
Prof. Ahmad Mansur Suryanegara sedang memberi orasi keilmuan di acara “Silaturahim untuk Kebangkitan Indonesia” yang diadakan Forum Doktor Indonesia, Sabtu (13/6) di Gedung Serba Guna (GSG) Masjid Salman ITB.
Dalam buku sejarah yang kita pelajari, dinyatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi. Padahal, Islam sudah dikenal sejak abad ke-7 Masehi atau abad pertama Hijriah, lho! Yuk, simak kilasan sejarah seru Islam di Nusantara berikut!
Prof. Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku Api Sejarah memaparkan sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Guru Besar Sejarah Universitas Padjajaran (Unpad) ini menjelaskan beragam teori bagaimana Islam masuk ke Indonesia. Salah satunya, Islam masuk lewat jalur perdagangan laut oleh para pedagang Arab di awal abad ke-7.
Dalam perkembangannya, Islam lambat laun menguasai pasar-pasar di kepulauan Indonesia. “Islam menjadi kuat di Indonesia karena masuk dan menguasai pasar,” ujar Ahmad, saat diwawancarai Salman Media pada acara Deklarasi Forum Doktor Indonesia di Gedung Serba Guna (GSG) Masjid Salman ITB, Sabtu (13/6).
Ia menjelaskan, hal ini seperti Nabi Muhammad yang sebelum diangkat menjadi rasul telah membangun citra diri lewat perdagangan.
Setelah Islam tersebar di pesisir pulau, dakwahnya mulai beranjak menuju pedalaman. Alhasil, Islam kemudian banyak dianut masyarakat Nusantara hingga berkembang menjadi kerajaan-kerajaan. Ada sekitar 40 kekuasaan politik yang lahir pada masa tersebut, seperti Kesultanan Samudra Pasai di Sumatera bagian utara pada abad ke-13 dan Kesultanan Demak di Jawa Tengah pada abad ke-15.
Kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai sebagian besar wilayah Nusantara ini lalu direbut kekuasaannya oleh Kerajaan Protestan Belanda yang lebih dikenal dengan nama Verenigde Oost Indische Companie (VOC). “Para raja dan sultan dipaksa menandatangani perjanjian pendek. Ternyata mereka ditipu dengan perjanjian yang tidak sesuai dengan isinya. Akhirnya terjadi penyerahan kekuasaan yang mengakibatkan hilangnya kekuasaan kerajaan Islam di Nusantara,” jelas Ahmad yang telah menulis ratusan artikel dan makalah ilmiah terkait sejarah Islam di Indonesia ini.
Deislamisasi Sejarah Indonesia
Selama masa penjajahan Belanda, sejarah mulai banyak diselewengkan. Pemerintah kolonial Belanda membentuk citra negatif Islam pada generasi muda. Mereka mengisahkan kerajaan-kerajaan Islam menghancurkan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia untuk memaksakan penganutan agama Islam. Padahal, para da’i berdakwah dengan jalan damai.
Setelah kemunduran kekuasaan, Islam bangkit kembali melalui para ulama dan santri yang ikut serta dalam memerdekakan Indonesia. Bisa dibilang, mereka punya kontribusi dalam lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 perumus pertamanya adalah ulama, yaitu Wahid Hasyim dari Nahdatul Ulama (NU), Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimejo dari Muhammadiyah, serta Mohammed Teuku Hasan yang juga pemimpin Islam dari Aceh,” papar Ahmad. “Begitu pula dengan berdirinya NKRI atas jasa perjuangan Partai Islam Indonesia Masyumi lewat Perdana Menteri Mohammad Natsir.”
Pembina Yayasan Suryanegara Bandung ini kemudian mengutip kalimat Douwes Dekker atau Dr. Setiabudi, salah seorang pahlawan nasional Indonesia: “Jika tidak karena sikap dan semangat perjuangan para ulama, sudah lama patriotisme di kalangan bangsa kita mengalami kemunduran.”
Sayangnya, sejarah terkait pengaruh Islam tersebut banyak yang disembunyikan, bahkan diubah. Ada upaya deislamisasi sejarah di Indonesia. Itulah mengapa, penting untuk mengingatkan muslim Indonesia agar mengetahui dan mempelajari –bahkan menulis sejarah Islam di Indonesia. “Dengan sejarah kita mendapat pelajaran, peringatan, serta kebenaran yang menguatkan hati kita. Oleh karena itu, sebagai umat Islam mayoritas dan pelaku utama sejarah Indonesia, sangat perlu kita menuliskan sejarah Islam Indonesia,” pesan lelaki kelahiran 22 Zulhijah 1353 Hijriah ini.
***
Sejarah bukanlah sekadar dokumen untuk diarsipkan atau dikoleksi di museum. Sejarah adalah suatu yang harus kita ambil hikmah darinya. Ialah pengalaman yang tercatat, ialah pelajaran yang terangkum, dan ialah harta yang tak tergantikan. Alquran pun mengingat akan perlunya mempelajari sejarah, wal tandur nafsun ma qaddamat, li ghad – perhatikanlah apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulumu agar kamu dapat menentukan langkahmu yang benar di hari esokmu. (Q.S. Al-Hasyr [59]: 18)
Maka dari itu, “Yuk belajar sejarah!”