik , karena basisnya di kampus, dimana ilmu pengetahuan itu sangat dekat,” ucap Menteri.
Menteri juga menyoroti peran masjid kampus untuk pengembangan moderasi beragama. “Menyebarkan keramahtamahan agama kepada masyarakat sedemikian rupa, Islam yang rahmatan lil alamin ke masyarakat sedemikian rupa ini kira saya kira peranan yang paling penting bagi masjid-masjid kampus,” tuturnya.
Menutup pemaparannya, Menteri juga menyampaikan agama sebagai pencegah efek negatif globalisasi.“Ini juga bisa mencegah efek negatif dari globalisasi, jadi sisrupsi teknologi kita bisa kita atasi, karena itu hal yang biasa saja, kemajuan teknologi itu bukan sesuatu yang terus mengakibatkan kita menjadi puritan dalam beragama sama sekali tidak Itu justru kita tertantang terus untuk memahami agama ini secara intens,” tutup Menteri.
______________________________________________________________________________ Minggu, 7 Maret 2021 Tim Komunikasi Publik Kementerian PPN/BappenasHttps://linktr.ee/suharsomonoarfa
Obat Herbal sudah sejak dahulu dikenal oleh masyarakat kita dengan nama jamu, namun dewasa ini obat tradisional tersebut telah mengalami proses produksi secara modern. Lantas, apakah obat herbal itu otomatis halal?
Ternyata, walaupun sumber bahan baku obat herbal berasal dari tanaman, proses produksi serta bahan tambahan lain dapat membuat obat herbal terkontaminasi unsur-unsur yang tidak halal.
Kuliah halal kali ini akan mengupas tuntas hal dan bahan apa saja yang menjadi titik kritis pada proses pembuatan obat herbal dan obat lainnya, misalkan obat kimia, zalf, obat cair dll.
Kuliah Halal Online: Kajian Titik Kritis Kehalalan Obat, Obat Tradisional dan Produk Komplemen
Bersama, Prof. Dr. apt. Slamet Ibrahim, S. DEA. (Ketua Umum Pusat Halal Salman ITB, Guru Besar Sekolah Farmasi ITB, Tim Ahli LPPOM MUI Jawa Barat)
Pada pekan terakhir bulan Februari masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan Perpres Miras. Peraturan Presiden no 10 tahun 2021 soal bidang usaha Penanaman Modal, di mana dalam lampiran Perpres tercantum Industri minuman keras masuk menjadi salah satu daftar bidang usaha yang diperbolehkan dengan syarat tertentu. Peraturan ditetapkan pada tanggal 2 Februari 2021, lalu ramai dalam pemberitaan sejak tanggal 24 Februari, hingga akhirnya dicabut oleh Presiden Jokowi pada 2 Maret 2021.
Peraturan yang membolehkan investor miras menanam modal baru di Bali, Nusa tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua, menyulut reaksi masyarakat dari beragam kalangan ketika beritanya muncul ke permukaan. Menurut hasil pengamatan Drone Emprit yang disampaikan oleh Ismail Fahmi dalam utas akun twitternya, tren percakapan di media sosial terus naik dari tanggal 24 Februari. Total ada 93 ribu mention di twitter dan 3,4 ribu berita online. Opini-opini yang diserukan dalam media online maupun akun media sosial terus menggulung hingga membentuk penyataan penolakan besar-besaran. Meski ada kelompok yang cenderung pro namun tetap kalah jumlah dengan kelompok yang menolak.
Orang-orang yang menyerukan penolakan berasal dari kalangan yang beragam. Ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah kemudian ada MUI, partai hingga masyarakat sipil. Termasuk dari masyarakat Papua yang tidak setuju dengan pernyataan miras sudah menjadi budaya dan kearifan setempat. Tagar seperti #TolakInvestasiMiras #TolakLegalisasiMiras dan #PapuaTolakInvestasiMiras jadi trending topic di lini masa twitter. Akhirnya aspirasi masyarakat menolak Perpres investasi miras ini berujung pada keputusan pemerintah mencabut lampiran perpres. Lampiran tersebut dicabut selang seminggu setelah isu ini ramai menjadi pembicaraan publik.
Faktor yang Memengaruhi opini publik
Keberhasilan masyarakat mendesak pemerintah mengubah kebijakan, memberikan pandangan optimis bahwa publik masih memiliki kekuatan dalam memengaruhi keputusan. W. Phillips Davison Emeritus Professor of Sociology and Journalism, Columbia University, menuliskan dalam artikel bertajuk Public Opinion di brittanica.com, bahwa suara yang terkumpul dari masyarakat berhasil membentuk opini publik. Bukan hanya memberikan pandangan namun mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan. Momen ini juga menjadi bukti keberhasilan penyampaian aspirasi bisa dilakukan secara daring melalui media sosial tanpa harus turun ke jalan.
Mari kita lihat bagaimana opini publik terkait isu Perpres miras ini bisa berhasil, dari sisi faktor yang memengaruhi opini publik berkembang:
Faktor lingkungan
Indonesia sebagai negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia menjadi landasan yang kuat Perpres Miras ditolak secara tegas. Melegalkan bisnis minuman beralkohol dinilai memberikan lebih banyak mudharat dibanding manfaatnya. Serta menjadi kontra akan upaya masyarakat dan pemerintah menekan angka kriminalitas
Media massa dan media sosial
Media massa menjadi awal mula berita mengenai perpres miras muncul di publik. Kemudian media sosial membantu informasi tersebar lebih luas di masyarakat. Hingga tagar penolakan naik dan menjadi trending topic, terus menerus selama kurang lebih satu minggu. Sampai akhirnya keputusan pencabutan disampaikan presiden. Media massa dan media sosial memiliki peran penting dalam kampanye penolakan Perpres.
Interest Goups
Adanya ormas Islam, partai islam dan komunitas masyarakat papua yang menyampaikan pendapat tegas nya terkait isu Perpres. Tidak hanya menyampaikan suara keberatan tapi juga menjelaskan kepada masyarakat luas apa dampak yang akan didapatkan jika Perpres tersebut tidak dicabut. Informasi mengenai bahaya, dampak dan keterangan lainnya dibagikan melalui akun pribadi maupun kutipan wawncara dalam artikel berita.
Opinion leaders
Bukan hanya pernyataan organisasi yang naik ke media online tapi setiap pimpinan dalam ormas, partai dan para influencers memberikan pernyataan yang jelas. Opini dari para pemimpin ini memberikan pengaruh besar dalam menyadarkan masyarakat tentang pentingnya masalah yang sedang dibicarakan. Sehinggan mampu mengajak lebih banyak lagi orang untuk ikut memberikan pendapatnya.
Kompleksitas pengaruh
Semua faktor di atas membentuk pengaruh yang kompleks yang diterima masyarakat. Mengubah pandangan orang yang awalnya tidak memahami atau peduli jadi ikut menujukkan kepeduliannya dan memutuskan berpihak pada opini yang mana.
Bisa dikatan dalam kasus Perpres Miras, opini publik yang terbentuk di media online berhasil mengubah keputusan. Namun apakah cara penyampaian aspirasi seperti ini bisa efektif berhasil untuk isu yang lain? Karena selama ini berbagai pembahasan masalah maupun isu tertentu sudah sering diangkat di medi sosial dan menjadi trending topic. Tapi tidak semua isu tersebut mendapatkan tanggapan langsung dari pemangku kebijakan. Meski begitu kita berharap cara seperti ini bisa berhasil untuk jenis-jenis isu lainnya. Dengan melihat faktor yang memengaruhi keberhasilan opini publik, kita bisa yakini bahwa suara publik masih bisa didengar dan memiliki kekuatan. (Nurul)
Wakaf Salman bekerja sama dengan tim KKN Universitas Muhammadiyah Bandung (UMB) 2021 melaksanakan program pemberdayaan desa di Desa Cimenyan, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung. Letak desa yang berjauhan dengan pusat pemerintahan di Soreang membuat pembangunan desa sedikit terhambat. Oleh karena itu, program ini memberi perhatian lebih dalam bidang pendidikan, ekonomi, serta kesehatan di desa tersebut.
Program penyaluran manfaat ini secara resmi diselenggarakan pada Sabtu, 20 Maret 2021 lalu. Acara ini meresmikan kerja sama antara Wakaf Salman dengan UMB, terintegrasi dengan Program 1000 Desa, dan dilaksanakan di Kompleks Pendidikan Khairina, Cimenyan.
Acara ini dihadiri oleh Wakil Bupati Kabupaten Bandung terpilih Sahrul Gunawan, Direktur Wakaf Salman Khirzan Noe’man, Wakil Rektor Bidang III UMB Dr. Hendar Riyadi, M.Ag., serta Dekan UMB Prof.Dr. Nanang Rizali, MDS.
Program ini telah berhasil menghimpun dana sebesar Rp100 juta rupiah, yang disalurkan dalam bentuk mesin filtrasi air, hidroponik, akuaponik, dan berbagai fasilitas pendidikan. Mesin filtrasi air dengan teknologi reverse osmosis membantu akses warga terhadap air bersih, sehingga meningkatkan kualitas sanitasi di Desa Cimenyan.
Sementara itu, hidroponik dan akuaponik sebagai program urban farming dapat dipergunakan oleh siswa dan masyarakat untuk bercocok tanam. Hasil cocok tanam tersebut diharapkan menghasilkan produk sayur dan buah yang berkualitas untuk diperjualbelikan, dan hasilnya dapat dinikmati kembali oleh masyarakat.
Direktur Wakaf Salman, Khirzan Noe’man menyatakan, program ini juga bekerja sama dengan Jabar Quick Response oleh Pemprov Jabar, untuk memberdayakan masyarakat berbasis masjid dengan urban farming. Wakil Bupati Kab. Bandung, Sahrul Gunawan ikut memberikan sambutan. Beliau mengapresiasi program tersebut, seraya menjelaskan potensi wakaf yang beliau sebut sebagai “raksasa yang tertidur”. Sahrul juga bersedia bekerja sama lebih lanjut dengan Wakaf Salman dan UMB dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa di Kab. Bandung.
Dengan hadirnya program ini, masyarakat Desa Cimenyan dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan secara bertahap. Ayah Farid dan Bunda Dewi, selaku pengelola Kawasan Terpadu Kompleks Kharinia menyatakan rasa terima kasihnya: “Fasilitas sekolah, hidroponik, akuaponik, filtrasi air, dan Wifi yang diberikan Wakaf Salman dan UMB sangat membantu. Kami bersyukur dan juga berharap agar tetap terjalin hubungan silaturahmi ini.”
Mari kita dukung Program 1000 Desa ini untuk menunjang pemberdayaan desa. Donasi terbaik dapat disalurkan melalui Call Center Wakaf Salman di (0811-2441-444). Semoga Allah membalas kebaikan para wakif dan donatur dengan pahala yang terus mengalir. Aamiin ya rabbal ‘aalamiin.
(28/3) Rangkaian peresmian kantor pemberdayaan Rumah Amal Salman Wilayah Garut dilaksanakan di Hotel Suminar berlangsung pada Ahad pagi hingga menjelang dhuhur. Acara ini tidak hanya peresmian semata namun juga diikuti oleh puluhan adik-adik yatim penerima manfaat yang juga dimotivasi untuk menjadi adik-adik teladan dan pemimpin di masa depan. Pembukaan kantor pemberdayaan Rumah Amal Salman di Wilayah Garut tentunya berlatar belakang dari semangat untuk turut andil dalam peningkatan taraf hidup masyarakat Kota Garut khususnya di bidang pendidikan dan pemberdayaan.
Kepala Kantor Pemberdayaan di daerah Garut, Sinta Nurhia Dewi, S.T merupakan alumni dari ITB sekaligus amil muda dari Rumah Amal Salman yang mengabdi untuk membangun Kota Garut menjadi lebih bertakwa, lebih cerdas, lebih makmur dan lebih sejahtera. Menurut Sinta, integrasi antara zakat, pemberdayaan dan nilai-nilai kerelawanan akan mampu meningkatkan percepatan pembangunan di Kota Garut.
Peresmian kantor pemberdayaan ini dihadiri oleh Ketua BAZNAS Kabupaten Garut, Bapak Rd H. Aas Kosasih S.Ag. M.Si., Ketua Yayasan Ya Ayah, Bapak Ir. Dadang Hilman Djauhari, M.Pd., Ketua Alumni ITB Asal Garut, Bapak Uum Mulyana; S.T., Wakil Owner Hotel Suminar, Bapak Herry juliardi,S.Sos, Dir. Rumah Amal Salman, Bapak Muhammad Kamal Muzakki, S.Si, EPC dan General Manajer Rumah Amal Salman Bapak Agis Nurholis, ST. Acara ini dikombinasikan dengan persembahan seni silat, marawis, dan pemberian hadiah kepada penerima manfaat adik-adik teladan sehingga sangat terasa ruh kegotongroyongan dan semangat positif untuk bersama-sama membangun Kota Garut.
“Saya bangga menyambut adik-adik dari Rumah Amal Salman yang bersama-sama akan memakmurkan Kota Garut. Kita perlu meningkatkan pendidikan dan perekonomian masyarakat Kota Garut untuk memperkecil jarak kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan” Sambutan dari Ketua BAZNAS kabupaten Garut, Bapak Rd H. Aas Kosasih S.Ag. M.Si
Zakat merupakan elemen penting bagi sistem masyarakat untuk dapat membantu meningkatkan taraf hidup, memperkecil kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Selain itu, Zakat merupakan salah satu elemen kunci pembersih harta dan membuatnya menjadi lebih berkah. Zakat merupakan rukun islam yang setara nilainya dengan ibadah sholat bagi yang telah memenuhinya. Membayar zakat membuat hati menjadi lebih tenang karena kebermanfaatan dan keberkahan yang Allah SWT janjikan.[]
Senin, (22/3/2021) salah satu hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh calon mahasiswa se-Indonesia, termasuk adik-adik Peserta Beasiswa Perintis. Pasalnya, hari itu bertepatan dengan pengumuman Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2021.
Sebanyak 275 adik-adik peserta Beasiswa Perintis yang telah diseleksi secara nasional, terhitung 43 diantaranya berhasil lolos SNMPTN di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan 30 lainnya berhasil lolos ke kampus lain seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Sebelas Maret, Universitas Andalas dan lain-lain.
“Seneng dan bersyukur banget bisa jadi bagian dari program Beasiswa Perintis, Alhamdulillah akhirnya ada pegangan yang cukup kuat buat biaya kuliah.” Ucap Anugrah, Peserta Beasiswa Perintis yang berhasil lolos SNMPTN di SAPPK ITB
Beasiswa Perintis salah satu program Beasiswa Unggulan Rumah Amal Salman untuk memberikan beasiswa kuliah full selama 4 tahun dan pendampingan belajar persiapan masuk perguruan tinggi negeri.
Beasiswa Perintis dari awal seleksi sampai saat ini, selalu berusaha dengan baik mendampingi adik-adik peserta, untuk terus bersemangat dalam berjuang meraih cita-cita.
“Berkat beasiswa perintis, saya dapat keberanian untuk memutuskan lanjut kuliah ke ITB dan di Perintis juga saya mendapatkan keluarga, ilmu sama pengalaman baru bersama kakak perintis lainnya. Serta saya mengucapkan terima kasih yang sebenar-besarnya kepada Rumah Amal Salman dan doatur karena telah bersedia menjadi fasilitator kami dalam mewujudkan cita-cita kami.” Ucap Laura, peserta dari Aceh yang berhasil lolos SNMPTN di FMIPA ITB
Tentu, hal ini menjadi kabar bahagia untuk semua, termasuk rasa bahagia yang dirasakan oleh Direktur Rumah Amal Salman, Kamal Muzakki “Perasaannya sangat bahagia, karena ternyata Rumah Amal bisa membangkitkan mutiara-mutiara yang terpendam ini untuk berani mendaftar ke ITB, untuk berani memperjuang mimpi mereka dan berani menghadapi masa depan” Selain itu, Kamal juga berharap bahwa “Adik-adik bisa kuliah dengan baik, bisa lulus dengan baik, menjadi pribadi yang baik buat keluarga dan masyarakat.”
Tim Beasiswa Perintis saat ini, tengah mendampingi adik-adik Peserta yang belum lolos SNMPTN untuk berjuang di Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) melalui program pembinaan belajar Learning Camp secara daring dengan pembina yang berkompeten di bidangnya masing-masing.[]
Ia beda dari yang lain, bergelora, tegak kokoh, namun juga hangat bersahabat. Itulah sebagian kesan mendalam yang melekat bagi mereka yang pernah berkunjung, beraktivitas, maupun bekerja di Masjid Salman ITB. Tepat tanggal 28 Maret 2021, masjid ini kini berusia 58 tahun. Lebih dari setengah abad berkiprah demi umat, Masjid Salman menyimpan banyak kisah.
Mari, kita napak tilas 5 fakta menarik dalam perjalanan masjid tercinta kita ini.
Didukung Bung Karno
Perjuangan mendirikan masjid di lingkungan kampus ITB di era ’60-an bukanlah hal mudah. Islam ketika itu adalah “barang asing” di kampus umum seperti ITB. Tak pelak rencana mendirikan masjid ini menimbulkan perdebatan. Meskipun akta Jajasan Pembina Masdjid ITB telah resmi disahkan notaris pada 28 Maret 1963, izin pembangunan masjid tak kunjung didapatkan.
Akhirnya pada Kamis 28 Mei 1964 pukul 07.30 WIB, panitia menemui Presiden Soekarno untuk memohon restu. Tak hanya merestui, Bung Karno jugalah yang mengusulkan nama “Salman”. Beliau terkesan dengan desain arsitektur bangunan Masjid Salman yang unik tanpa kubah. Panitia pun mendapat suntikan semangat untuk melanjutkan pembangunan Masjid Salman.
Salman Masjid Kampus Mandiri
Meski bangunannya berada di wilayah Kampus ITB dan didirikan oleh civitas academica ITB, Masjid Salman ITB dikelola oleh yayasan yang otonom. Ia tidak berada di bawah struktur organisasi universitas/institut sebagaimana halnya masjid-masjid kampus lain di Indonesia. Masjid Salman dapat bersentuhan langsung dengan masyarakat luas meskipun tetap mengutamakan pelayanan kebutuhan ruhaniah civitas academica ITB. Karena itu, masjid ini dapat menggalang dukungan, bantuan, aktivis dan ide dari publik—termasuk bekerjasama dengan Kampus ITB—untuk kemudian disalurkan kembali dalam bentuk program-program yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Kantin Murah-Meriah Salman, Saksi Tokoh Bangsa
Dalam Kompleks Masjid Salman, terletak sebuah kantin prasmanan yang menyediakan pelbagai lauk-pauk sehat dengan harga terjangkau. Karena menunya yang variatif dan harga yang murah, Kantin Salman menjadi favorit mahasiswa dan masyarakat sekitar.
Walaupun terletak di lingkungan masjid, Kantin Salman juga dikunjungi konsumen non Muslim. Banyak pula mahasiswa maupun dosen tamu dari mancanegara yang makan di sini. Sambil menikmati makanan, kantin ini juga menjadi tempat diskusi hingga rapat-rapat nonformal.
Seiring tumbuhnya berbagai unit kegiatan mahasiswa di ITB dan Masjid Salman, Kantin Salman menjadi saksi bisu berbagai perbincangan menarik. Banyak tokoh Indonesia yang semasa mahasiswa berkuliah di Bandung khususnya ITB, pernah singgah untuk makan dan mengobrol di kantin ini. Beberapa yang dapat disebut adalah mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, mantan Menteri Perhubungan Hatta Radjasa, hingga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Musisi Purwacaraka.
Masjid yang “Beda Sendiri”
Dari fasadnya, jelas terlihat Masjid Salman memiliki gaya berbeda. Atapnya tidak berkubah, malah melengkung. Namun bukan arsitekturnya saja yang membuat Salman begitu unik.
Pada era ’70-’80-an, mendengarkan khutbah dari khatib bergelar profesor atau doktor sains maupun teknik adalah hal yang baru. Masjid Salman lah yang mula-mula menghadirkan dosen-dosen ITB yang notabene berlatar pendidikan eksakta untuk berkhutbah, termasuk mengisi mata kuliah agama Islam di Kampus ITB. Masjid Salman juga dikenal menarik hati masyarakat untuk datang dengan cara-cara yang tidak BIASA. Mulai dari konser musik, fashion show busana Muslimah, sampai diskusi yang mengundang pastor Katolik.
Di Masjid Salman, tumbuh pula unit-unit kegiatan yang tidak lazim dalam komunitas aktivis Muslim kala itu. Para aktivis masjid ini antara lain telah menumbuhkan unit sastra, musik, teater, paduan suara, ilmu terapan dan teknologi tepat guna. Karya dan kiprah para aktivis Salman dengan demikian merentang luas dari desain busana Muslimah, film, karya-karya pemikiran dan jurnalistik hingga yang terbaru berupa ventilator untuk menolong pasien COVID-19.
Kawah Candradimuka Kader Dakwah
Masjid Salman memiliki impian besar, yakni membangun peradaban yang islami. Untuk itu para kadernya digembleng sedemikian rupa agar dapat berkiprah di masyarakat. Salah satu ikon penggembleng kader dakwah di Salman ITB adalah Imaduddin Abdulrahim—atau akrab disapa Bang Imad—yang merintis Latihan Mujahid Dakwah (LMD).
Lewat pelatihan tersebut, Bang Imad mengajak para mahasiswa yang dikadernya untuk mewujudkan Islam secara nyata dalam kehidupan. Dalam pelatihan tersebut, ada 3 hal penting yang ditekankan:
Pengetahuan dasar tentang Islam
Penanaman jiwa perjuangan dalam gerakan Islam
Komitmen terhadap pembangunan umat Islam
Pelatihan ini bertujuan melahirkan kader-kader dakwah unggulan, sehingga para pesertanya diseleksi secara ketat dengan dua pertimbangan: (1) prestasi akademis yang mencerminkan daya intelektual, dan (2) bakat kepemimpinan yang tinggi.
Terpikat dengan model kaderisasi dakwah Bang Imad, seorang pejabat tinggi Malaysia mengundangnya secara khusus untuk memberikan pelatihan dakwah di negeri jiran tersebut. Di antara banyak pemuda Malaysia yang kemudian mengikuti pelatihan tersebut, salah satunya adalah Anwar Ibrahim, yang kelak menjadi tokoh penting dalam panggung politik Malaysia.
Kerja keras dan pengorbanan ratusan bahkan ribuan orang dalam mendirikan dan memakmurkan Masjid Salman ITB tak mungkin hadir tanpa hidayah dan karunia Allah Swt. Semoga manfaat yang mereka alirkan hingga hari ini dicatat sebagai amal saleh dan sedekah jariyah di sisi-Nya.[]
Cuplikan adegan dalam film “Iqro: Petualangan Meraih Bintang” (2017).
Ilmu pengetahuan dan agama tidak bisa dipisahkan, sebab melalui ilmu pengetahuan lah manusia dapat mengenal lebih dekat Sang Pencipta. Ilmu pengetahuan membantu manusia membaca ayat-ayat kauniyah yang terbentang di alam semesta. “Karena perintah Iqro bukan hanya berkaitan dengan membaca kitab, tapi juga membaca alam dan membaca diri sendiri,” Ujar Iqbal Alfajri, sosok dibalik pembuatan film Iqro, sebuah film keluarga bergenre sains dan religi.
Film Iqro yang merupakan film perdana produksi Masjid Salman ITB ini mengajak penonton untuk mengenal kuasa Allah SWT melalui dunia ciptaan-Nya. Film Iqro telah tayang dan terdiri dari dua seri, yang pertama berjudul “Iqro: Petualangan meraih bintang” tayang di tahun 2017. Kemudian sekuelnya yang berjudul, “Iqro My Universe” tayang di bulan Juli tahun 2019. Satu tahun berlalu film Iqro masih terus diminati penoton. Ditayangkan di statiun TV nasional dan juga dapat dinikmati melalui layanan streaming.
Sebenarnya pembuatan film Iqro melewati proses yang panjang. Impian besar membuat film layar lebar berawal dari unit kegiatan yang tumbuh di Masjid Salman ITB. Masjid Salman menjadi tempat berbagai unit kegiatan ataupun organisasi berkembang dan melahirkan karya di bidangnya masing-masing. Termasuk bidang film dengan dirintisnya unit filmmaker (Salman Films) pada tahun 2001 oleh para alumni aktivis Salman. Dengan fokus kegiatan pembuatan film oleh kalangan pelajar dan mahasiswa. Lalu selanjutnya para aktivis Salman membentuk Salman Film Academy (SFA). “Pada tahun 2014 dibentuk Salman Film Academy, yang salah satu programnya adalah memproduksi film layar lebar dengan misi dakwah” Jelas Iqbal saat dihubungi Salman Media, Rabu (24/03/2021).
Rencana besar SFA membuat film layar lebar mulai terwujud di tahun 2015. Ketika berhasil membentuk tim produksi dengan melibatkan produser film senior Budiyati Abiyoga. Menurut Iqbal ide film Iqro sendiri muncul dari hasil diskusi antara dirinya dengan Ius Kadarusman salah satu anggota tim produksi yang juga merupakan penggerak unit teater Menara Salman. “Kemudian diputuskan untuk membuat film anak-anak (film keluarga) bergenre sains dan religi.” Ujar Iqbal.
Film yang ditulis Aisyah Amirah ini menceritakan tentang seorang anak bernama Aqila yang memiliki minat sangat besar pada bidang astronomi. Aqila bercita-cita ingin menjadi astronaut. Salah satu profesi yang jarang menjadi dambaan anak-anak Indonesia. Dalam dua film ini penoton akan diajak melihat kegigihan Aqila untuk memenuhi rasa ingin tahunya pada dunia astronomi dan proses ia mempelajari Al Quran. Iqbal menyampaikan, keinginan membuka pemikiran masyarakat akan pentingnya pemaham agama sejak dini, menjadi latar belakang ide pembuatan film Iqro.
Tentu Iqbal dan tim tidak menempuh jalan yang mudah. Butuh waktu masing-masing 2 tahun untuk membuat dua seri film Iqro. Ditambah tantangan yang dihadapi selama masa produksi. “Kendala utama adalah dalam menyiapkan desain produksi film yang layak untuk diproduksi. Karena genre film anak-sains-religi adalah kombinasi yang tidak mainstream.” Jelas Iqbal. Namun terbukti, hasil kerja keras tim produksi mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. SFA berhasil menghadirkan film anak dengan cerita yang segar dan penuh pembelajaran.
Ketika film anak yang bernafaskan Islam belum banyak dibuat, film Iqro hadir memberikan warna baru di dunia film nasional. Dalam momen peringatan hari film nasional ini, Iqbal berharap kedepannya semakin banyak film religi yang moderat yang dapat menggambarkan kondisi umat islam di Indonesia. “Semoga semakin banyak lahir film-film yang mempunyai keberpihakan kepada aspirasi dan kondisi umat Islam di Indonesia,” ungkap Iqbal.
Film Iqro merupakan wujud terlaksananya impian besar para penggiat film di unit kegitan Masjid Salman. Mengangkat tema ilmu pengetahuan yang disandingkan dengan agama juga bentuk keberhasilan aktivis Salman melakukan dakwah lewat jalur seni. Kemudian tokoh Aqila dengan mimpi besarnya menujukkan pesan yang ingin disampaikan pembuat film bahwa anak Indonesia berhak memiliki cita-cita yang tinggi. Semua mimpi besar yang diperlihatkan dalam film Iqro.(Nurul)
Direktur Wakaf Salman Khirzan Noe’man (paling kiri) bersama perwakilan dari Lumens Kopi Masjid, Acep Express, serta Saridina. (Foto: Wakaf Salman)
(Bandung, Wakaf Salman) – Unit Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sangat berperan signifikan dalam perekonomian negara kita. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM pada tahun 2019 mencapai 65 juta unit, atau 99,99% dari seluruh unit usaha di Indonesia.
UMKM berperan serta pada 96,92% serapan tenaga kerja dengan jumlah pekerja mencapai 119 juta. UMKM juga berkontribusi terhadap 60% PDB negara kita. Oleh karena itu, UMKM berkedudukan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan inovasi, serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
Meski begitu, banyak UMKM yang terdampak pandemi hingga kesulitan menjalankan usahanya. Oleh karena itu, Wakaf Salman ITB menjalankan program 1000 UMKM yang bertujuan memajukan UMKM dan memberdayakan pelaku usaha mikro.
Sabtu, 3 April 2021, Wakaf Salman ITB melaksanakan Grand Opening UMKM binaannya. Acara ini meresmikan UMKM binaan Wakaf Salman yaitu Lumens Kopi Masjid dan Acep Express. Selain itu, Wakaf Salman juga memperkenalkan Saridina, UMKM produsen roti yang bergabung dengan program 1000 UMKM.
Acara ini diselenggarakan di Wakaf Corner Lumens Kopi Masjid di Masjid Salman ITB. Selain itu, acara ini juga meresmikan gerai baru di Jl. Gelap Nyawang No. 4, tepat di seberang Wakaf Corner Masjid Salman ITB. Acara ini dihadiri oleh Direktur Wakaf Salman Khirzan Noe’man, Kang Pape dari Lumens Kopi Masjid, Kang Ivan dari Acep Express, serta Kang Dani dari Saridina.
Lumens Kopi Masjid telah berdiri kurang lebih 3,5 tahun lamanya. Kerja samanya dengan Wakaf Salman bermula ketika Lumens mejual kopi untuk program donasi dan berlanjut hingga hari ini. Awalnya, Lumens beroperasi di selasar masjid dengan dua pasang meja konsumen, dan tiga staf. Sekarang, Lumens telah memiliki lokasi tetap di Wakaf Corner Masjid Salman ITB, dengan sebelas orang staf.
Sedangkan Acep Express –mulanya bernama Ayam Goreng Kecap Mang Acep, telah berdiri dari tahun 2005 silam. Sejak November 2020, ayam kecap Mang Acep resmi dibantu permodalan oleh Wakaf Salman, hingga akhirnya bergabung dalam program binaan 1000 UMKM pada Maret 2021.
Wakaf Salman berniat untuk terus berkolaborasi dengan UMKM potensial, dengan syarat sudah memiliki target pasar, tersusun manajemennya, sudah cukup lama dalam berwirausaha, dan sangat butuh untuk dikembangkan dengan baik. Dengan begitu, program ini bisa berkembang, mulai dari tiga UMKM sekarang, bisa menjadi puluhan, ratusan, hingga 1000 UMKM yang diberdayakan.
Selain itu, Wakaf Salman juga bekerja sama dengan Pusat Halal Salman dalam mendampingi UMKM untuk memastikan kehalalan produk dari hulu hingga hilir, terutama UMKM yang bergerak di sektor pangan.
Mari kita dukung program 1000 UMKM untuk UMKM yang lebih berdaya. Donasi terbaik dapat disalurkan ke Wakaf Salman ITB melalui Call Center (0811-2411-444)[]