Clik here to view.

Foto: food.detik.com
Coba bayangkan, bagaimana jika di depan mata kita terhampar jalanan bersih. Tak ada sampah sekecil apapun. Selokan dengan aliran airnya lancar tanpa sampah, taman dan pohon-pohon di sekelilingnya, dan segarnya udara yang kita hirup. Siapa sih yang mau lingkungannya penuh sesak dengan sampah?
Di tempat wisata, saat musim liburan sampah mulai menggunung. Sampah plastik mendominasi. Kebanyakan bekas pembungkus makanan. Kita tentu prihatin dengan kondisi itu. Selain menimbulkan suasana tidak nyaman, dari pembungkus makanan itu juga bisa mengganggu kesehatan tubuh manusia. Kok bisa sih?
Kertas Pembungkus Makanan atau biasa disebut kertas nasi tersedia dengan dua ukuran. Ukuran Besar 30 cm x 40 cm dan ukuran Kecil 25 cm x 35 cm. Tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya. Plastik yang melapisi kertas pembungkus mengandung berbagai zat kimia.
Jenis plastik sendiri beraneka ragam, ada Polyethylene, Polypropylen, Poly Vinyl Chlorida (PVC), dan Vinylidene Chloride Resin. Secara umum, plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang. Satuan-satuan yang lebih kecil biasa disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam makanan. Selanjutnya, monomer akan berpindah ke tubuh orang yang mengonsumsinya.
Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran). Masing-masing jenis plastik mempunyai tingkat bahaya yang berbeda tergantung dari material plastik dan bahan kimia penyusunnya. Perpindahan monomer-monomer plastik ke dalam makanan dipicu oleh beberapa hal, yaitu panas, asam dan lemak.
“Sebaiknya sayur bersantan, susu dan buah-buahan yang mengandung asam organik tidak dibungkus plastik dalam keadaan panas, ataupun kalau terpaksa jangan digunakan terlalu lama,” kata Dedi Supriyatna aktivis lingkungan dari Lembaga Pengembangan Teknologi Tepat Guna (LPTT), di kantor LPTT Sadang Serang Selasa (18/9).
Plastik boleh saja digunakan jika bahan yang dimasukkan dalam keadaan dingin. Memang ada plastik khusus yang bertuliskan tahan lemak dan tahan dingin. Akan tetapi, tetap saja plastik jenis ini hanya boleh dipakai selama bahan yang dimasukkan tidak panas. Semakin tinggi suhu makanan yang dimasukkan ke dalam plastik, semakin cepat terjadi perpindahan ini.
“Kalaupun terpaksa menggunakan plastik sebagai pembungkus, usahakan secepat mungkin makanan dapat dipindahkan ke wadah yang aman, karena semakin lama kontak makanan dengan plastik, semakin banyak bahan berbahaya yang pindah ke makanan,” ujar lajang yang biasa di panggil kang Dedi itu.
Selain itu, usahakan menghindari air minum dalam kemasan yang terpapar matahari, atau permen yang telah lengket dengan pembungkusnya karena leleh oleh panas. Perhatikan juga untuk tidak menuang air minum atau sayuran panas ke dalam wadah plastik dan menggunakan alat-alat makan dari plastik saat makanan masih panas. Pilih makanan yang dikukus dengan dibungkus daun bukan plastik, seperti lember atau lontong.
Bahan yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan adalah Polyethylene yang tampak bening, dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak tebal. Poly Vinyl Chlorida (PVC) biasanya dipakai untuk pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan. Sedangkan Vinylidene Chloride Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila digunakan mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin. Dioksin adalah suatu racun yang sangat berbahaya bagi manusia.
Dioksin ini bersifat larut dalam lemak. Maka dioksin dapat terakumulasi dalam pangan yang relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5%) ke dalam produk pangan secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk susu, susu, unggas, daging babi, daging ikan, dan telur. [Tr]
Image may be NSFW.Clik here to view.
